Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Thursday, April 5, 2018

766. CADAR

HUKUM CADAR
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang hukum menggunakan cadar menurut empat mazhab dalam agama Islam?” Berikut ini penjelasannya.
      Cadar menurut KBBI V dapat diartikan “kain penutup kepala atau muka (bagi perempuan)”, “burkak”, “kain penutup meja”, “alas meja”, atau ”seprai (untuk kasur)”. Wanita bercadar artinya seorang wanita yang menggunakan cadar, berselubung, memakai penutup kepala atau wajah.
      Al-Quran surah Al-Ahzab, surah ke-33 ayat 59.

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

      “Hai Nabi katakan kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.”
      Al-Quran surah An-Nur surah ke-24 ayat 31.

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

      “Katakan kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan menjaga kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
      Madzhab Hanafi berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat, tetapi memakai cadar hukumnya sunah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah.
      Mazhab Maliki berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunah (dianjurkan) dan menjadi wajib apabila dikhawatirkan menimbulkan fitnah, bahkan sebagian ulama mazhab Maliki berpendapat bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat yang wajib tertutup.
      Madzhab Syafii berpendapat bahwa aurat wanita di depan lelaki yang bukan mahramnya adalah seluruh tubuh, sehingga mazhab Syafii mewajibkan para wanita memakai cadar di hadapan lelaki yang bukan mahramnya.
      Madzhab Hambali berpendapat bahwa setiap bagian tubuh wanita yang telah balig adalah aurat selain wajahnya, karena wajah wanita bukan aurat dalam salat, sedangkan di luar salat, semua bagian tubuh wanita adalah aurat, termasuk wajahnya jika di hadapan lelaki atau di hadapan banci yang bukan mahramnya. Jika di hadapan sesama wanita, auratnya antara pusar hingga paha.
      Kesimpulannya, semua empat mazhab berpendapat bahwa wanita yang sudah balig DIANJURKAN bahkan HARUS memakai CADAR, karena hukumnya SUNAH bahkan WAJIB.
      Semua empat mazhab TIDAK ADA yang berpendapat bahwa wanita memakai cadar hukumnya HARAM, MAKRUH, atau MUBAH, tetapi hukumnya SUNAH bahkan WAJIB.
Daftar Pustaka.
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap).  Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online

766. CADAR

HUKUM CADAR
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang hukum menggunakan cadar menurut empat mazhab dalam agama Islam?” Berikut ini penjelasannya.
      Cadar menurut KBBI V dapat diartikan “kain penutup kepala atau muka (bagi perempuan)”, “burkak”, “kain penutup meja”, “alas meja”, atau ”seprai (untuk kasur)”. Wanita bercadar artinya seorang wanita yang menggunakan cadar, berselubung, memakai penutup kepala atau wajah.
      Al-Quran surah Al-Ahzab, surah ke-33 ayat 59.

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

      “Hai Nabi katakan kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.”
      Al-Quran surah An-Nur surah ke-24 ayat 31.

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

      “Katakan kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan menjaga kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
      Madzhab Hanafi berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat, tetapi memakai cadar hukumnya sunah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah.
      Mazhab Maliki berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunah (dianjurkan) dan menjadi wajib apabila dikhawatirkan menimbulkan fitnah, bahkan sebagian ulama mazhab Maliki berpendapat bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat yang wajib tertutup.
      Madzhab Syafii berpendapat bahwa aurat wanita di depan lelaki yang bukan mahramnya adalah seluruh tubuh, sehingga mazhab Syafii mewajibkan para wanita memakai cadar di hadapan lelaki yang bukan mahramnya.
      Madzhab Hambali berpendapat bahwa setiap bagian tubuh wanita yang telah balig adalah aurat selain wajahnya, karena wajah wanita bukan aurat dalam salat, sedangkan di luar salat, semua bagian tubuh wanita adalah aurat, termasuk wajahnya jika di hadapan lelaki atau di hadapan banci yang bukan mahramnya. Jika di hadapan sesama wanita, auratnya antara pusar hingga paha.
      Kesimpulannya, semua empat mazhab berpendapat bahwa wanita yang sudah balig DIANJURKAN bahkan HARUS memakai CADAR, karena hukumnya SUNAH bahkan WAJIB.
      Semua empat mazhab TIDAK ADA yang berpendapat bahwa wanita memakai cadar hukumnya HARAM, MAKRUH, atau MUBAH, tetapi hukumnya SUNAH bahkan WAJIB.
Daftar Pustaka.
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap).  Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online

