Friday, June 1, 2018

866. QURAIZHAH

PERANG QURAIZHAH
(NABI MENGHUKUM PENGKHIANAT)
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

     
       Orang-orang Yahudi datang ke Madinah, dimulai sejak Kaisar Romawi mengusirnya dan  mereka mengungsi menuju Madinah, Arab Saudi, karena menurut Taurat (kitab yang mereka yakini), akan datang seorang rasul baru di daerah perkebunan kurma.
      Kaum Yahudi di Madinah terdiri atas Bani Nadhir, Bani Qaynuqa, dan Bani Quraizhah yang umumnya lebih cerdas dibandingkan dengan penduduk Arab asli, sehingga mereka menguasai ekonomi.
     Penduduk asli Madinah terdiri atas Bani Aus dan Bani Khazraj. Bani Khazraj bersahabat dengan suku Qaynuqa dan Bani Aus berteman dengan suku Quraizhah, tetapi kaum Yahudi sering mengadu domba antara Bani Aus dengan Bani Khazraj.
      Kaum Yahudi selalu menyampaikan kepada Bani Aus dan Bani Khazraj, bahwa akan datang rasul baru di Madinah, mereka akan menjadi pengikut rasul baru dan akan berperang melawan suku Aus dan suku Khazraj.
      Ketika rasul baru yang ditunggu benar-benar datang, ternyata kaum Yahudi tidak mengakuinya, hal ini bertentangan dengan yang digembar-gemborkan dahulu. Kaum Yahudi menolak Nabi Muhammad, karena beliau bukan berasal dari bangsa Yahudi.
        Setelah Perang Khandaq selesai dan dimenangkan pasukan muslim, 10.000 pasukan kafir kembali ke daerah asal mereka dan 3.000 tentara muslim kembali ke rumah.
      Selama Perang Khandaq kaum Yahudi Bani Quraizhah telah berkhianat dengan membatalkan perjanjian secara sepihak dan mereka menusuk dari belakang dengan memberontak kepada Nabi.
      Dalam Perang Parit, pasukan muslim menghadapi musuh dari depan sekaligus dari belakang. Musuh dari depan adalah kaum Yahudi Bani Nadhir, Bani Qaynuqa, kaum Quraisy, dan kaum lainnya, sedangkan musuh dari belakang adalah kaum Yahudi Bani Quraizhah yang menyerang dari dalam kota Madinah. 
      Peristiwa itu sangat menyakitkan, Nabi ingin memberikan hukuman kepada para pengkhianat yang membatalkan perjanjian sepihak dan menyerang dari belakang sehingga terjadi Perang Quraizhah.
      Syaikh Shafiyyurahman, penulis buku Sirah Nabawi menjelaskan kisahnya, bahwa    pengkhianatan kaum Yahudi Bani Quraizhah sangat membahayakan, karena pasukan muslim dalam kondisi kritis menghadapi musuh 10.000 pasukan kafir.
      Dalam Perang Parit, 3.000 tentara muslim dikepung oleh 10.000 pasukan kafir selama lebih dari sebulan, sedangkan jumlah tentara musuh lebih banyak dibandingkan dengan seluruh penduduk Madinah.
      Pasukan kafir menyerbu dari depan, ternyata pasukan Yahudi Bani Quraizhah, yang masih terikat perjanjian untuk saling melindungi dengan umat Islam jika ada musuh dari luar, ternyata membatalkan kesepakatan sepihak.
      Sekitar 700 tentara Bani Quraizhah memberontak dan menyerang dari belakang Maadinah. Sungguh, sangat menyakitkan, karena Madinah bisa hancur lebur dan umat Islam akan musnah dari muka bumi.
      Alhamdulillah, umat Islam selamat, para wanita dan anak-anak selamat dan Madinah aman. Perang Khandaq selesai, Nabi pulang kembali ke rumah untuk melepaskan baju perang dan meletakkan senjata.
      Ketika Nabi mandi di rumah Ummu Salamah (istri Nabi), tiba-tiba Malaikat  Jibril muncul, “Wahai Rasul, apakah engkau telah mengembalikan senjata ke tempatnya?" Nabi menjawab, "Benar!"
