Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Wednesday, April 4, 2018

764. CADAR

HUKUM CADAR
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang hukum menggunakan cadar menurut empat mazhab dalam agama Islam?” Berikut ini penjelasannya.
      Cadar menurut KBBI V dapat diartikan “kain penutup kepala atau muka (bagi perempuan)”, “burkak”, “kain penutup meja”, “alas meja”, atau ”seprai (untuk kasur)”. Wanita bercadar artinya seorang wanita yang menggunakan cadar, berselubung, memakai penutup kepala atau wajah.
      Al-Quran surah Al-Ahzab, surah ke-33 ayat 59.

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

      “Hai Nabi katakan kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.”
      Al-Quran surah An-Nur surah ke-24 ayat 31.

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

      “Katakan kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan menjaga kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
      Madzhab Hanafi berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat, tetapi memakai cadar hukumnya sunah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah.
      Mazhab Maliki berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunah (dianjurkan) dan menjadi wajib apabila dikhawatirkan menimbulkan fitnah, bahkan sebagian ulama mazhab Maliki berpendapat bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat yang wajib tertutup.
      Madzhab Syafii berpendapat bahwa aurat wanita di depan lelaki yang bukan mahramnya adalah seluruh tubuh, sehingga mazhab Syafii mewajibkan para wanita memakai cadar di hadapan lelaki yang bukan mahramnya.
      Madzhab Hambali berpendapat bahwa setiap bagian tubuh wanita yang telah balig adalah aurat selain wajahnya, karena wajah wanita bukan aurat dalam salat, sedangkan di luar salat, semua bagian tubuh wanita adalah aurat, termasuk wajahnya jika di hadapan lelaki atau di hadapan banci yang bukan mahramnya. Jika di hadapan sesama wanita, auratnya antara pusar hingga paha.
Daftar Pustaka.
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap).  Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online

764. CADAR

HUKUM CADAR
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang hukum menggunakan cadar menurut empat mazhab dalam agama Islam?” Berikut ini penjelasannya.
      Cadar menurut KBBI V dapat diartikan “kain penutup kepala atau muka (bagi perempuan)”, “burkak”, “kain penutup meja”, “alas meja”, atau ”seprai (untuk kasur)”. Wanita bercadar artinya seorang wanita yang menggunakan cadar, berselubung, memakai penutup kepala atau wajah.
      Al-Quran surah Al-Ahzab, surah ke-33 ayat 59.

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

      “Hai Nabi katakan kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.”
      Al-Quran surah An-Nur surah ke-24 ayat 31.

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

      “Katakan kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan menjaga kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
      Madzhab Hanafi berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat, tetapi memakai cadar hukumnya sunah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah.
      Mazhab Maliki berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunah (dianjurkan) dan menjadi wajib apabila dikhawatirkan menimbulkan fitnah, bahkan sebagian ulama mazhab Maliki berpendapat bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat yang wajib tertutup.
      Madzhab Syafii berpendapat bahwa aurat wanita di depan lelaki yang bukan mahramnya adalah seluruh tubuh, sehingga mazhab Syafii mewajibkan para wanita memakai cadar di hadapan lelaki yang bukan mahramnya.
      Madzhab Hambali berpendapat bahwa setiap bagian tubuh wanita yang telah balig adalah aurat selain wajahnya, karena wajah wanita bukan aurat dalam salat, sedangkan di luar salat, semua bagian tubuh wanita adalah aurat, termasuk wajahnya jika di hadapan lelaki atau di hadapan banci yang bukan mahramnya. Jika di hadapan sesama wanita, auratnya antara pusar hingga paha.
Daftar Pustaka.
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap).  Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online

764. CADAR

HUKUM CADAR
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang hukum menggunakan cadar menurut empat mazhab dalam agama Islam?” Berikut ini penjelasannya.
      Cadar menurut KBBI V dapat diartikan “kain penutup kepala atau muka (bagi perempuan)”, “burkak”, “kain penutup meja”, “alas meja”, atau ”seprai (untuk kasur)”. Wanita bercadar artinya seorang wanita yang menggunakan cadar, berselubung, memakai penutup kepala atau wajah.
      Al-Quran surah Al-Ahzab, surah ke-33 ayat 59.

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

      “Hai Nabi katakan kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.”
      Al-Quran surah An-Nur surah ke-24 ayat 31.

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

      “Katakan kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan menjaga kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
      Madzhab Hanafi berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat, tetapi memakai cadar hukumnya sunah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah.
      Mazhab Maliki berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunah (dianjurkan) dan menjadi wajib apabila dikhawatirkan menimbulkan fitnah, bahkan sebagian ulama mazhab Maliki berpendapat bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat yang wajib tertutup.
      Madzhab Syafii berpendapat bahwa aurat wanita di depan lelaki yang bukan mahramnya adalah seluruh tubuh, sehingga mazhab Syafii mewajibkan para wanita memakai cadar di hadapan lelaki yang bukan mahramnya.
      Madzhab Hambali berpendapat bahwa setiap bagian tubuh wanita yang telah balig adalah aurat selain wajahnya, karena wajah wanita bukan aurat dalam salat, sedangkan di luar salat, semua bagian tubuh wanita adalah aurat, termasuk wajahnya jika di hadapan lelaki atau di hadapan banci yang bukan mahramnya. Jika di hadapan sesama wanita, auratnya antara pusar hingga paha.
Daftar Pustaka.
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap).  Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online