766. CADAR

HUKUM CADAR
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang hukum menggunakan cadar menurut empat mazhab dalam agama Islam?” Berikut ini penjelasannya.
      Cadar menurut KBBI V dapat diartikan “kain penutup kepala atau muka (bagi perempuan)”, “burkak”, “kain penutup meja”, “alas meja”, atau ”seprai (untuk kasur)”. Wanita bercadar artinya seorang wanita yang menggunakan cadar, berselubung, memakai penutup kepala atau wajah.
      Al-Quran surah Al-Ahzab, surah ke-33 ayat 59.

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

      “Hai Nabi katakan kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.”
      Al-Quran surah An-Nur surah ke-24 ayat 31.

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

      “Katakan kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan menjaga kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
      Madzhab Hanafi berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat, tetapi memakai cadar hukumnya sunah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah.
      Mazhab Maliki berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunah (dianjurkan) dan menjadi wajib apabila dikhawatirkan menimbulkan fitnah, bahkan sebagian ulama mazhab Maliki berpendapat bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat yang wajib tertutup.
      Madzhab Syafii berpendapat bahwa aurat wanita di depan lelaki yang bukan mahramnya adalah seluruh tubuh, sehingga mazhab Syafii mewajibkan para wanita memakai cadar di hadapan lelaki yang bukan mahramnya.
      Madzhab Hambali berpendapat bahwa setiap bagian tubuh wanita yang telah balig adalah aurat selain wajahnya, karena wajah wanita bukan aurat dalam salat, sedangkan di luar salat, semua bagian tubuh wanita adalah aurat, termasuk wajahnya jika di hadapan lelaki atau di hadapan banci yang bukan mahramnya. Jika di hadapan sesama wanita, auratnya antara pusar hingga paha.
      Kesimpulannya, semua empat mazhab berpendapat bahwa wanita yang sudah balig DIANJURKAN bahkan HARUS memakai CADAR, karena hukumnya SUNAH bahkan WAJIB.
      Semua empat mazhab TIDAK ADA yang berpendapat bahwa wanita memakai cadar hukumnya HARAM, MAKRUH, atau MUBAH, tetapi hukumnya SUNAH bahkan WAJIB.
Daftar Pustaka.
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap).  Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online

766. CADAR

HUKUM CADAR
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang hukum menggunakan cadar menurut empat mazhab dalam agama Islam?” Berikut ini penjelasannya.
      Cadar menurut KBBI V dapat diartikan “kain penutup kepala atau muka (bagi perempuan)”, “burkak”, “kain penutup meja”, “alas meja”, atau ”seprai (untuk kasur)”. Wanita bercadar artinya seorang wanita yang menggunakan cadar, berselubung, memakai penutup kepala atau wajah.
      Al-Quran surah Al-Ahzab, surah ke-33 ayat 59.

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

      “Hai Nabi katakan kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.”
      Al-Quran surah An-Nur surah ke-24 ayat 31.

