Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Friday, February 9, 2018

687. TAKDIM

SALAT JAMAK TAKDIM
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang salat jamak takdim menurut agama Islam?” Ustad Sulaiman Rasjid menjelaskannya.
      Kata “salat” (menurut KBBI V) dapat diartikan “rukun Islam kedua, berupa ibadah kepada Allah, wajib dilakukan oleh setiap muslim mukalaf, dengan syarat, rukun, dan bacaan tertentu, dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam”, atau ”doa kepada Allah”.
      Kata “jamak” (menurut KBBI V) dapat diartikan “lazim”, “tidak aneh”, wajar”, atau “betuk kata yang menyatakan lebih dari satu atau banyak”.
      Salat jamak adalah salat yang dilaksanakan dengan mengumpulkan dua salat wajib dalam satu waktu, seperti salat Zuhur dengan salat Asar dan salat Magrib dengan salat Isya (khusus perjalanan).
     Salat jamak takdim adalah penggabungan pelaksanaan dua salat dalam satu waktu dengan cara memajukan salat yang belum masuk waktu ke dalam salat yang telah masuk waktunya (seperti penggabungan pelaksanaan salat Isya dengan salat Magrib pada waktu Magrib).
      Para ulama menjelaskan bahwa salat jamak takdim syaratnya berikut ini.
     Pertama, berniat mengerjakan salat jamak takdim. Kedua, mendahulukan salat sesuai urutannya, misalnya salat Zuhur kemudian salat Asar atau mendahulukan salat Magrib baru mengerjakan salat Isya. Ketiga, mengerjakan salat berturutan, seolah-olah mengerjakan satu salat.
      Para ulama berpendapat bahwa seseorang dibolehkan bahkan dianjurkan untuk mengerjakan salat jamak takdim, jika memenuhi syarat-syaratnya, yaitu dalam perjalanan bukan maksiat yang berjarak lebih dari 81 km.
      Al-Quran surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 101.

وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا ۚ إِنَّ الْكَافِرِينَ كَانُوا لَكُمْ عَدُوًّا مُبِينًا

      “Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu menqasar salat(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.”
      Al-Quran surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 102.

وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِنْ وَرَائِكُمْ وَلْتَأْتِ طَائِفَةٌ أُخْرَىٰ لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ ۗ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُمْ مَيْلَةً وَاحِدَةً ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ كَانَ بِكُمْ أَذًى مِنْ مَطَرٍ أَوْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَنْ تَضَعُوا أَسْلِحَتَكُمْ ۖ وَخُذُوا حِذْرَكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا

     “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang salat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersalat, lalu bersalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap-siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu.”
 
Daftar Pustaka.
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap).  Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online

687. TAKDIM

SALAT JAMAK TAKDIM
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang salat jamak takdim menurut agama Islam?” Ustad Sulaiman Rasjid menjelaskannya.
      Kata “salat” (menurut KBBI V) dapat diartikan “rukun Islam kedua, berupa ibadah kepada Allah, wajib dilakukan oleh setiap muslim mukalaf, dengan syarat, rukun, dan bacaan tertentu, dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam”, atau ”doa kepada Allah”.
      Kata “jamak” (menurut KBBI V) dapat diartikan “lazim”, “tidak aneh”, wajar”, atau “betuk kata yang menyatakan lebih dari satu atau banyak”.
      Salat jamak adalah salat yang dilaksanakan dengan mengumpulkan dua salat wajib dalam satu waktu, seperti salat Zuhur dengan salat Asar dan salat Magrib dengan salat Isya (khusus perjalanan).
     Salat jamak takdim adalah penggabungan pelaksanaan dua salat dalam satu waktu dengan cara memajukan salat yang belum masuk waktu ke dalam salat yang telah masuk waktunya (seperti penggabungan pelaksanaan salat Isya dengan salat Magrib pada waktu Magrib).
      Para ulama menjelaskan bahwa salat jamak takdim syaratnya berikut ini.
     Pertama, berniat mengerjakan salat jamak takdim. Kedua, mendahulukan salat sesuai urutannya, misalnya salat Zuhur kemudian salat Asar atau mendahulukan salat Magrib baru mengerjakan salat Isya. Ketiga, mengerjakan salat berturutan, seolah-olah mengerjakan satu salat.
      Para ulama berpendapat bahwa seseorang dibolehkan bahkan dianjurkan untuk mengerjakan salat jamak takdim, jika memenuhi syarat-syaratnya, yaitu dalam perjalanan bukan maksiat yang berjarak lebih dari 81 km.
      Al-Quran surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 101.

وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا ۚ إِنَّ الْكَافِرِينَ كَانُوا لَكُمْ عَدُوًّا مُبِينًا

      “Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu menqasar salat(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.”
      Al-Quran surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 102.

وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِنْ وَرَائِكُمْ وَلْتَأْتِ طَائِفَةٌ أُخْرَىٰ لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ ۗ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُمْ مَيْلَةً وَاحِدَةً ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ كَانَ بِكُمْ أَذًى مِنْ مَطَرٍ أَوْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَنْ تَضَعُوا أَسْلِحَتَكُمْ ۖ وَخُذُوا حِذْرَكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا

     “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang salat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersalat, lalu bersalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap-siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu.”
 
Daftar Pustaka.
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap).  Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online

687. TAKDIM

SALAT JAMAK TAKDIM
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang salat jamak takdim menurut agama Islam?” Ustad Sulaiman Rasjid menjelaskannya.
      Kata “salat” (menurut KBBI V) dapat diartikan “rukun Islam kedua, berupa ibadah kepada Allah, wajib dilakukan oleh setiap muslim mukalaf, dengan syarat, rukun, dan bacaan tertentu, dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam”, atau ”doa kepada Allah”.
      Kata “jamak” (menurut KBBI V) dapat diartikan “lazim”, “tidak aneh”, wajar”, atau “betuk kata yang menyatakan lebih dari satu atau banyak”.
      Salat jamak adalah salat yang dilaksanakan dengan mengumpulkan dua salat wajib dalam satu waktu, seperti salat Zuhur dengan salat Asar dan salat Magrib dengan salat Isya (khusus perjalanan).
     Salat jamak takdim adalah penggabungan pelaksanaan dua salat dalam satu waktu dengan cara memajukan salat yang belum masuk waktu ke dalam salat yang telah masuk waktunya (seperti penggabungan pelaksanaan salat Isya dengan salat Magrib pada waktu Magrib).
      Para ulama menjelaskan bahwa salat jamak takdim syaratnya berikut ini.
     Pertama, berniat mengerjakan salat jamak takdim. Kedua, mendahulukan salat sesuai urutannya, misalnya salat Zuhur kemudian salat Asar atau mendahulukan salat Magrib baru mengerjakan salat Isya. Ketiga, mengerjakan salat berturutan, seolah-olah mengerjakan satu salat.
      Para ulama berpendapat bahwa seseorang dibolehkan bahkan dianjurkan untuk mengerjakan salat jamak takdim, jika memenuhi syarat-syaratnya, yaitu dalam perjalanan bukan maksiat yang berjarak lebih dari 81 km.
      Al-Quran surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 101.

وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا ۚ إِنَّ الْكَافِرِينَ كَانُوا لَكُمْ عَدُوًّا مُبِينًا

      “Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu menqasar salat(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.”
      Al-Quran surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 102.

وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِنْ وَرَائِكُمْ وَلْتَأْتِ طَائِفَةٌ أُخْرَىٰ لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ ۗ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُمْ مَيْلَةً وَاحِدَةً ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ كَانَ بِكُمْ أَذًى مِنْ مَطَرٍ أَوْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَنْ تَضَعُوا أَسْلِحَتَكُمْ ۖ وَخُذُوا حِذْرَكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا

     “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang salat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersalat, lalu bersalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap-siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu.”
 
Daftar Pustaka.
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap).  Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online

687. TAKDIM

SALAT JAMAK TAKDIM
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang salat jamak takdim menurut agama Islam?” Ustad Sulaiman Rasjid menjelaskannya.
      Kata “salat” (menurut KBBI V) dapat diartikan “rukun Islam kedua, berupa ibadah kepada Allah, wajib dilakukan oleh setiap muslim mukalaf, dengan syarat, rukun, dan bacaan tertentu, dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam”, atau ”doa kepada Allah”.
      Kata “jamak” (menurut KBBI V) dapat diartikan “lazim”, “tidak aneh”, wajar”, atau “betuk kata yang menyatakan lebih dari satu atau banyak”.
      Salat jamak adalah salat yang dilaksanakan dengan mengumpulkan dua salat wajib dalam satu waktu, seperti salat Zuhur dengan salat Asar dan salat Magrib dengan salat Isya (khusus perjalanan).
     Salat jamak takdim adalah penggabungan pelaksanaan dua salat dalam satu waktu dengan cara memajukan salat yang belum masuk waktu ke dalam salat yang telah masuk waktunya (seperti penggabungan pelaksanaan salat Isya dengan salat Magrib pada waktu Magrib).
      Para ulama menjelaskan bahwa salat jamak takdim syaratnya berikut ini.
     Pertama, berniat mengerjakan salat jamak takdim. Kedua, mendahulukan salat sesuai urutannya, misalnya salat Zuhur kemudian salat Asar atau mendahulukan salat Magrib baru mengerjakan salat Isya. Ketiga, mengerjakan salat berturutan, seolah-olah mengerjakan satu salat.
      Para ulama berpendapat bahwa seseorang dibolehkan bahkan dianjurkan untuk mengerjakan salat jamak takdim, jika memenuhi syarat-syaratnya, yaitu dalam perjalanan bukan maksiat yang berjarak lebih dari 81 km.
      Al-Quran surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 101.

وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا ۚ إِنَّ الْكَافِرِينَ كَانُوا لَكُمْ عَدُوًّا مُبِينًا

      “Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu menqasar salat(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.”
      Al-Quran surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 102.

وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِنْ وَرَائِكُمْ وَلْتَأْتِ طَائِفَةٌ أُخْرَىٰ لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ ۗ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُمْ مَيْلَةً وَاحِدَةً ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ كَانَ بِكُمْ أَذًى مِنْ مَطَرٍ أَوْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَنْ تَضَعُوا أَسْلِحَتَكُمْ ۖ وَخُذُوا حِذْرَكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا

     “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang salat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersalat, lalu bersalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap-siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu.”
 
Daftar Pustaka.
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap).  Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online

687. TAKDIM

SALAT JAMAK TAKDIM
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang salat jamak takdim menurut agama Islam?” Ustad Sulaiman Rasjid menjelaskannya.
      Kata “salat” (menurut KBBI V) dapat diartikan “rukun Islam kedua, berupa ibadah kepada Allah, wajib dilakukan oleh setiap muslim mukalaf, dengan syarat, rukun, dan bacaan tertentu, dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam”, atau ”doa kepada Allah”.
      Kata “jamak” (menurut KBBI V) dapat diartikan “lazim”, “tidak aneh”, wajar”, atau “betuk kata yang menyatakan lebih dari satu atau banyak”.
      Salat jamak adalah salat yang dilaksanakan dengan mengumpulkan dua salat wajib dalam satu waktu, seperti salat Zuhur dengan salat Asar dan salat Magrib dengan salat Isya (khusus perjalanan).
     Salat jamak takdim adalah penggabungan pelaksanaan dua salat dalam satu waktu dengan cara memajukan salat yang belum masuk waktu ke dalam salat yang telah masuk waktunya (seperti penggabungan pelaksanaan salat Isya dengan salat Magrib pada waktu Magrib).
      Para ulama menjelaskan bahwa salat jamak takdim syaratnya berikut ini.
     Pertama, berniat mengerjakan salat jamak takdim. Kedua, mendahulukan salat sesuai urutannya, misalnya salat Zuhur kemudian salat Asar atau mendahulukan salat Magrib baru mengerjakan salat Isya. Ketiga, mengerjakan salat berturutan, seolah-olah mengerjakan satu salat.
      Para ulama berpendapat bahwa seseorang dibolehkan bahkan dianjurkan untuk mengerjakan salat jamak takdim, jika memenuhi syarat-syaratnya, yaitu dalam perjalanan bukan maksiat yang berjarak lebih dari 81 km.
      Al-Quran surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 101.

وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا ۚ إِنَّ الْكَافِرِينَ كَانُوا لَكُمْ عَدُوًّا مُبِينًا

      “Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu menqasar salat(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.”
      Al-Quran surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 102.

وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِنْ وَرَائِكُمْ وَلْتَأْتِ طَائِفَةٌ أُخْرَىٰ لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ ۗ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُمْ مَيْلَةً وَاحِدَةً ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ كَانَ بِكُمْ أَذًى مِنْ مَطَرٍ أَوْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَنْ تَضَعُوا أَسْلِحَتَكُمْ ۖ وَخُذُوا حِذْرَكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا

     “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang salat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersalat, lalu bersalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap-siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu.”
 
Daftar Pustaka.
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap).  Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online

Wednesday, February 7, 2018

686. IZIN

IZIN TIDAK SALAT BERJAMAAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang dispensasi untuk tidak mengikuti salat berjamaah di masjid menurut agama Islam?” Ustad Sulaiman Rasjid menjelaskannya.
      Kata “salat” (menurut KBBI V) dapat diartikan “rukun Islam kedua, berupa ibadah kepada Allah, wajib dilakukan oleh setiap muslim mukalaf, dengan syarat, rukun, dan bacaan tertentu, dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam”, atau ”doa kepada Allah”.
      Salat berjamaah adalah salat yang dilaksanakan bersama-sama dengan mengikuti imam. Jika dua orang atau lebih salat bersama-sama dengan salah seorang di antara mereka menjadi imam (pemimpin), sedangkan orang yang lain menjadi makmum (pengikut), maka mereka dinamakan salat berjamaah.
      Kata “imam” menurut KBBI V dapat diartikan “pemimpin salat (pada salat berjamaah seperti pada salat Jumat)”, “pemimpin”, ”kepala (negeri dan sebagainya)”, “(dipakai juga sebagai gelar) pemimpin”, ”penghulu”, “pemimpin mazhab”, “pemimpin umat/jamaah”,  atau “pastur yang mempersembahkan kurban misa atau memimpin upacara di gereja”.
      Kata “makmum” (menurut KBBI V) dapat diartikan “orang yang dipimpin (dalam salat berjamaah) oleh imam”, “pengikut”, atau “penurut”. Masbuk adalah makmum yang datang terlambat pada saat salat berjamaah, sementara imam sudah mengerjakan sebagian rukun salat atau sudah masuk ke rakaat berikutnya.
      Al-Quran surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 102.

وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِنْ وَرَائِكُمْ وَلْتَأْتِ طَائِفَةٌ أُخْرَىٰ لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ ۗ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُمْ مَيْلَةً وَاحِدَةً ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ كَانَ بِكُمْ أَذًى مِنْ مَطَرٍ أَوْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَنْ تَضَعُوا أَسْلِحَتَكُمْ ۖ وَخُذُوا حِذْرَكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا

     “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang salat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersalat, lalu bersalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap-siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu.”
      Para ulama berbeda pendapat tentang hukum salat berjamaah, ada ulama yang berpendapat hukumnya “fardu ain” (kewajiban perseorangan), “fardu kifayah”( kewajiban bersama bagi mukalaf, yang apabila sudah dilaksanakan oleh seseorang di antara mereka, yang lain bebas dari kewajiban itu), atau “sunah muakkad” (sunah yang sangat dianjurkan).
      Kaum lelaki dianjurkan lebih baik salat wajib lima waktu berjamaah di masjid daripada di rumah, sedangkan salat sunah lebih baik dikerjakan di rumah.
      Para ulama menjelaskan bahwa orang yang diizinkan tidak ikut salat berjamaah di masjid adalah berikut ini.
      Pertama, karena hujan yang menyulitkan perjalanan ke masjid. Kedua, karena angin kencang yang  membahayakan untuk pergi ke masjid. Ketiga, karena sakit yang menyusahkan untuk ke masjid.
      Keempat, karena kelaparan dan kehausan yang mengganggu untuk ke majid. Kelima, karena baru mengonsumsi makanan yang berbau menyengat yang sulit dihilangkan. Keenam, karena kesulitan, halangan, dan gangguan yang lain sehingga tidak dapat salat berjamaah di masjid, maka dianjurkan salat berjamaah di rumah.

Daftar Pustaka.
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap).  Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online

686. IZIN

IZIN TIDAK SALAT BERJAMAAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang dispensasi untuk tidak mengikuti salat berjamaah di masjid menurut agama Islam?” Ustad Sulaiman Rasjid menjelaskannya.
      Kata “salat” (menurut KBBI V) dapat diartikan “rukun Islam kedua, berupa ibadah kepada Allah, wajib dilakukan oleh setiap muslim mukalaf, dengan syarat, rukun, dan bacaan tertentu, dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam”, atau ”doa kepada Allah”.
      Salat berjamaah adalah salat yang dilaksanakan bersama-sama dengan mengikuti imam. Jika dua orang atau lebih salat bersama-sama dengan salah seorang di antara mereka menjadi imam (pemimpin), sedangkan orang yang lain menjadi makmum (pengikut), maka mereka dinamakan salat berjamaah.
      Kata “imam” menurut KBBI V dapat diartikan “pemimpin salat (pada salat berjamaah seperti pada salat Jumat)”, “pemimpin”, ”kepala (negeri dan sebagainya)”, “(dipakai juga sebagai gelar) pemimpin”, ”penghulu”, “pemimpin mazhab”, “pemimpin umat/jamaah”,  atau “pastur yang mempersembahkan kurban misa atau memimpin upacara di gereja”.
      Kata “makmum” (menurut KBBI V) dapat diartikan “orang yang dipimpin (dalam salat berjamaah) oleh imam”, “pengikut”, atau “penurut”. Masbuk adalah makmum yang datang terlambat pada saat salat berjamaah, sementara imam sudah mengerjakan sebagian rukun salat atau sudah masuk ke rakaat berikutnya.
      Al-Quran surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 102.

وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِنْ وَرَائِكُمْ وَلْتَأْتِ طَائِفَةٌ أُخْرَىٰ لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ ۗ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُمْ مَيْلَةً وَاحِدَةً ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ كَانَ بِكُمْ أَذًى مِنْ مَطَرٍ أَوْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَنْ تَضَعُوا أَسْلِحَتَكُمْ ۖ وَخُذُوا حِذْرَكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا

     “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang salat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersalat, lalu bersalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap-siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu.”
      Para ulama berbeda pendapat tentang hukum salat berjamaah, ada ulama yang berpendapat hukumnya “fardu ain” (kewajiban perseorangan), “fardu kifayah”( kewajiban bersama bagi mukalaf, yang apabila sudah dilaksanakan oleh seseorang di antara mereka, yang lain bebas dari kewajiban itu), atau “sunah muakkad” (sunah yang sangat dianjurkan).
      Kaum lelaki dianjurkan lebih baik salat wajib lima waktu berjamaah di masjid daripada di rumah, sedangkan salat sunah lebih baik dikerjakan di rumah.
      Para ulama menjelaskan bahwa orang yang diizinkan tidak ikut salat berjamaah di masjid adalah berikut ini.
      Pertama, karena hujan yang menyulitkan perjalanan ke masjid. Kedua, karena angin kencang yang  membahayakan untuk pergi ke masjid. Ketiga, karena sakit yang menyusahkan untuk ke masjid.
      Keempat, karena kelaparan dan kehausan yang mengganggu untuk ke majid. Kelima, karena baru mengonsumsi makanan yang berbau menyengat yang sulit dihilangkan. Keenam, karena kesulitan, halangan, dan gangguan yang lain sehingga tidak dapat salat berjamaah di masjid, maka dianjurkan salat berjamaah di rumah.

Daftar Pustaka.
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap).  Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online

686. IZIN

IZIN TIDAK SALAT BERJAMAAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang dispensasi untuk tidak mengikuti salat berjamaah di masjid menurut agama Islam?” Ustad Sulaiman Rasjid menjelaskannya.
      Kata “salat” (menurut KBBI V) dapat diartikan “rukun Islam kedua, berupa ibadah kepada Allah, wajib dilakukan oleh setiap muslim mukalaf, dengan syarat, rukun, dan bacaan tertentu, dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam”, atau ”doa kepada Allah”.
      Salat berjamaah adalah salat yang dilaksanakan bersama-sama dengan mengikuti imam. Jika dua orang atau lebih salat bersama-sama dengan salah seorang di antara mereka menjadi imam (pemimpin), sedangkan orang yang lain menjadi makmum (pengikut), maka mereka dinamakan salat berjamaah.
      Kata “imam” menurut KBBI V dapat diartikan “pemimpin salat (pada salat berjamaah seperti pada salat Jumat)”, “pemimpin”, ”kepala (negeri dan sebagainya)”, “(dipakai juga sebagai gelar) pemimpin”, ”penghulu”, “pemimpin mazhab”, “pemimpin umat/jamaah”,  atau “pastur yang mempersembahkan kurban misa atau memimpin upacara di gereja”.
      Kata “makmum” (menurut KBBI V) dapat diartikan “orang yang dipimpin (dalam salat berjamaah) oleh imam”, “pengikut”, atau “penurut”. Masbuk adalah makmum yang datang terlambat pada saat salat berjamaah, sementara imam sudah mengerjakan sebagian rukun salat atau sudah masuk ke rakaat berikutnya.
      Al-Quran surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 102.

وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِنْ وَرَائِكُمْ وَلْتَأْتِ طَائِفَةٌ أُخْرَىٰ لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ ۗ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُمْ مَيْلَةً وَاحِدَةً ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ كَانَ بِكُمْ أَذًى مِنْ مَطَرٍ أَوْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَنْ تَضَعُوا أَسْلِحَتَكُمْ ۖ وَخُذُوا حِذْرَكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا

     “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang salat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersalat, lalu bersalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap-siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu.”
      Para ulama berbeda pendapat tentang hukum salat berjamaah, ada ulama yang berpendapat hukumnya “fardu ain” (kewajiban perseorangan), “fardu kifayah”( kewajiban bersama bagi mukalaf, yang apabila sudah dilaksanakan oleh seseorang di antara mereka, yang lain bebas dari kewajiban itu), atau “sunah muakkad” (sunah yang sangat dianjurkan).
      Kaum lelaki dianjurkan lebih baik salat wajib lima waktu berjamaah di masjid daripada di rumah, sedangkan salat sunah lebih baik dikerjakan di rumah.
      Para ulama menjelaskan bahwa orang yang diizinkan tidak ikut salat berjamaah di masjid adalah berikut ini.
      Pertama, karena hujan yang menyulitkan perjalanan ke masjid. Kedua, karena angin kencang yang  membahayakan untuk pergi ke masjid. Ketiga, karena sakit yang menyusahkan untuk ke masjid.
      Keempat, karena kelaparan dan kehausan yang mengganggu untuk ke majid. Kelima, karena baru mengonsumsi makanan yang berbau menyengat yang sulit dihilangkan. Keenam, karena kesulitan, halangan, dan gangguan yang lain sehingga tidak dapat salat berjamaah di masjid, maka dianjurkan salat berjamaah di rumah.