Tuesday, April 3, 2018

763. MAKANI

MIKAT MAKANI IBADAH HAJI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang mikat makani dalam  beribadah haji menurut agama Islam?” Ustad Sulaiman Rasjid menjelaskannya.
Haji menurut KBBI V dapat diartikan “rukun Islam kelima (kewajiban ibadah) yang harus dilakukan oleh orang Islam yang mampu dengan berziarah ke Kakbah pada bulan Haji (Zulhijah) dan mengerjakan amalan haji, seperti ihram, tawaf, sai, dan
wukuf di Padang Arafah”, atau “sebutan untuk orang yang sudah melakukan ziarah ke Mekah untuk menunaikan rukun Islam kelima.
Orang yang melaksanakan ibadah haji adalah orang Islam yang pergi ke Mekah mengunjungi Kakbah untuk menunaikan ibadah haji.
Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 196.

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۖ وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ ۚ فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۚ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗ ذَٰلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan sempurnakan ibadah haji dan `umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah diperole, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan `umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah diperoleh. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itu sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil-Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahui bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.”
Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 203.

۞ وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ ۚ فَمَنْ تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ وَمَنْ
تَأَخَّرَ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ لِمَنِ اتَّقَىٰ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

“Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tidak dosa baginya. Dan barangsiapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya bagi orang yang bertakwa. Dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah, bahwa kamu akan dikumpulkan kepada- Nya.”
Para ulama berpendapat bahwa perintah untuk melaksanakan ibadah haji turun pada tahun ke-6 Hijrah ketika Nabi Muhammad berumur 59 tahun, sebagian ulama yang lain berpendapat pada tahun ke-9 Hijrah ketika Nabi berusia 61 tahun.
Ibadah haji wajib dikerjakan oleh umat Islam yang “istithaah” (sanggup dan mampu) hanya sekali seumur hidupnya, sesuai dengan Al-Quran surah Ali Imran, surah ke-3 ayat 97.

فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَقَامُ إِبْرَاهِيمَ ۖ وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) makam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”
Wajib melaksanakan ibadah haji artinya orang Islam yang sudah memenuhi semua persyaratan untuk beribadah haji, tetapi apabila dia tidak menunaikannya, maka dia berdosa.
Nabi Muhammad bersabda,”Hendaklah semua orang Islam bersegera mengerjakan ibadah haji, karena seseorang tidak mengetahui halangan yang akan merintanginya.”
Syarat wajib haji adalah berikut ini. Ke-1, orang Islam. Ke-2, berakal. Ke-3, balig. Ke-4, mampu. Artinya orang-orang yang tidak beragama Islam, orang gila, belum balig, atau orang-orang yang tidak mampu, tidak wajib mengerjakan ibadah haji.
Syarat “istithaah” (mampu dan sanggup) beribadah haji adalah berikut ini. Ke-1, mempunyai bekal yang cukup untuk berangkat dan pulang. Ke-2, kuat berjalan kaki atau naik kendaraan.
Ke-3, aman dalam perjalanan. Ke-4, bagi wanita wajib bersama suaminya, mahramnya, atau bersama wanita lain yang dipercaya. Ke-5, orang yang buta wajib beribadah haji jika mempunyai pendamping.
Rukun ibadah haji adalah berikut ini. Ke-1, berniat beribadah haji. Ke-2, hadir di Padang Arafah, rentang waktunya sejak masuk waktu Zuhur tanggal 9 Zulhijah sampai masuk waktu Subuh tanggal 10 Zulhijah.
Ke-3, bertawaf ifadah, yaitu mengelilingi Kakbah. Ke-4, mengerjakan sai. Ke-5, tahallul atau menggunting rambut. Ke-6, menertibkan rukun ibadah haji, artinya rukun ibadah haji dikerjakan secara berurutan.
Para ulama menjelaskan bahwa biasanya “wajib” dan “rukun” artinya sama, tetapi dalam hal ibadah haji terdapat perbedaan antara “wajib haji” dengan “rukun haji”.
Rukun haji adalah  hal-hal yang jika tidak dilakukan akan menyebabkan hajinya tidak sah dan tidak boleh digantikan dengan “dam” (menyembelih hewan ternak), sedangkan wajib haji adalah hal-hal yang perlu dikerjakan, tetapi sahnya haji tidak bergantung kepadanya dan boleh digantikan dengan menyembelih hewan ternak.
  Beberapa wajib haji adalah sebagai berikut ini.
Ke-1, berihram sejak dari mikat (batas tempat dan waktu). Ke-2, mabit (berhenti) di Muzdalifah setelah tengah malam hari raya Idul Adha sesudah wukuf di Arafah. Ke-3, melontar jumrah Aqabah (tugu ke-3) pada hari raya Idul Adha.
Ke-4, melontar jumrah Ula (tugu ke-1), Wusta (tugu ke-2),dan Aqabah (tugu ke-3) pada 11, 12, dan 13 Zulhijah. Ke-5, mabit (bermalam) di Mina. Ke-6, mengerjakan tawaf wadak (perpisahan). Ke-7, menjauhkan diri dari segala yang dilarang selama beribadah haji. 
Mikat makani adalah batas tempat, lokasi, daerah, atau wilayah untuk memulai berihram haji atau berihram umrah.
Beberapa batas tempat mikat makani adalah berikut ini.
Ke-1, Mekah, untuk jamaah haji atau umrah yang tinggal di Mekah berihram dari rumah mereka. Ke-2, Bir Ali (Zul Hulaifah) untuk jamaah haji atau umrah dari arah Madinah. Ke-3, Juhfah untuk jamaah haji atau umrah dari arah Palestina, Yordania, Suriah, Lebanon, dan Mesir.
Ke-4, Qarnul Manazil untuk jamaah haji atau umrah dari arah Najad, Yaman, dan sekitarnya. Ke-5, Yalamlam untuk jamaah haji atau umrah dari arah Yaman, India, dan Indonesia yang naik kapal laut. Ke-6, Zatu Irqin untuk jamaah haji atau umrah dari arah Irak dan Iran.
Daftar Pustaka
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap). Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online