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

      “Katakan kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan menjaga kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
      Madzhab Hanafi berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat, tetapi memakai cadar hukumnya sunah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah.
      Mazhab Maliki berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunah (dianjurkan) dan menjadi wajib apabila dikhawatirkan menimbulkan fitnah, bahkan sebagian ulama mazhab Maliki berpendapat bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat yang wajib tertutup.
      Madzhab Syafii berpendapat bahwa aurat wanita di depan lelaki yang bukan mahramnya adalah seluruh tubuh, sehingga mazhab Syafii mewajibkan para wanita memakai cadar di hadapan lelaki yang bukan mahramnya.
      Madzhab Hambali berpendapat bahwa setiap bagian tubuh wanita yang telah balig adalah aurat selain wajahnya, karena wajah wanita bukan aurat dalam salat, sedangkan di luar salat, semua bagian tubuh wanita adalah aurat, termasuk wajahnya jika di hadapan lelaki atau di hadapan banci yang bukan mahramnya. Jika di hadapan sesama wanita, auratnya antara pusar hingga paha.
      Kesimpulannya, semua empat mazhab berpendapat bahwa wanita yang sudah balig DIANJURKAN bahkan HARUS memakai CADAR, karena hukumnya SUNAH bahkan WAJIB.
      Semua empat mazhab TIDAK ADA yang berpendapat bahwa wanita memakai cadar hukumnya HARAM, MAKRUH, atau MUBAH, tetapi hukumnya SUNAH bahkan WAJIB.
Daftar Pustaka.
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap).  Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online

Wednesday, April 4, 2018

765. AZAN

SEJARAH AZAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang sejarah azan dan ikamah menurut  agama Islam?” Ustad Sulaiman Rasjid menjelaskannya.
      Al-Quran surah Al-Ankabut, surah ke-29 ayat 45.

اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

      “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Quran) dan dirikan salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
      Al-Quran surah Al-Jumuah, surah ke-62 ayat 9.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

      “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkan jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
      Kata “azan” (menurut KBBI V) dapat diartikan “seruan untuk mengajak orang melakukan salat berjamaah”, atau “bang”. Sedangkan “ikamah” adalah panggilan atau seruan segera berdiri untuk salat berjamaah.
      Seruan azan dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa waktu salat fardu telah tiba dan menyerukan untuk mengerjakan salat berjamaah, serta menyiarkan agama Islam dalam masyarakat umum.
       Lafaz azan adalah berikut ini.

اَللهُ اَكْبَرُ  4 kali
اَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُx 2
اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ ×2
حَيَّ عَلَي الصَّلاَةِ ×2
حَيَّ عَلَي الْفَلاَحِ ×2
الصلاة خيرٌ من النَّوم2x khusus Subuh
اَللهُ اَكْبَرُ2x    
لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ   1x

Lafaz ikamah adalah berikut ini.

اَللهُ اَكْبَرُ 2x
اَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ
اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ
حَيَّ عَلَي الصَّلاَةِ
حَيَّ عَلَي الْفَلاَحِ
قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ 2x
اَللهُ اَكْبَرُ 2x
لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ

      Sebagian ulama berpendapat bahwa azan dan ikamah hukumnya sunah, sedangkan sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa azan dan ikamah hukumnya fardu kifayah untuk syiar Islam.
      Azan dan ikamah disyariatkan untuk salat fardu lima waktu yang dikerjakan secara berjamaah maupun sendirian. Untuk mengerjakan salat sunah tidak dianjurkan menggunakan azan dan ikamah, tetapi disarankan menyerukan “ashshalatul jamiah” (marilah salat berjamaah).
      Azan mulai disyariatkan pada tahun ke-2 Hijriah, ketika Nabi Muhammad berumur 55 tahun dan tinggal di Madinah.
      Nabi Muhammad mengumpulkan para sahabat untuk mencari cara terbaik memberitahu masuknya waktu salat lima waktu dan mengajak umat Islam agar berkumpul ke masjid untuk salat berjamaah.
      Terdapat banyak usulan yang muncul dari para sahabat, antara lain dengan mengibarkan suatu bendera sebagai tanda waktu salat lima waktu telah masuk. Apabila benderanya telah berkibar, hendaklah orang yang melihatnya memberitahu kepada orang lainnya.
     Ada sahabat yang mengusulkan supaya meniup terompet seperti yang biasa dilakukan oleh pemeluk agama Yahudi dan ada yang mengusulkan agar membunyikan sebuah lonceng seperti yang dilakukan oleh orang Nasrani.
      Terdapat sahabat yang menyarankan untuk menyalakan api di tempat yang tinggi seperti kaum Majusi ketika waktu salat tiba, agar semua orang dengan mudah melihat api atau asapnya dari tempat yang jauh.
      Nabi Muhammad menolak semua usulan cara memberitahu umat Islam untuk salat berjamaah di Masjid Nabawi, kemudian para sahabat pulang ke rumah masing-masing tanpa menghasilkan keputusan.
      Abdullah bin Zaid melaporkan mimpinya kepada Nabi Muhammad tentang lafaz azan sebagai seruan untuk salat berjamaah di Masjid Nabawi dan Nabi menyetujuinya, kemudian Nabi Muhammad menyuruh Bilal untuk menyerukan azan dari tempat yang tinggi .
Daftar Pustaka.
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap).  Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online

