DARI
RAKYAT, OLEH RAKYAT, UNTUK RAKYAT
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

A. Demokrasi
: Dari Cukong, Oleh Cukong, Untuk Cukong!
1. Oleh Hersubeno
Arief
2. Kredo
demokrasi: Dari Rakyat, Oleh Rakyat, Untuk Rakyat, tampaknya perlu direvisi.
3. Khusus
untuk Indonesia, harus diubah.
4. Tidak
menggambarkan realitas sesungguhnya.
5. Yang
lebih tepat: Dari Cukong, Oleh Cukong, Untuk Cukong!
6. Kredo
itu lebih sesuai, pas dengan realitas, fakta, dan data praktik rezim pemilu
langsung yang kini tengah diterapkan di Indonesia.
7. Menko
Polhukam Mahfud MD dalam Webinar pusat studi Pusako FH Universitas Andalas,
Padang (11/9) mengungkapkan 92 persen calon kepala daerah dibiayai cukong.
8. Akibatnya
sudah bisa diduga.
9. Ketika
terpilih muncul korupsi kebijakan.
10. Sebuah
modus korupsi lebih berbahaya dibanding korupsi uang.
11. “Korupsi
kebijakan lebih berbahaya dibanding korupsi uang.
12. Kalau
uang bisa dihitung.
13. Tapi
kalau kebijakan dalam bentuk lisensi penguasaan hutan.
14. Lisensi
penguasaan tambang yang saya periksa tumpang-tindih,” kata Mahfud.
15. Dari
sisi UU, pemberian lisensi itu legal.
16. Kepala
daerah boleh beri konsensi tambang kepada pengusaha dengan memperhitungkan
prosentase luas wilayah.
17. Pada
praktiknya, kata Mahfud, lisensi diberi lebih luas dari seharusnya.
18. Bahkan kepala daerah berinisiatif buka izin baru
bagi para cukong yang membiayai Pilkada.
19. Entah data
dari mana, Mahfud MD menyebut 92 persen?
20. Tetapi
apa yang disampaikan Mahfud dijamin sahih.
21. Mungkin
meleset jumlah presentasenya.
22. Wakil
Ketua KPK Nurul Ghufron mengungkapkan data tak jauh beda.
23. Dalam
riset KPK, ada 82 calon kepala daerah dibiayai oleh cukong dan sponsor.
24. Dari
situ korupsi berpangkal.
25. Para
cukong tidak memberi dana gratis.
26. Seperti
perjanjian dengan setan.
27. Perjanjian orang cari pesugihan, kekayaan di
tempat keramat!
28. Untuk
daerah punya potensi tambang, atau hutan mereka minta imbal balik konsesi.
29. Mulai
mereka menjarah habis tambang dan hutan.
30. Untuk
daerah tidak punya potensi sumber daya alam (SDA), mereka mengincar kebijakan
berupa kemudahan dan proteksi bisnis.
31. Daerah
tidak punya SDA, secara bisnis tidak potensial, para cukong incar proyek APBD.
32. Ini
level korupsi paling kere.
33. Tapi setimpal
hasilnya.
34. Para
cukong membiayai semua keperluan kandidat:
1) Bayar tiket
ke parpol.
2) Bayar
lembaga survei.
3) Media
dan iklan media.
4) Buzzer.
5) Pembuatan
atribut.
6) Pengerahan
massa.
7) Bayar
aparat negara.
8) Sampai
money politics.
35. Dalam
banyak kasus, para cukong membentuk konsorsium.
36. Mereka
jadi investor politik.
37. Sebuah
bisnis dengan keuntungan berlipat!
38. Biasanya
tahap awal menyewa lembaga survei mendeteksi kandidat potensial.
39. Berbekal
peta kekuatan kandidat, para cukong mendekati kandidat.
40. Tercipta
kerjasama saling menguntungkan.
41. Berbuntut
main kebijakan.
42. Menguras,
menghancurkan SDA dan menggarong anggaran negara.
43. Berapa
besar dana yang dikeluarkan untuk kandidat kepala daerah?
44. Berdasar
data dari Kemendagri untuk bupati minim Rp 25 miliar.
45. Itu
untuk daerah miskin.
46. Semakin
besar wilayah dan jumlah penduduknya, semakin besar biayanya.