763. MAKANI

MIKAT MAKANI IBADAH HAJI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang mikat makani dalam  beribadah haji menurut agama Islam?” Ustad Sulaiman Rasjid menjelaskannya.
Haji menurut KBBI V dapat diartikan “rukun Islam kelima (kewajiban ibadah) yang harus dilakukan oleh orang Islam yang mampu dengan berziarah ke Kakbah pada bulan Haji (Zulhijah) dan mengerjakan amalan haji, seperti ihram, tawaf, sai, dan
wukuf di Padang Arafah”, atau “sebutan untuk orang yang sudah melakukan ziarah ke Mekah untuk menunaikan rukun Islam kelima.
Orang yang melaksanakan ibadah haji adalah orang Islam yang pergi ke Mekah mengunjungi Kakbah untuk menunaikan ibadah haji.
Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 196.

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۖ وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ ۚ فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۚ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗ ذَٰلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan sempurnakan ibadah haji dan `umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah diperole, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan `umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah diperoleh. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itu sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil-Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahui bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.”
Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 203.

۞ وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ ۚ فَمَنْ تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ وَمَنْ
تَأَخَّرَ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ لِمَنِ اتَّقَىٰ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

“Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tidak dosa baginya. Dan barangsiapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya bagi orang yang bertakwa. Dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah, bahwa kamu akan dikumpulkan kepada- Nya.”
Para ulama berpendapat bahwa perintah untuk melaksanakan ibadah haji turun pada tahun ke-6 Hijrah ketika Nabi Muhammad berumur 59 tahun, sebagian ulama yang lain berpendapat pada tahun ke-9 Hijrah ketika Nabi berusia 61 tahun.
Ibadah haji wajib dikerjakan oleh umat Islam yang “istithaah” (sanggup dan mampu) hanya sekali seumur hidupnya, sesuai dengan Al-Quran surah Ali Imran, surah ke-3 ayat 97.

فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَقَامُ إِبْرَاهِيمَ ۖ وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) makam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”
Wajib melaksanakan ibadah haji artinya orang Islam yang sudah memenuhi semua persyaratan untuk beribadah haji, tetapi apabila dia tidak menunaikannya, maka dia berdosa.
Nabi Muhammad bersabda,”Hendaklah semua orang Islam bersegera mengerjakan ibadah haji, karena seseorang tidak mengetahui halangan yang akan merintanginya.”
Syarat wajib haji adalah berikut ini. Ke-1, orang Islam. Ke-2, berakal. Ke-3, balig. Ke-4, mampu. Artinya orang-orang yang tidak beragama Islam, orang gila, belum balig, atau orang-orang yang tidak mampu, tidak wajib mengerjakan ibadah haji.
Syarat “istithaah” (mampu dan sanggup) beribadah haji adalah berikut ini. Ke-1, mempunyai bekal yang cukup untuk berangkat dan pulang. Ke-2, kuat berjalan kaki atau naik kendaraan.
Ke-3, aman dalam perjalanan. Ke-4, bagi wanita wajib bersama suaminya, mahramnya, atau bersama wanita lain yang dipercaya. Ke-5, orang yang buta wajib beribadah haji jika mempunyai pendamping.
Rukun ibadah haji adalah berikut ini. Ke-1, berniat beribadah haji. Ke-2, hadir di Padang Arafah, rentang waktunya sejak masuk waktu Zuhur tanggal 9 Zulhijah sampai masuk waktu Subuh tanggal 10 Zulhijah.
Ke-3, bertawaf ifadah, yaitu mengelilingi Kakbah. Ke-4, mengerjakan sai. Ke-5, tahallul atau menggunting rambut. Ke-6, menertibkan rukun ibadah haji, artinya rukun ibadah haji dikerjakan secara berurutan.
Para ulama menjelaskan bahwa biasanya “wajib” dan “rukun” artinya sama, tetapi dalam hal ibadah haji terdapat perbedaan antara “wajib haji” dengan “rukun haji”.
Rukun haji adalah  hal-hal yang jika tidak dilakukan akan menyebabkan hajinya tidak sah dan tidak boleh digantikan dengan “dam” (menyembelih hewan ternak), sedangkan wajib haji adalah hal-hal yang perlu dikerjakan, tetapi sahnya haji tidak bergantung kepadanya dan boleh digantikan dengan menyembelih hewan ternak.
  Beberapa wajib haji adalah sebagai berikut ini.
Ke-1, berihram sejak dari mikat (batas tempat dan waktu). Ke-2, mabit (berhenti) di Muzdalifah setelah tengah malam hari raya Idul Adha sesudah wukuf di Arafah. Ke-3, melontar jumrah Aqabah (tugu ke-3) pada hari raya Idul Adha.
Ke-4, melontar jumrah Ula (tugu ke-1), Wusta (tugu ke-2),dan Aqabah (tugu ke-3) pada 11, 12, dan 13 Zulhijah. Ke-5, mabit (bermalam) di Mina. Ke-6, mengerjakan tawaf wadak (perpisahan). Ke-7, menjauhkan diri dari segala yang dilarang selama beribadah haji. 
Mikat makani adalah batas tempat, lokasi, daerah, atau wilayah untuk memulai berihram haji atau berihram umrah.
Beberapa batas tempat mikat makani adalah berikut ini.
Ke-1, Mekah, untuk jamaah haji atau umrah yang tinggal di Mekah berihram dari rumah mereka. Ke-2, Bir Ali (Zul Hulaifah) untuk jamaah haji atau umrah dari arah Madinah. Ke-3, Juhfah untuk jamaah haji atau umrah dari arah Palestina, Yordania, Suriah, Lebanon, dan Mesir.
Ke-4, Qarnul Manazil untuk jamaah haji atau umrah dari arah Najad, Yaman, dan sekitarnya. Ke-5, Yalamlam untuk jamaah haji atau umrah dari arah Yaman, India, dan Indonesia yang naik kapal laut. Ke-6, Zatu Irqin untuk jamaah haji atau umrah dari arah Irak dan Iran.
Daftar Pustaka
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap). Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online