765. AZAN

SEJARAH AZAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang sejarah azan dan ikamah menurut  agama Islam?” Ustad Sulaiman Rasjid menjelaskannya.
      Al-Quran surah Al-Ankabut, surah ke-29 ayat 45.

اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

      “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Quran) dan dirikan salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
      Al-Quran surah Al-Jumuah, surah ke-62 ayat 9.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

      “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkan jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
      Kata “azan” (menurut KBBI V) dapat diartikan “seruan untuk mengajak orang melakukan salat berjamaah”, atau “bang”. Sedangkan “ikamah” adalah panggilan atau seruan segera berdiri untuk salat berjamaah.
      Seruan azan dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa waktu salat fardu telah tiba dan menyerukan untuk mengerjakan salat berjamaah, serta menyiarkan agama Islam dalam masyarakat umum.
       Lafaz azan adalah berikut ini.

اَللهُ اَكْبَرُ  4 kali
اَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُx 2
اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ ×2
حَيَّ عَلَي الصَّلاَةِ ×2
حَيَّ عَلَي الْفَلاَحِ ×2
الصلاة خيرٌ من النَّوم2x khusus Subuh
اَللهُ اَكْبَرُ2x    
لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ   1x

Lafaz ikamah adalah berikut ini.

اَللهُ اَكْبَرُ 2x
اَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ
اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ
حَيَّ عَلَي الصَّلاَةِ
حَيَّ عَلَي الْفَلاَحِ
قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ 2x
اَللهُ اَكْبَرُ 2x
لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ

      Sebagian ulama berpendapat bahwa azan dan ikamah hukumnya sunah, sedangkan sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa azan dan ikamah hukumnya fardu kifayah untuk syiar Islam.
      Azan dan ikamah disyariatkan untuk salat fardu lima waktu yang dikerjakan secara berjamaah maupun sendirian. Untuk mengerjakan salat sunah tidak dianjurkan menggunakan azan dan ikamah, tetapi disarankan menyerukan “ashshalatul jamiah” (marilah salat berjamaah).
      Azan mulai disyariatkan pada tahun ke-2 Hijriah, ketika Nabi Muhammad berumur 55 tahun dan tinggal di Madinah.
      Nabi Muhammad mengumpulkan para sahabat untuk mencari cara terbaik memberitahu masuknya waktu salat lima waktu dan mengajak umat Islam agar berkumpul ke masjid untuk salat berjamaah.
      Terdapat banyak usulan yang muncul dari para sahabat, antara lain dengan mengibarkan suatu bendera sebagai tanda waktu salat lima waktu telah masuk. Apabila benderanya telah berkibar, hendaklah orang yang melihatnya memberitahu kepada orang lainnya.
     Ada sahabat yang mengusulkan supaya meniup terompet seperti yang biasa dilakukan oleh pemeluk agama Yahudi dan ada yang mengusulkan agar membunyikan sebuah lonceng seperti yang dilakukan oleh orang Nasrani.
      Terdapat sahabat yang menyarankan untuk menyalakan api di tempat yang tinggi seperti kaum Majusi ketika waktu salat tiba, agar semua orang dengan mudah melihat api atau asapnya dari tempat yang jauh.
      Nabi Muhammad menolak semua usulan cara memberitahu umat Islam untuk salat berjamaah di Masjid Nabawi, kemudian para sahabat pulang ke rumah masing-masing tanpa menghasilkan keputusan.
      Abdullah bin Zaid melaporkan mimpinya kepada Nabi Muhammad tentang lafaz azan sebagai seruan untuk salat berjamaah di Masjid Nabawi dan Nabi menyetujuinya, kemudian Nabi Muhammad menyuruh Bilal untuk menyerukan azan dari tempat yang tinggi .
Daftar Pustaka.
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap).  Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online