47. Angkanya
mencapai ratusan miliar.
48. “Untuk
pemilihan gubernur bisa sampai triliunan,” kata Plt Dirjen Politik dan
Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Bahtiar (03/12/2019).
B. Pilpres
jauh lebih besar
1. Maju kepala
daerah butuh dana triliunan, berapa dana untuk capres?
2. Angkanya
jelas berkali lipat.
3. Dipastikan
tidak ada seorang capres yang bisa membiayai dirinya sendiri.
4. Peneliti
lembaga survei menyebutkan, setidaknya butuh Rp 7 triliun.
5. Jumlah
itu sangat kecil.
6. Sangat
konservatif.
7. Tidak
gambar realitas sesungguhnya.
8. Pilpres
2019 jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) sebanyak 10.329.
1) Kalau
ada 2 saksi, dengan biaya saksi dan makan minum Rp 500 ribu.
2) Maka butuh
dana Rp 405 miliar.
3) Belum untuk
parpol.
4) Membeli
media dan iklan.
5) Pengerahan
masa.
6) Transport
keliling Indonesia.
7) Money
politics.
8) Biaya
lain lebih kompleks.
9) Ruwet
dan mahal dibanding pilkada.
9. Jangan
percaya biaya kampanye dilaporkan tim sukses ke KPU.
10. Kendati
katanya sudah melalui audit akuntan public.
11. Tapi
semua itu hanya boong-boongan.
12. Bayar
mahar ke parpol, money politics, pengerahan aparat keamanan dll, pasti tidak
pernah dilaporkan.
13. Apakah
kandidat membiayai sendiri?
14. Tentu saja
TIDAK!!!
15. Pada
Pilpres 2019 Tim Kampanye Prabowo-Sandi lapor jumlah penerimaan dana kampanye Rp
191,5 miliar.
16. Dana
Kampanye Prabowo-Sandi sebagian besar berasal dari Cawapres Sandiaga Uno.
17. Total
sumbangan Sandi Rp116 miliar (61 persen) dari dana kampanye.
18. Prabowo
beri sumbangan Rp71,4 miliar (34 persen) dari total.
19. Tim
Kampanye Jokowi-Ma’ruf pada 5 Maret 2019 melaporkan penerimaan dana kampanye Rp
130, 45 miliar.
20. Dana
itu berasal dari sumbangan perorangan, badan usaha, sumbangan dari parpol, dll.
21. Tidak
disebutkan adanya sumbangan dari Jokowi dan Ma’ruf.
22. Itu
hanya laporan di atas kertas.
23. Biaya
kandidat jauh lebih besar.
24. Puluhan
triliun.
25. Disitu
para cukong berperan.
26. Mereka
membentuk konsorsium taipan oligarki.
27. Mereka
mengendalikan kebijakan politik, ekonomi dan hukum negara.
28. Jejaring
dan kuku tajam mereka telah menancap kuat tidak hanya di kalangan eksekutif,
yudikatif, para penegak hukum, dan eksekutif.
29. Ketua
MPR Bambang Soesatyo pernah mengakui.
30. Dengan
bermodal Rp 1 triliun, cukong bisa menguasai Parpol.
31. Artinya
mereka bisa menguasai parlemen dan pemerintahan.
32. Dengan
pisau analisa Mahfud MD, berapa persen kandidat capres dibiayai cukong?
33. Jawabnya
100 persen!
34. Tapi
kalau mau konservatif, dengan asumsi hanya ada 2 pasang capres seperti pada
Pilpres 2019, maka setidaknya 50 persen!
35. Cuma
harus dicatat.
36. Di
kalangan pebisnis dan investor politik ada adagium.
37. “Jangan
pernah menaruh semua telur dalam 1 keranjang.”
38. Dengan
2 calon, mereka mudah membagi telurnya dalam 2 keranjang.
39. Hanya jumlah dan besarnya saja yang
berbeda-beda.
40. Tinggal
baku atur.
41. Siapa
pun menang, para cukong akan tetap berkuasa.
42. Demokrasi
Indonesia: DARI CUKONG, OLEH CUKONG, UNTUK CUKONG!
43. MERDEKA!!
(Sumber internet Hersubeno Arief)
0 comments:
Post a Comment