763. MAKANI

MIKAT MAKANI IBADAH HAJI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang mikat makani dalam  beribadah haji menurut agama Islam?” Ustad Sulaiman Rasjid menjelaskannya.
Haji menurut KBBI V dapat diartikan “rukun Islam kelima (kewajiban ibadah) yang harus dilakukan oleh orang Islam yang mampu dengan berziarah ke Kakbah pada bulan Haji (Zulhijah) dan mengerjakan amalan haji, seperti ihram, tawaf, sai, dan
wukuf di Padang Arafah”, atau “sebutan untuk orang yang sudah melakukan ziarah ke Mekah untuk menunaikan rukun Islam kelima.
Orang yang melaksanakan ibadah haji adalah orang Islam yang pergi ke Mekah mengunjungi Kakbah untuk menunaikan ibadah haji.
Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 196.

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۖ وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ ۚ فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۚ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗ ذَٰلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan sempurnakan ibadah haji dan `umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah diperole, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan `umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah diperoleh. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itu sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil-Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahui bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.”
Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 203.

۞ وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ ۚ فَمَنْ تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ وَمَنْ
تَأَخَّرَ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ لِمَنِ اتَّقَىٰ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

“Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tidak dosa baginya. Dan barangsiapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya bagi orang yang bertakwa. Dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah, bahwa kamu akan dikumpulkan kepada- Nya.”
Para ulama berpendapat bahwa perintah untuk melaksanakan ibadah haji turun pada tahun ke-6 Hijrah ketika Nabi Muhammad berumur 59 tahun, sebagian ulama yang lain berpendapat pada tahun ke-9 Hijrah ketika Nabi berusia 61 tahun.
Ibadah haji wajib dikerjakan oleh umat Islam yang “istithaah” (sanggup dan mampu) hanya sekali seumur hidupnya, sesuai dengan Al-Quran surah Ali Imran, surah ke-3 ayat 97.

فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَقَامُ إِبْرَاهِيمَ ۖ وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) makam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”
Wajib melaksanakan ibadah haji artinya orang Islam yang sudah memenuhi semua persyaratan untuk beribadah haji, tetapi apabila dia tidak menunaikannya, maka dia berdosa.
Nabi Muhammad bersabda,”Hendaklah semua orang Islam bersegera mengerjakan ibadah haji, karena seseorang tidak mengetahui halangan yang akan merintanginya.”
Syarat wajib haji adalah berikut ini. Ke-1, orang Islam. Ke-2, berakal. Ke-3, balig. Ke-4, mampu. Artinya orang-orang yang tidak beragama Islam, orang gila, belum balig, atau orang-orang yang tidak mampu, tidak wajib mengerjakan ibadah haji.
Syarat “istithaah” (mampu dan sanggup) beribadah haji adalah berikut ini. Ke-1, mempunyai bekal yang cukup untuk berangkat dan pulang. Ke-2, kuat berjalan kaki atau naik kendaraan.
Ke-3, aman dalam perjalanan. Ke-4, bagi wanita wajib bersama suaminya, mahramnya, atau bersama wanita lain yang dipercaya. Ke-5, orang yang buta wajib beribadah haji jika mempunyai pendamping.
Rukun ibadah haji adalah berikut ini. Ke-1, berniat beribadah haji. Ke-2, hadir di Padang Arafah, rentang waktunya sejak masuk waktu Zuhur tanggal 9 Zulhijah sampai masuk waktu Subuh tanggal 10 Zulhijah.
Ke-3, bertawaf ifadah, yaitu mengelilingi Kakbah. Ke-4, mengerjakan sai. Ke-5, tahallul atau menggunting rambut. Ke-6, menertibkan rukun ibadah haji, artinya rukun ibadah haji dikerjakan secara berurutan.
Para ulama menjelaskan bahwa biasanya “wajib” dan “rukun” artinya sama, tetapi dalam hal ibadah haji terdapat perbedaan antara “wajib haji” dengan “rukun haji”.
Rukun haji adalah  hal-hal yang jika tidak dilakukan akan menyebabkan hajinya tidak sah dan tidak boleh digantikan dengan “dam” (menyembelih hewan ternak), sedangkan wajib haji adalah hal-hal yang perlu dikerjakan, tetapi sahnya haji tidak bergantung kepadanya dan boleh digantikan dengan menyembelih hewan ternak.
  Beberapa wajib haji adalah sebagai berikut ini.
Ke-1, berihram sejak dari mikat (batas tempat dan waktu). Ke-2, mabit (berhenti) di Muzdalifah setelah tengah malam hari raya Idul Adha sesudah wukuf di Arafah. Ke-3, melontar jumrah Aqabah (tugu ke-3) pada hari raya Idul Adha.
Ke-4, melontar jumrah Ula (tugu ke-1), Wusta (tugu ke-2),dan Aqabah (tugu ke-3) pada 11, 12, dan 13 Zulhijah. Ke-5, mabit (bermalam) di Mina. Ke-6, mengerjakan tawaf wadak (perpisahan). Ke-7, menjauhkan diri dari segala yang dilarang selama beribadah haji. 
Mikat makani adalah batas tempat, lokasi, daerah, atau wilayah untuk memulai berihram haji atau berihram umrah.
Beberapa batas tempat mikat makani adalah berikut ini.
Ke-1, Mekah, untuk jamaah haji atau umrah yang tinggal di Mekah berihram dari rumah mereka. Ke-2, Bir Ali (Zul Hulaifah) untuk jamaah haji atau umrah dari arah Madinah. Ke-3, Juhfah untuk jamaah haji atau umrah dari arah Palestina, Yordania, Suriah, Lebanon, dan Mesir.
Ke-4, Qarnul Manazil untuk jamaah haji atau umrah dari arah Najad, Yaman, dan sekitarnya. Ke-5, Yalamlam untuk jamaah haji atau umrah dari arah Yaman, India, dan Indonesia yang naik kapal laut. Ke-6, Zatu Irqin untuk jamaah haji atau umrah dari arah Irak dan Iran.
Daftar Pustaka
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap). Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online

763. MAKANI

MIKAT MAKANI IBADAH HAJI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang mikat makani dalam  beribadah haji menurut agama Islam?” Ustad Sulaiman Rasjid menjelaskannya.
Haji menurut KBBI V dapat diartikan “rukun Islam kelima (kewajiban ibadah) yang harus dilakukan oleh orang Islam yang mampu dengan berziarah ke Kakbah pada bulan Haji (Zulhijah) dan mengerjakan amalan haji, seperti ihram, tawaf, sai, dan
wukuf di Padang Arafah”, atau “sebutan untuk orang yang sudah melakukan ziarah ke Mekah untuk menunaikan rukun Islam kelima.
Orang yang melaksanakan ibadah haji adalah orang Islam yang pergi ke Mekah mengunjungi Kakbah untuk menunaikan ibadah haji.
Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 196.

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۖ وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ ۚ فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۚ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗ ذَٰلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan sempurnakan ibadah haji dan `umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah diperole, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan `umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah diperoleh. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itu sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil-Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahui bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.”
Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 203.

۞ وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ ۚ فَمَنْ تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ وَمَنْ
تَأَخَّرَ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ لِمَنِ اتَّقَىٰ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

“Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tidak dosa baginya. Dan barangsiapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya bagi orang yang bertakwa. Dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah, bahwa kamu akan dikumpulkan kepada- Nya.”
Para ulama berpendapat bahwa perintah untuk melaksanakan ibadah haji turun pada tahun ke-6 Hijrah ketika Nabi Muhammad berumur 59 tahun, sebagian ulama yang lain berpendapat pada tahun ke-9 Hijrah ketika Nabi berusia 61 tahun.
Ibadah haji wajib dikerjakan oleh umat Islam yang “istithaah” (sanggup dan mampu) hanya sekali seumur hidupnya, sesuai dengan Al-Quran surah Ali Imran, surah ke-3 ayat 97.

فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَقَامُ إِبْرَاهِيمَ ۖ وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) makam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”
Wajib melaksanakan ibadah haji artinya orang Islam yang sudah memenuhi semua persyaratan untuk beribadah haji, tetapi apabila dia tidak menunaikannya, maka dia berdosa.
Nabi Muhammad bersabda,”Hendaklah semua orang Islam bersegera mengerjakan ibadah haji, karena seseorang tidak mengetahui halangan yang akan merintanginya.”
Syarat wajib haji adalah berikut ini. Ke-1, orang Islam. Ke-2, berakal. Ke-3, balig. Ke-4, mampu. Artinya orang-orang yang tidak beragama Islam, orang gila, belum balig, atau orang-orang yang tidak mampu, tidak wajib mengerjakan ibadah haji.
Syarat “istithaah” (mampu dan sanggup) beribadah haji adalah berikut ini. Ke-1, mempunyai bekal yang cukup untuk berangkat dan pulang. Ke-2, kuat berjalan kaki atau naik kendaraan.
Ke-3, aman dalam perjalanan. Ke-4, bagi wanita wajib bersama suaminya, mahramnya, atau bersama wanita lain yang dipercaya. Ke-5, orang yang buta wajib beribadah haji jika mempunyai pendamping.
Rukun ibadah haji adalah berikut ini. Ke-1, berniat beribadah haji. Ke-2, hadir di Padang Arafah, rentang waktunya sejak masuk waktu Zuhur tanggal 9 Zulhijah sampai masuk waktu Subuh tanggal 10 Zulhijah.
Ke-3, bertawaf ifadah, yaitu mengelilingi Kakbah. Ke-4, mengerjakan sai. Ke-5, tahallul atau menggunting rambut. Ke-6, menertibkan rukun ibadah haji, artinya rukun ibadah haji dikerjakan secara berurutan.
Para ulama menjelaskan bahwa biasanya “wajib” dan “rukun” artinya sama, tetapi dalam hal ibadah haji terdapat perbedaan antara “wajib haji” dengan “rukun haji”.
Rukun haji adalah  hal-hal yang jika tidak dilakukan akan menyebabkan hajinya tidak sah dan tidak boleh digantikan dengan “dam” (menyembelih hewan ternak), sedangkan wajib haji adalah hal-hal yang perlu dikerjakan, tetapi sahnya haji tidak bergantung kepadanya dan boleh digantikan dengan menyembelih hewan ternak.
  Beberapa wajib haji adalah sebagai berikut ini.
Ke-1, berihram sejak dari mikat (batas tempat dan waktu). Ke-2, mabit (berhenti) di Muzdalifah setelah tengah malam hari raya Idul Adha sesudah wukuf di Arafah. Ke-3, melontar jumrah Aqabah (tugu ke-3) pada hari raya Idul Adha.
Ke-4, melontar jumrah Ula (tugu ke-1), Wusta (tugu ke-2),dan Aqabah (tugu ke-3) pada 11, 12, dan 13 Zulhijah. Ke-5, mabit (bermalam) di Mina. Ke-6, mengerjakan tawaf wadak (perpisahan). Ke-7, menjauhkan diri dari segala yang dilarang selama beribadah haji. 
Mikat makani adalah batas tempat, lokasi, daerah, atau wilayah untuk memulai berihram haji atau berihram umrah.
Beberapa batas tempat mikat makani adalah berikut ini.
Ke-1, Mekah, untuk jamaah haji atau umrah yang tinggal di Mekah berihram dari rumah mereka. Ke-2, Bir Ali (Zul Hulaifah) untuk jamaah haji atau umrah dari arah Madinah. Ke-3, Juhfah untuk jamaah haji atau umrah dari arah Palestina, Yordania, Suriah, Lebanon, dan Mesir.
Ke-4, Qarnul Manazil untuk jamaah haji atau umrah dari arah Najad, Yaman, dan sekitarnya. Ke-5, Yalamlam untuk jamaah haji atau umrah dari arah Yaman, India, dan Indonesia yang naik kapal laut. Ke-6, Zatu Irqin untuk jamaah haji atau umrah dari arah Irak dan Iran.
Daftar Pustaka
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap). Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online

763. MAKANI

MIKAT MAKANI IBADAH HAJI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang mikat makani dalam  beribadah haji menurut agama Islam?” Ustad Sulaiman Rasjid menjelaskannya.
Haji menurut KBBI V dapat diartikan “rukun Islam kelima (kewajiban ibadah) yang harus dilakukan oleh orang Islam yang mampu dengan berziarah ke Kakbah pada bulan Haji (Zulhijah) dan mengerjakan amalan haji, seperti ihram, tawaf, sai, dan
wukuf di Padang Arafah”, atau “sebutan untuk orang yang sudah melakukan ziarah ke Mekah untuk menunaikan rukun Islam kelima.
Orang yang melaksanakan ibadah haji adalah orang Islam yang pergi ke Mekah mengunjungi Kakbah untuk menunaikan ibadah haji.
Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 196.

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۖ وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ ۚ فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۚ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗ ذَٰلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan sempurnakan ibadah haji dan `umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah diperole, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan `umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah diperoleh. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itu sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil-Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahui bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.”
Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 203.

۞ وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ ۚ فَمَنْ تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ وَمَنْ
تَأَخَّرَ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ لِمَنِ اتَّقَىٰ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

“Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tidak dosa baginya. Dan barangsiapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya bagi orang yang bertakwa. Dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah, bahwa kamu akan dikumpulkan kepada- Nya.”
Para ulama berpendapat bahwa perintah untuk melaksanakan ibadah haji turun pada tahun ke-6 Hijrah ketika Nabi Muhammad berumur 59 tahun, sebagian ulama yang lain berpendapat pada tahun ke-9 Hijrah ketika Nabi berusia 61 tahun.
Ibadah haji wajib dikerjakan oleh umat Islam yang “istithaah” (sanggup dan mampu) hanya sekali seumur hidupnya, sesuai dengan Al-Quran surah Ali Imran, surah ke-3 ayat 97.

فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَقَامُ إِبْرَاهِيمَ ۖ وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) makam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”
Wajib melaksanakan ibadah haji artinya orang Islam yang sudah memenuhi semua persyaratan untuk beribadah haji, tetapi apabila dia tidak menunaikannya, maka dia berdosa.
Nabi Muhammad bersabda,”Hendaklah semua orang Islam bersegera mengerjakan ibadah haji, karena seseorang tidak mengetahui halangan yang akan merintanginya.”
Syarat wajib haji adalah berikut ini. Ke-1, orang Islam. Ke-2, berakal. Ke-3, balig. Ke-4, mampu. Artinya orang-orang yang tidak beragama Islam, orang gila, belum balig, atau orang-orang yang tidak mampu, tidak wajib mengerjakan ibadah haji.
Syarat “istithaah” (mampu dan sanggup) beribadah haji adalah berikut ini. Ke-1, mempunyai bekal yang cukup untuk berangkat dan pulang. Ke-2, kuat berjalan kaki atau naik kendaraan.
Ke-3, aman dalam perjalanan. Ke-4, bagi wanita wajib bersama suaminya, mahramnya, atau bersama wanita lain yang dipercaya. Ke-5, orang yang buta wajib beribadah haji jika mempunyai pendamping.
Rukun ibadah haji adalah berikut ini. Ke-1, berniat beribadah haji. Ke-2, hadir di Padang Arafah, rentang waktunya sejak masuk waktu Zuhur tanggal 9 Zulhijah sampai masuk waktu Subuh tanggal 10 Zulhijah.
Ke-3, bertawaf ifadah, yaitu mengelilingi Kakbah. Ke-4, mengerjakan sai. Ke-5, tahallul atau menggunting rambut. Ke-6, menertibkan rukun ibadah haji, artinya rukun ibadah haji dikerjakan secara berurutan.
Para ulama menjelaskan bahwa biasanya “wajib” dan “rukun” artinya sama, tetapi dalam hal ibadah haji terdapat perbedaan antara “wajib haji” dengan “rukun haji”.
Rukun haji adalah  hal-hal yang jika tidak dilakukan akan menyebabkan hajinya tidak sah dan tidak boleh digantikan dengan “dam” (menyembelih hewan ternak), sedangkan wajib haji adalah hal-hal yang perlu dikerjakan, tetapi sahnya haji tidak bergantung kepadanya dan boleh digantikan dengan menyembelih hewan ternak.
  Beberapa wajib haji adalah sebagai berikut ini.
Ke-1, berihram sejak dari mikat (batas tempat dan waktu). Ke-2, mabit (berhenti) di Muzdalifah setelah tengah malam hari raya Idul Adha sesudah wukuf di Arafah. Ke-3, melontar jumrah Aqabah (tugu ke-3) pada hari raya Idul Adha.
Ke-4, melontar jumrah Ula (tugu ke-1), Wusta (tugu ke-2),dan Aqabah (tugu ke-3) pada 11, 12, dan 13 Zulhijah. Ke-5, mabit (bermalam) di Mina. Ke-6, mengerjakan tawaf wadak (perpisahan). Ke-7, menjauhkan diri dari segala yang dilarang selama beribadah haji. 
Mikat makani adalah batas tempat, lokasi, daerah, atau wilayah untuk memulai berihram haji atau berihram umrah.
Beberapa batas tempat mikat makani adalah berikut ini.
Ke-1, Mekah, untuk jamaah haji atau umrah yang tinggal di Mekah berihram dari rumah mereka. Ke-2, Bir Ali (Zul Hulaifah) untuk jamaah haji atau umrah dari arah Madinah. Ke-3, Juhfah untuk jamaah haji atau umrah dari arah Palestina, Yordania, Suriah, Lebanon, dan Mesir.
Ke-4, Qarnul Manazil untuk jamaah haji atau umrah dari arah Najad, Yaman, dan sekitarnya. Ke-5, Yalamlam untuk jamaah haji atau umrah dari arah Yaman, India, dan Indonesia yang naik kapal laut. Ke-6, Zatu Irqin untuk jamaah haji atau umrah dari arah Irak dan Iran.
Daftar Pustaka
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap). Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online

763. MAKANI

MIKAT MAKANI IBADAH HAJI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang mikat makani dalam  beribadah haji menurut agama Islam?” Ustad Sulaiman Rasjid menjelaskannya.
Haji menurut KBBI V dapat diartikan “rukun Islam kelima (kewajiban ibadah) yang harus dilakukan oleh orang Islam yang mampu dengan berziarah ke Kakbah pada bulan Haji (Zulhijah) dan mengerjakan amalan haji, seperti ihram, tawaf, sai, dan
wukuf di Padang Arafah”, atau “sebutan untuk orang yang sudah melakukan ziarah ke Mekah untuk menunaikan rukun Islam kelima.
Orang yang melaksanakan ibadah haji adalah orang Islam yang pergi ke Mekah mengunjungi Kakbah untuk menunaikan ibadah haji.
Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 196.