765. AZAN

SEJARAH AZAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang sejarah azan dan ikamah menurut  agama Islam?” Ustad Sulaiman Rasjid menjelaskannya.
      Al-Quran surah Al-Ankabut, surah ke-29 ayat 45.

اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

      “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Quran) dan dirikan salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
      Al-Quran surah Al-Jumuah, surah ke-62 ayat 9.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

      “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkan jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
      Kata “azan” (menurut KBBI V) dapat diartikan “seruan untuk mengajak orang melakukan salat berjamaah”, atau “bang”. Sedangkan “ikamah” adalah panggilan atau seruan segera berdiri untuk salat berjamaah.
      Seruan azan dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa waktu salat fardu telah tiba dan menyerukan untuk mengerjakan salat berjamaah, serta menyiarkan agama Islam dalam masyarakat umum.
       Lafaz azan adalah berikut ini.

اَللهُ اَكْبَرُ  4 kali
اَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُx 2
اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ ×2
حَيَّ عَلَي الصَّلاَةِ ×2
حَيَّ عَلَي الْفَلاَحِ ×2
الصلاة خيرٌ من النَّوم2x khusus Subuh
اَللهُ اَكْبَرُ2x    
لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ   1x

Lafaz ikamah adalah berikut ini.

اَللهُ اَكْبَرُ 2x
اَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ
اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ
حَيَّ عَلَي الصَّلاَةِ
حَيَّ عَلَي الْفَلاَحِ
قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ 2x
اَللهُ اَكْبَرُ 2x
لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ

      Sebagian ulama berpendapat bahwa azan dan ikamah hukumnya sunah, sedangkan sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa azan dan ikamah hukumnya fardu kifayah untuk syiar Islam.
      Azan dan ikamah disyariatkan untuk salat fardu lima waktu yang dikerjakan secara berjamaah maupun sendirian. Untuk mengerjakan salat sunah tidak dianjurkan menggunakan azan dan ikamah, tetapi disarankan menyerukan “ashshalatul jamiah” (marilah salat berjamaah).
      Azan mulai disyariatkan pada tahun ke-2 Hijriah, ketika Nabi Muhammad berumur 55 tahun dan tinggal di Madinah.
      Nabi Muhammad mengumpulkan para sahabat untuk mencari cara terbaik memberitahu masuknya waktu salat lima waktu dan mengajak umat Islam agar berkumpul ke masjid untuk salat berjamaah.
      Terdapat banyak usulan yang muncul dari para sahabat, antara lain dengan mengibarkan suatu bendera sebagai tanda waktu salat lima waktu telah masuk. Apabila benderanya telah berkibar, hendaklah orang yang melihatnya memberitahu kepada orang lainnya.
     Ada sahabat yang mengusulkan supaya meniup terompet seperti yang biasa dilakukan oleh pemeluk agama Yahudi dan ada yang mengusulkan agar membunyikan sebuah lonceng seperti yang dilakukan oleh orang Nasrani.
      Terdapat sahabat yang menyarankan untuk menyalakan api di tempat yang tinggi seperti kaum Majusi ketika waktu salat tiba, agar semua orang dengan mudah melihat api atau asapnya dari tempat yang jauh.
      Nabi Muhammad menolak semua usulan cara memberitahu umat Islam untuk salat berjamaah di Masjid Nabawi, kemudian para sahabat pulang ke rumah masing-masing tanpa menghasilkan keputusan.
      Abdullah bin Zaid melaporkan mimpinya kepada Nabi Muhammad tentang lafaz azan sebagai seruan untuk salat berjamaah di Masjid Nabawi dan Nabi menyetujuinya, kemudian Nabi Muhammad menyuruh Bilal untuk menyerukan azan dari tempat yang tinggi .
Daftar Pustaka.
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap).  Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online

