MEMAHAMI PERHIASAN UNTUK LELAKI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang Perhiasan untuk Para
Lelaki?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
Perhiasan untuk para lelaki adalah salah satu yang
diperdebatkan para ulama, yaitu
penggunaan cincin emas
dan kain sutera sebagai
pakaian atau perhiasan lelaki.
Al-Quran tidak menyinggung perhiasan untuk
para lelaki, tetapi banyak hadis Nabi yang
menegaskan bahwa perhiasan emas dan kain sutera adalah haram untuk dipakai perhiasan
oleh kaum lelaki.
Ali bin Abi Thalib berkata, “Saya melihat Rasul mengambil sutera lalu
beliau meletakkan di sebelah kanan, dan mengambil emas lalu diletakkannya di
sebelah kiri, kemudian beliau bersabda, “Kedua hal ini adalah haram untuk
perhiasan kaum lelaki umatku”.
Para ulama berbeda pendapat tentang
sebab-musabab diharamkannya perhiasan
emas dan kain sutera bagi kaum lelaki.
Sebagian ulama berpendapat bahwa perhiasan emas dan kain sutera adalah simbol kemewahan dan perhiasan yang berlebihan,
sehingga menimbulkan ketidakwajaran bagi kaum lelaki, dan dapat mengundang
sikap angkuh, atau karena menyerupai pakaian kaum musyrik.
Sebagian ulama berpendapat bahwa ucapan
dan sikap Nabi tidak selalu
harus dipahami sebagai ketetapan hukum, terdapat 12 macam tujuan
ucapan dan sikap Nabi, meskipun
yang terpenting dan terbanyak
adalah dalam bidang syariat atau hukum.
Salah satu dari 12 tujuan tersebut adalah
berupa “Tuntunan dan Petunjuk”, yang berbeda dengan dengan ketetapan hukum,
karena Nabi memerintahkan atau melarang sesuatu, bertujuan bukan harus dilaksanakan,
tetapi bermaksud memberikan tuntunan dan petunjuk ke arah jalan yang benar,
yaitu berupa nasihat dan petuah yang baik.
Para ulama memberikan penjelasan bahwa
Nabi Muhammad pernah bersabda untuk memerintahkan 7 perkara dan melarang 7
perkara yang lain.
Nabi memerintahkan 7 hal, yaitu: mengunjungi orang yang sakit, mengantar
jenazah, mendoakan orang yang bersin dengan mengucapkan
"yarhamukallah" apabila orang yang bersin mengucapkan “alhamdulillah”,
mengabulkan permintaan orang yang meminta dengan menyebut nama Allah, membantu
orang yang teraniaya, menyebarkan salam, dan menghadiri undangan.
Nabi melarang 7 perkara yaitu: melarang lelaki memakai cincin emas, perabot
minuman yang terbuat dari perak, pelana yang terbuat dari kapas, “aqsiyah” yaitu bentuk jamak dari “qisiy” yakni sejenis
pakaian berbahan sutera yang dibuat di Mesir, “istabraq” yaitu sutera tebal, dan “dibaj” yaitu sutera halus.
Para ulama menjelaskan bahwa dari 7 perintah
Nabi di atas, yang jelas wajib adalah membantu orang yang teraniaya, apabila orang
yang membantu mampu, serta larangan yang jelas haram adalah menggunakan wadah
tempat untuk meminum yang terbuat dari perak.
Dari 7 perintah Nabi di atas, terdapat
perintah yang tidak wajib, yaitu mendoakan orang
yang bersin, dan
mengabulkan permintaan seseorang
meskipun dengan menyebut nama Allah.
Dari 7 larangan Nabi di atas, terdapat larangan yang jelas
tidak haram, yaitu menggunakan pelana
yang terbuat dari kapas, dan jenis pakaian yang berasal dari Mesir.
Sebagian ulama berpendapat
bahwa Nabi melarang semacam itu bertujuan
untuk menghindarkan para sahabat dan umat Islam dari penampilan yang berlebihan,
berfoya-foya, dan berhias dengan warna-warni yang glamor serba gemerlapan.
Sebagian ulama berpendapat bahwa sebagian larangan Nabi tersebut hanya
ditujukan kepada menantu Nabi, yaitu Ali bin Abi Thalib yang merupakan suami
Fatimah binti Muhammad, bukan untuk seluruh umat Islam.
Nabi pernah melarang memakai “aqsiyah”, bercincin emas, dan membaca ayat
Al-Quran ketika sedang rukuk dan sujud dalam salat, kemudian Ali bin Abi Thalib
berkata,”Aku tidak mengatakan bahwa kamu sekalian dilarang”.
Salah satu fungsi pakaian sebagai
perhiasan adalah harus menghindari timbulnya rangsangan berahi dari lawan jenis
yang melihatnya, kecuali suami dan istri, serta munculnya sikap tidak sopan
dari siapa pun.
Hal-hal
tersebut dapat muncul disebabkan cara
berpakaian, berhias, berjalan, berucap, dan bersikap.
Bersolek dan memakai perhiasan adalah naluri manusiawi, sehingga ajaran
Islam tidak melarangnya, yang dilarang adalah “tabarrujal jahiliyah”, satu
istilah yang digunakan Al-Quran dalam surah Al-Ahzab, surah ke-33 ayat 33, yang
mencakup segala macam cara yang dapat menimbulkan rangsangan
berahi kepada yang bukan suami istri.
Al-Quran surah Al-Ahzab, surah ke-33 ayat 33.
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ
تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ ۖ وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ
وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ
الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan jangan kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliah yang dahulu dan dirikan salat,
tunaikan zakat dan patuhi Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud
hendak menghilangkan dosamu, hai ahlul bait dan membersihkanmu
sebersih-bersihnya”.
Para ulama berpendapat bahwa yang termasuk dalam “tabarrujal
jahiliyah”, adalah wewangian yang menusuk hidung, karena Nabi bersabda, “Wanita
yang memakai parfum yang merangsang dan melewati majelis kelompok pria, maka
sesungguhnya dia telah berzina”.
Al-Quran membolehkan wanita berjalan di hadapan
lelaki, tetapi diingatkan agar
cara berjalannya jangan
sampai mengundang perhatian, yang dalam bahasa Al-Quran disebutkan dalam
surah An-Nur, surah ke-24 ayat 31. “Dan jangan mereka memukulkan kakinya agar
diketahui perhiasan yang mereka “sembunyikan”.
Al-Quran surah An-Nur, surah ke-24 ayat 31.
زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ
إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ
أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي
إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ
أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ
أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖ وَلَا
يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ ۚ
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
‘Katakan kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan jangan mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka
menutupkan kain kudung ke dadanya, dan jangan menampakkan perhiasannya, kecuali
kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra
mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka,
atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan
mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau
pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau
anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan jangan mereka
memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan
bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya
kamu beruntung”.
Al-Quran tidak melarang seseorang berbicara
dan bertemu dengan lawan
jenisnya, tetapi jangan sampai sikap
dan isi pembicaraan mengundang rangsangan dan
godaan.
Al-Quran surah Al-Ahzab, surah ke-33 ayat 32.
يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ
النِّسَاءِ ۚ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي
فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا
“Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian
tidak seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka jangan kamu tunduk
dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya,
dan ucapkanlah perkataan yang baik”.
Daftar
Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah
dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan
Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan
Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital
Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.
0 comments:
Post a Comment