     Jibril melanjutkan, “Kami, para malaikat belum meletakkan senjata, kami disuruh pergi lebih dahulu untuk menimbulkan kegoncangan ke dalam hati musuh”. Nabi bertanya, “Pergi ke mana?” “Ke Bani Quraizhah”, jawab malaikat Jibril. Nabi disarankan segera berangkat menuju tempat Bani Quraizhah.
      Salat Zuhur selesai, pasukan muslim tidak sempat istirahat setelah dikepung pasukan gabungan selama lebih dari sebulan dalam Perang Parit, Nabi menugaskan 3.000 tentara  muslim berangkat dengan membawa senjata lengkap untuk mengepung Bani Quraizhah. Nabi bersabda, “Semua pasukan berangkat, sekarang! Jangan melaksanakan salat Asar sebelum sampai di benteng Quraizhah.”
      Nabi ikut berangkat, pimpinan kota Madinah diserahkan kepada Ibnu Ummi Maktum, seorang sahabat Muhajirin yang buta matanya dan bendera perang dipegang oleh Ali bin Abi Thalib.
      Pengepungan benteng berlangsung 25 hari, akhirnya Bani Quraizhah menyerah. Mereka  minta berunding, Nabi menyetujui dan menyepakati  Saad bin Muadz (Kepala suku Bani Aus) dari kaum Ansar sebagai hakim yang memutuskan hukuman, karena sejak lama Bani Aus dari kaum Ansar bersahabat dengan kelompok Yahudi Bani Quraizhah.
        Bani Quraizhah mengharapkan Saad bin Muadz mengambil keputusan yang menguntungkan mereka, seperti Abdullah bin Ubay (Kepala suku Kazraj) dari kaum Ansar dahulu yang telah membela Bani Qaynuqa, ketika mereka berkhianat hanya diusir dari Madinah. 
      Setelah Bani Qaynuqa diusir dari Madinah, mereka malah menggerakkan pasukan gabungan untuk mengepung Madinah dengan membawa 10.000 tentara koalisi, maka terjadi Perang Khandaq, Abdullah bin Ubay (Kepala suku Kazraj dari kaum Ansar) adalah tokoh munafik.
      Saad bin Muadz yang terluka parah dalam Perang Khandaq dijemput dari madinah, lalu  dinaikkan ke atas kendaraan dan dibawa ke Bani Quraizhah untuk memutuskan hukuman.
      Beberapa orang Bani Quraizhah berbisik kepada Saad bin Muadz agar bersikap lunak kepada kaum Quraizhah, karena mereka telah berteman sejak zaman dahulu.
      Nabi Bersabda ketika Saad bin Muadz tiba,”Berdirilah kalian semua, hormati pemimpin kalian”. Maka semua orang berdiri menghormatinya untuk meneguhkan wibawa sebagai hakim, agar keputusannya diterima dengan penuh kepatuhan.
      Nabi bersabda,”Wahai Saad bin Muadz, semua orang akan tunduk kepada keputusanmu, maka jatuhkan hukuman sesuai yang kamu sukai.”
       Saad bin Muadz memutuskan, “Semua tentara yang terlibat pemberontakan akan dihukum mati, para wanita dan anak-anak menjadi tawanan, dan semua harta kekayaan dirampas menjadi harta rampasan perang.” Nabi bersabda, “Engkau memutuskan hukuman sesuai dengan kehendak Allah.“
      Semua tentara pemberontak diikat tangannya, dibawa ke Madinah dan dihukum mati, seorang wanita dihukum mati karena membunuh seorang tentara muslim sewaktu pengepungan benteng Quraizhah, dia menjatuhkan bongkahan besi besar sehingga menewaskan seorang pasukan muslim. 
Daftar Pustaka
1. Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfury. Sirah Nabawiyah. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta. 2006.
2. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Masjid Nabawi. Madinah 2004.
3. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Mekah. Mekah 2004
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

Related Posts:

0 comments:

Post a Comment