765. AZAN

SEJARAH AZAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang sejarah azan dan ikamah menurut  agama Islam?” Ustad Sulaiman Rasjid menjelaskannya.
      Al-Quran surah Al-Ankabut, surah ke-29 ayat 45.

اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

      “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Quran) dan dirikan salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
      Al-Quran surah Al-Jumuah, surah ke-62 ayat 9.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

      “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkan jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
      Kata “azan” (menurut KBBI V) dapat diartikan “seruan untuk mengajak orang melakukan salat berjamaah”, atau “bang”. Sedangkan “ikamah” adalah panggilan atau seruan segera berdiri untuk salat berjamaah.
      Seruan azan dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa waktu salat fardu telah tiba dan menyerukan untuk mengerjakan salat berjamaah, serta menyiarkan agama Islam dalam masyarakat umum.
       Lafaz azan adalah berikut ini.

اَللهُ اَكْبَرُ  4 kali
اَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُx 2
اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ ×2
حَيَّ عَلَي الصَّلاَةِ ×2
حَيَّ عَلَي الْفَلاَحِ ×2
الصلاة خيرٌ من النَّوم2x khusus Subuh
اَللهُ اَكْبَرُ2x    
لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ   1x

Lafaz ikamah adalah berikut ini.

اَللهُ اَكْبَرُ 2x
اَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ
اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ
حَيَّ عَلَي الصَّلاَةِ
حَيَّ عَلَي الْفَلاَحِ
قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ 2x
اَللهُ اَكْبَرُ 2x
لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ

      Sebagian ulama berpendapat bahwa azan dan ikamah hukumnya sunah, sedangkan sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa azan dan ikamah hukumnya fardu kifayah untuk syiar Islam.
      Azan dan ikamah disyariatkan untuk salat fardu lima waktu yang dikerjakan secara berjamaah maupun sendirian. Untuk mengerjakan salat sunah tidak dianjurkan menggunakan azan dan ikamah, tetapi disarankan menyerukan “ashshalatul jamiah” (marilah salat berjamaah).
      Azan mulai disyariatkan pada tahun ke-2 Hijriah, ketika Nabi Muhammad berumur 55 tahun dan tinggal di Madinah.
      Nabi Muhammad mengumpulkan para sahabat untuk mencari cara terbaik memberitahu masuknya waktu salat lima waktu dan mengajak umat Islam agar berkumpul ke masjid untuk salat berjamaah.
      Terdapat banyak usulan yang muncul dari para sahabat, antara lain dengan mengibarkan suatu bendera sebagai tanda waktu salat lima waktu telah masuk. Apabila benderanya telah berkibar, hendaklah orang yang melihatnya memberitahu kepada orang lainnya.
     Ada sahabat yang mengusulkan supaya meniup terompet seperti yang biasa dilakukan oleh pemeluk agama Yahudi dan ada yang mengusulkan agar membunyikan sebuah lonceng seperti yang dilakukan oleh orang Nasrani.
      Terdapat sahabat yang menyarankan untuk menyalakan api di tempat yang tinggi seperti kaum Majusi ketika waktu salat tiba, agar semua orang dengan mudah melihat api atau asapnya dari tempat yang jauh.
      Nabi Muhammad menolak semua usulan cara memberitahu umat Islam untuk salat berjamaah di Masjid Nabawi, kemudian para sahabat pulang ke rumah masing-masing tanpa menghasilkan keputusan.
      Abdullah bin Zaid melaporkan mimpinya kepada Nabi Muhammad tentang lafaz azan sebagai seruan untuk salat berjamaah di Masjid Nabawi dan Nabi menyetujuinya, kemudian Nabi Muhammad menyuruh Bilal untuk menyerukan azan dari tempat yang tinggi .
Daftar Pustaka.
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap).  Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online