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۖ وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ ۚ فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۚ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗ ذَٰلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan sempurnakan ibadah haji dan `umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah diperole, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan `umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah diperoleh. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itu sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil-Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahui bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.”
Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 203.

۞ وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ ۚ فَمَنْ تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ وَمَنْ
تَأَخَّرَ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ لِمَنِ اتَّقَىٰ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

“Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tidak dosa baginya. Dan barangsiapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya bagi orang yang bertakwa. Dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah, bahwa kamu akan dikumpulkan kepada- Nya.”
Para ulama berpendapat bahwa perintah untuk melaksanakan ibadah haji turun pada tahun ke-6 Hijrah ketika Nabi Muhammad berumur 59 tahun, sebagian ulama yang lain berpendapat pada tahun ke-9 Hijrah ketika Nabi berusia 61 tahun.
Ibadah haji wajib dikerjakan oleh umat Islam yang “istithaah” (sanggup dan mampu) hanya sekali seumur hidupnya, sesuai dengan Al-Quran surah Ali Imran, surah ke-3 ayat 97.

فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَقَامُ إِبْرَاهِيمَ ۖ وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) makam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”
Wajib melaksanakan ibadah haji artinya orang Islam yang sudah memenuhi semua persyaratan untuk beribadah haji, tetapi apabila dia tidak menunaikannya, maka dia berdosa.
Nabi Muhammad bersabda,”Hendaklah semua orang Islam bersegera mengerjakan ibadah haji, karena seseorang tidak mengetahui halangan yang akan merintanginya.”
Syarat wajib haji adalah berikut ini. Ke-1, orang Islam. Ke-2, berakal. Ke-3, balig. Ke-4, mampu. Artinya orang-orang yang tidak beragama Islam, orang gila, belum balig, atau orang-orang yang tidak mampu, tidak wajib mengerjakan ibadah haji.
Syarat “istithaah” (mampu dan sanggup) beribadah haji adalah berikut ini. Ke-1, mempunyai bekal yang cukup untuk berangkat dan pulang. Ke-2, kuat berjalan kaki atau naik kendaraan.
Ke-3, aman dalam perjalanan. Ke-4, bagi wanita wajib bersama suaminya, mahramnya, atau bersama wanita lain yang dipercaya. Ke-5, orang yang buta wajib beribadah haji jika mempunyai pendamping.
Rukun ibadah haji adalah berikut ini. Ke-1, berniat beribadah haji. Ke-2, hadir di Padang Arafah, rentang waktunya sejak masuk waktu Zuhur tanggal 9 Zulhijah sampai masuk waktu Subuh tanggal 10 Zulhijah.
Ke-3, bertawaf ifadah, yaitu mengelilingi Kakbah. Ke-4, mengerjakan sai. Ke-5, tahallul atau menggunting rambut. Ke-6, menertibkan rukun ibadah haji, artinya rukun ibadah haji dikerjakan secara berurutan.
Para ulama menjelaskan bahwa biasanya “wajib” dan “rukun” artinya sama, tetapi dalam hal ibadah haji terdapat perbedaan antara “wajib haji” dengan “rukun haji”.
Rukun haji adalah  hal-hal yang jika tidak dilakukan akan menyebabkan hajinya tidak sah dan tidak boleh digantikan dengan “dam” (menyembelih hewan ternak), sedangkan wajib haji adalah hal-hal yang perlu dikerjakan, tetapi sahnya haji tidak bergantung kepadanya dan boleh digantikan dengan menyembelih hewan ternak.
  Beberapa wajib haji adalah sebagai berikut ini.
Ke-1, berihram sejak dari mikat (batas tempat dan waktu). Ke-2, mabit (berhenti) di Muzdalifah setelah tengah malam hari raya Idul Adha sesudah wukuf di Arafah. Ke-3, melontar jumrah Aqabah (tugu ke-3) pada hari raya Idul Adha.
Ke-4, melontar jumrah Ula (tugu ke-1), Wusta (tugu ke-2),dan Aqabah (tugu ke-3) pada 11, 12, dan 13 Zulhijah. Ke-5, mabit (bermalam) di Mina. Ke-6, mengerjakan tawaf wadak (perpisahan). Ke-7, menjauhkan diri dari segala yang dilarang selama beribadah haji. 
Mikat makani adalah batas tempat, lokasi, daerah, atau wilayah untuk memulai berihram haji atau berihram umrah.
Beberapa batas tempat mikat makani adalah berikut ini.
Ke-1, Mekah, untuk jamaah haji atau umrah yang tinggal di Mekah berihram dari rumah mereka. Ke-2, Bir Ali (Zul Hulaifah) untuk jamaah haji atau umrah dari arah Madinah. Ke-3, Juhfah untuk jamaah haji atau umrah dari arah Palestina, Yordania, Suriah, Lebanon, dan Mesir.
Ke-4, Qarnul Manazil untuk jamaah haji atau umrah dari arah Najad, Yaman, dan sekitarnya. Ke-5, Yalamlam untuk jamaah haji atau umrah dari arah Yaman, India, dan Indonesia yang naik kapal laut. Ke-6, Zatu Irqin untuk jamaah haji atau umrah dari arah Irak dan Iran.
Daftar Pustaka
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap). Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online