Daftar Pustaka.
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap).  Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online

686. IZIN

IZIN TIDAK SALAT BERJAMAAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang dispensasi untuk tidak mengikuti salat berjamaah di masjid menurut agama Islam?” Ustad Sulaiman Rasjid menjelaskannya.
      Kata “salat” (menurut KBBI V) dapat diartikan “rukun Islam kedua, berupa ibadah kepada Allah, wajib dilakukan oleh setiap muslim mukalaf, dengan syarat, rukun, dan bacaan tertentu, dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam”, atau ”doa kepada Allah”.
      Salat berjamaah adalah salat yang dilaksanakan bersama-sama dengan mengikuti imam. Jika dua orang atau lebih salat bersama-sama dengan salah seorang di antara mereka menjadi imam (pemimpin), sedangkan orang yang lain menjadi makmum (pengikut), maka mereka dinamakan salat berjamaah.
      Kata “imam” menurut KBBI V dapat diartikan “pemimpin salat (pada salat berjamaah seperti pada salat Jumat)”, “pemimpin”, ”kepala (negeri dan sebagainya)”, “(dipakai juga sebagai gelar) pemimpin”, ”penghulu”, “pemimpin mazhab”, “pemimpin umat/jamaah”,  atau “pastur yang mempersembahkan kurban misa atau memimpin upacara di gereja”.
      Kata “makmum” (menurut KBBI V) dapat diartikan “orang yang dipimpin (dalam salat berjamaah) oleh imam”, “pengikut”, atau “penurut”. Masbuk adalah makmum yang datang terlambat pada saat salat berjamaah, sementara imam sudah mengerjakan sebagian rukun salat atau sudah masuk ke rakaat berikutnya.
      Al-Quran surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 102.

وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِنْ وَرَائِكُمْ وَلْتَأْتِ طَائِفَةٌ أُخْرَىٰ لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ ۗ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُمْ مَيْلَةً وَاحِدَةً ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ كَانَ بِكُمْ أَذًى مِنْ مَطَرٍ أَوْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَنْ تَضَعُوا أَسْلِحَتَكُمْ ۖ وَخُذُوا حِذْرَكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا

     “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang salat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersalat, lalu bersalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap-siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu.”
      Para ulama berbeda pendapat tentang hukum salat berjamaah, ada ulama yang berpendapat hukumnya “fardu ain” (kewajiban perseorangan), “fardu kifayah”( kewajiban bersama bagi mukalaf, yang apabila sudah dilaksanakan oleh seseorang di antara mereka, yang lain bebas dari kewajiban itu), atau “sunah muakkad” (sunah yang sangat dianjurkan).
      Kaum lelaki dianjurkan lebih baik salat wajib lima waktu berjamaah di masjid daripada di rumah, sedangkan salat sunah lebih baik dikerjakan di rumah.
      Para ulama menjelaskan bahwa orang yang diizinkan tidak ikut salat berjamaah di masjid adalah berikut ini.
      Pertama, karena hujan yang menyulitkan perjalanan ke masjid. Kedua, karena angin kencang yang  membahayakan untuk pergi ke masjid. Ketiga, karena sakit yang menyusahkan untuk ke masjid.
      Keempat, karena kelaparan dan kehausan yang mengganggu untuk ke majid. Kelima, karena baru mengonsumsi makanan yang berbau menyengat yang sulit dihilangkan. Keenam, karena kesulitan, halangan, dan gangguan yang lain sehingga tidak dapat salat berjamaah di masjid, maka dianjurkan salat berjamaah di rumah.

Daftar Pustaka.
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap).  Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online

686. IZIN

IZIN TIDAK SALAT BERJAMAAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang dispensasi untuk tidak mengikuti salat berjamaah di masjid menurut agama Islam?” Ustad Sulaiman Rasjid menjelaskannya.
      Kata “salat” (menurut KBBI V) dapat diartikan “rukun Islam kedua, berupa ibadah kepada Allah, wajib dilakukan oleh setiap muslim mukalaf, dengan syarat, rukun, dan bacaan tertentu, dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam”, atau ”doa kepada Allah”.
      Salat berjamaah adalah salat yang dilaksanakan bersama-sama dengan mengikuti imam. Jika dua orang atau lebih salat bersama-sama dengan salah seorang di antara mereka menjadi imam (pemimpin), sedangkan orang yang lain menjadi makmum (pengikut), maka mereka dinamakan salat berjamaah.
      Kata “imam” menurut KBBI V dapat diartikan “pemimpin salat (pada salat berjamaah seperti pada salat Jumat)”, “pemimpin”, ”kepala (negeri dan sebagainya)”, “(dipakai juga sebagai gelar) pemimpin”, ”penghulu”, “pemimpin mazhab”, “pemimpin umat/jamaah”,  atau “pastur yang mempersembahkan kurban misa atau memimpin upacara di gereja”.
      Kata “makmum” (menurut KBBI V) dapat diartikan “orang yang dipimpin (dalam salat berjamaah) oleh imam”, “pengikut”, atau “penurut”. Masbuk adalah makmum yang datang terlambat pada saat salat berjamaah, sementara imam sudah mengerjakan sebagian rukun salat atau sudah masuk ke rakaat berikutnya.
      Al-Quran surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 102.

وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِنْ وَرَائِكُمْ وَلْتَأْتِ طَائِفَةٌ أُخْرَىٰ لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ ۗ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُمْ مَيْلَةً وَاحِدَةً ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ كَانَ بِكُمْ أَذًى مِنْ مَطَرٍ أَوْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَنْ تَضَعُوا أَسْلِحَتَكُمْ ۖ وَخُذُوا حِذْرَكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا

     “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang salat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersalat, lalu bersalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap-siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu.”
      Para ulama berbeda pendapat tentang hukum salat berjamaah, ada ulama yang berpendapat hukumnya “fardu ain” (kewajiban perseorangan), “fardu kifayah”( kewajiban bersama bagi mukalaf, yang apabila sudah dilaksanakan oleh seseorang di antara mereka, yang lain bebas dari kewajiban itu), atau “sunah muakkad” (sunah yang sangat dianjurkan).
      Kaum lelaki dianjurkan lebih baik salat wajib lima waktu berjamaah di masjid daripada di rumah, sedangkan salat sunah lebih baik dikerjakan di rumah.
      Para ulama menjelaskan bahwa orang yang diizinkan tidak ikut salat berjamaah di masjid adalah berikut ini.
      Pertama, karena hujan yang menyulitkan perjalanan ke masjid. Kedua, karena angin kencang yang  membahayakan untuk pergi ke masjid. Ketiga, karena sakit yang menyusahkan untuk ke masjid.
      Keempat, karena kelaparan dan kehausan yang mengganggu untuk ke majid. Kelima, karena baru mengonsumsi makanan yang berbau menyengat yang sulit dihilangkan. Keenam, karena kesulitan, halangan, dan gangguan yang lain sehingga tidak dapat salat berjamaah di masjid, maka dianjurkan salat berjamaah di rumah.

Daftar Pustaka.
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap).  Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online

686. IZIN

IZIN TIDAK SALAT BERJAMAAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang dispensasi untuk tidak mengikuti salat berjamaah di masjid menurut agama Islam?” Ustad Sulaiman Rasjid menjelaskannya.
      Kata “salat” (menurut KBBI V) dapat diartikan “rukun Islam kedua, berupa ibadah kepada Allah, wajib dilakukan oleh setiap muslim mukalaf, dengan syarat, rukun, dan bacaan tertentu, dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam”, atau ”doa kepada Allah”.
      Salat berjamaah adalah salat yang dilaksanakan bersama-sama dengan mengikuti imam. Jika dua orang atau lebih salat bersama-sama dengan salah seorang di antara mereka menjadi imam (pemimpin), sedangkan orang yang lain menjadi makmum (pengikut), maka mereka dinamakan salat berjamaah.
      Kata “imam” menurut KBBI V dapat diartikan “pemimpin salat (pada salat berjamaah seperti pada salat Jumat)”, “pemimpin”, ”kepala (negeri dan sebagainya)”, “(dipakai juga sebagai gelar) pemimpin”, ”penghulu”, “pemimpin mazhab”, “pemimpin umat/jamaah”,  atau “pastur yang mempersembahkan kurban misa atau memimpin upacara di gereja”.
      Kata “makmum” (menurut KBBI V) dapat diartikan “orang yang dipimpin (dalam salat berjamaah) oleh imam”, “pengikut”, atau “penurut”. Masbuk adalah makmum yang datang terlambat pada saat salat berjamaah, sementara imam sudah mengerjakan sebagian rukun salat atau sudah masuk ke rakaat berikutnya.
      Al-Quran surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 102.

وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِنْ وَرَائِكُمْ وَلْتَأْتِ طَائِفَةٌ أُخْرَىٰ لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ ۗ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُمْ مَيْلَةً وَاحِدَةً ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ كَانَ بِكُمْ أَذًى مِنْ مَطَرٍ أَوْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَنْ تَضَعُوا أَسْلِحَتَكُمْ ۖ وَخُذُوا حِذْرَكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا

     “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang salat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersalat, lalu bersalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap-siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu.”
      Para ulama berbeda pendapat tentang hukum salat berjamaah, ada ulama yang berpendapat hukumnya “fardu ain” (kewajiban perseorangan), “fardu kifayah”( kewajiban bersama bagi mukalaf, yang apabila sudah dilaksanakan oleh seseorang di antara mereka, yang lain bebas dari kewajiban itu), atau “sunah muakkad” (sunah yang sangat dianjurkan).
      Kaum lelaki dianjurkan lebih baik salat wajib lima waktu berjamaah di masjid daripada di rumah, sedangkan salat sunah lebih baik dikerjakan di rumah.
      Para ulama menjelaskan bahwa orang yang diizinkan tidak ikut salat berjamaah di masjid adalah berikut ini.
      Pertama, karena hujan yang menyulitkan perjalanan ke masjid. Kedua, karena angin kencang yang  membahayakan untuk pergi ke masjid. Ketiga, karena sakit yang menyusahkan untuk ke masjid.
      Keempat, karena kelaparan dan kehausan yang mengganggu untuk ke majid. Kelima, karena baru mengonsumsi makanan yang berbau menyengat yang sulit dihilangkan. Keenam, karena kesulitan, halangan, dan gangguan yang lain sehingga tidak dapat salat berjamaah di masjid, maka dianjurkan salat berjamaah di rumah.

Daftar Pustaka.
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap).  Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online

686. IZIN

IZIN TIDAK SALAT BERJAMAAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang dispensasi untuk tidak mengikuti salat berjamaah di masjid menurut agama Islam?” Ustad Sulaiman Rasjid menjelaskannya.
      Kata “salat” (menurut KBBI V) dapat diartikan “rukun Islam kedua, berupa ibadah kepada Allah, wajib dilakukan oleh setiap muslim mukalaf, dengan syarat, rukun, dan bacaan tertentu, dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam”, atau ”doa kepada Allah”.
      Salat berjamaah adalah salat yang dilaksanakan bersama-sama dengan mengikuti imam. Jika dua orang atau lebih salat bersama-sama dengan salah seorang di antara mereka menjadi imam (pemimpin), sedangkan orang yang lain menjadi makmum (pengikut), maka mereka dinamakan salat berjamaah.
      Kata “imam” menurut KBBI V dapat diartikan “pemimpin salat (pada salat berjamaah seperti pada salat Jumat)”, “pemimpin”, ”kepala (negeri dan sebagainya)”, “(dipakai juga sebagai gelar) pemimpin”, ”penghulu”, “pemimpin mazhab”, “pemimpin umat/jamaah”,  atau “pastur yang mempersembahkan kurban misa atau memimpin upacara di gereja”.
      Kata “makmum” (menurut KBBI V) dapat diartikan “orang yang dipimpin (dalam salat berjamaah) oleh imam”, “pengikut”, atau “penurut”. Masbuk adalah makmum yang datang terlambat pada saat salat berjamaah, sementara imam sudah mengerjakan sebagian rukun salat atau sudah masuk ke rakaat berikutnya.
      Al-Quran surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 102.

وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِنْ وَرَائِكُمْ وَلْتَأْتِ طَائِفَةٌ أُخْرَىٰ لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ ۗ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُمْ مَيْلَةً وَاحِدَةً ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ كَانَ بِكُمْ أَذًى مِنْ مَطَرٍ أَوْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَنْ تَضَعُوا أَسْلِحَتَكُمْ ۖ وَخُذُوا حِذْرَكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا

     “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang salat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersalat, lalu bersalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap-siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu.”
      Para ulama berbeda pendapat tentang hukum salat berjamaah, ada ulama yang berpendapat hukumnya “fardu ain” (kewajiban perseorangan), “fardu kifayah”( kewajiban bersama bagi mukalaf, yang apabila sudah dilaksanakan oleh seseorang di antara mereka, yang lain bebas dari kewajiban itu), atau “sunah muakkad” (sunah yang sangat dianjurkan).
      Kaum lelaki dianjurkan lebih baik salat wajib lima waktu berjamaah di masjid daripada di rumah, sedangkan salat sunah lebih baik dikerjakan di rumah.
      Para ulama menjelaskan bahwa orang yang diizinkan tidak ikut salat berjamaah di masjid adalah berikut ini.
      Pertama, karena hujan yang menyulitkan perjalanan ke masjid. Kedua, karena angin kencang yang  membahayakan untuk pergi ke masjid. Ketiga, karena sakit yang menyusahkan untuk ke masjid.
      Keempat, karena kelaparan dan kehausan yang mengganggu untuk ke majid. Kelima, karena baru mengonsumsi makanan yang berbau menyengat yang sulit dihilangkan. Keenam, karena kesulitan, halangan, dan gangguan yang lain sehingga tidak dapat salat berjamaah di masjid, maka dianjurkan salat berjamaah di rumah.

Daftar Pustaka.
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap).  Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online