765. AZAN

SEJARAH AZAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang sejarah azan dan ikamah menurut  agama Islam?” Ustad Sulaiman Rasjid menjelaskannya.
      Al-Quran surah Al-Ankabut, surah ke-29 ayat 45.

اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

      “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Quran) dan dirikan salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
      Al-Quran surah Al-Jumuah, surah ke-62 ayat 9.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

      “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkan jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
      Kata “azan” (menurut KBBI V) dapat diartikan “seruan untuk mengajak orang melakukan salat berjamaah”, atau “bang”. Sedangkan “ikamah” adalah panggilan atau seruan segera berdiri untuk salat berjamaah.
      Seruan azan dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa waktu salat fardu telah tiba dan menyerukan untuk mengerjakan salat berjamaah, serta menyiarkan agama Islam dalam masyarakat umum.
       Lafaz azan adalah berikut ini.

اَللهُ اَكْبَرُ  4 kali
اَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُx 2
اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ ×2
حَيَّ عَلَي الصَّلاَةِ ×2
حَيَّ عَلَي الْفَلاَحِ ×2
الصلاة خيرٌ من النَّوم2x khusus Subuh
اَللهُ اَكْبَرُ2x    
لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ   1x

Lafaz ikamah adalah berikut ini.

اَللهُ اَكْبَرُ 2x
اَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ
اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ
حَيَّ عَلَي الصَّلاَةِ
حَيَّ عَلَي الْفَلاَحِ
قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ 2x
اَللهُ اَكْبَرُ 2x
لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ

      Sebagian ulama berpendapat bahwa azan dan ikamah hukumnya sunah, sedangkan sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa azan dan ikamah hukumnya fardu kifayah untuk syiar Islam.
      Azan dan ikamah disyariatkan untuk salat fardu lima waktu yang dikerjakan secara berjamaah maupun sendirian. Untuk mengerjakan salat sunah tidak dianjurkan menggunakan azan dan ikamah, tetapi disarankan menyerukan “ashshalatul jamiah” (marilah salat berjamaah).
      Azan mulai disyariatkan pada tahun ke-2 Hijriah, ketika Nabi Muhammad berumur 55 tahun dan tinggal di Madinah.
      Nabi Muhammad mengumpulkan para sahabat untuk mencari cara terbaik memberitahu masuknya waktu salat lima waktu dan mengajak umat Islam agar berkumpul ke masjid untuk salat berjamaah.
      Terdapat banyak usulan yang muncul dari para sahabat, antara lain dengan mengibarkan suatu bendera sebagai tanda waktu salat lima waktu telah masuk. Apabila benderanya telah berkibar, hendaklah orang yang melihatnya memberitahu kepada orang lainnya.
     Ada sahabat yang mengusulkan supaya meniup terompet seperti yang biasa dilakukan oleh pemeluk agama Yahudi dan ada yang mengusulkan agar membunyikan sebuah lonceng seperti yang dilakukan oleh orang Nasrani.
      Terdapat sahabat yang menyarankan untuk menyalakan api di tempat yang tinggi seperti kaum Majusi ketika waktu salat tiba, agar semua orang dengan mudah melihat api atau asapnya dari tempat yang jauh.
      Nabi Muhammad menolak semua usulan cara memberitahu umat Islam untuk salat berjamaah di Masjid Nabawi, kemudian para sahabat pulang ke rumah masing-masing tanpa menghasilkan keputusan.
      Abdullah bin Zaid melaporkan mimpinya kepada Nabi Muhammad tentang lafaz azan sebagai seruan untuk salat berjamaah di Masjid Nabawi dan Nabi menyetujuinya, kemudian Nabi Muhammad menyuruh Bilal untuk menyerukan azan dari tempat yang tinggi .
Daftar Pustaka.
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap).  Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online

765. AZAN

SEJARAH AZAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang sejarah azan dan ikamah menurut  agama Islam?” Ustad Sulaiman Rasjid menjelaskannya.
      Al-Quran surah Al-Ankabut, surah ke-29 ayat 45.

اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

      “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Quran) dan dirikan salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
      Al-Quran surah Al-Jumuah, surah ke-62 ayat 9.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

      “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkan jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
      Kata “azan” (menurut KBBI V) dapat diartikan “seruan untuk mengajak orang melakukan salat berjamaah”, atau “bang”. Sedangkan “ikamah” adalah panggilan atau seruan segera berdiri untuk salat berjamaah.
      Seruan azan dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa waktu salat fardu telah tiba dan menyerukan untuk mengerjakan salat berjamaah, serta menyiarkan agama Islam dalam masyarakat umum.
       Lafaz azan adalah berikut ini.

اَللهُ اَكْبَرُ  4 kali
اَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُx 2
اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ ×2
حَيَّ عَلَي الصَّلاَةِ ×2
حَيَّ عَلَي الْفَلاَحِ ×2
الصلاة خيرٌ من النَّوم2x khusus Subuh
اَللهُ اَكْبَرُ2x    
لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ   1x

Lafaz ikamah adalah berikut ini.

اَللهُ اَكْبَرُ 2x
اَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ
اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ
حَيَّ عَلَي الصَّلاَةِ
حَيَّ عَلَي الْفَلاَحِ
قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ 2x
اَللهُ اَكْبَرُ 2x
لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ

      Sebagian ulama berpendapat bahwa azan dan ikamah hukumnya sunah, sedangkan sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa azan dan ikamah hukumnya fardu kifayah untuk syiar Islam.
      Azan dan ikamah disyariatkan untuk salat fardu lima waktu yang dikerjakan secara berjamaah maupun sendirian. Untuk mengerjakan salat sunah tidak dianjurkan menggunakan azan dan ikamah, tetapi disarankan menyerukan “ashshalatul jamiah” (marilah salat berjamaah).
      Azan mulai disyariatkan pada tahun ke-2 Hijriah, ketika Nabi Muhammad berumur 55 tahun dan tinggal di Madinah.
      Nabi Muhammad mengumpulkan para sahabat untuk mencari cara terbaik memberitahu masuknya waktu salat lima waktu dan mengajak umat Islam agar berkumpul ke masjid untuk salat berjamaah.
      Terdapat banyak usulan yang muncul dari para sahabat, antara lain dengan mengibarkan suatu bendera sebagai tanda waktu salat lima waktu telah masuk. Apabila benderanya telah berkibar, hendaklah orang yang melihatnya memberitahu kepada orang lainnya.
     Ada sahabat yang mengusulkan supaya meniup terompet seperti yang biasa dilakukan oleh pemeluk agama Yahudi dan ada yang mengusulkan agar membunyikan sebuah lonceng seperti yang dilakukan oleh orang Nasrani.
      Terdapat sahabat yang menyarankan untuk menyalakan api di tempat yang tinggi seperti kaum Majusi ketika waktu salat tiba, agar semua orang dengan mudah melihat api atau asapnya dari tempat yang jauh.
      Nabi Muhammad menolak semua usulan cara memberitahu umat Islam untuk salat berjamaah di Masjid Nabawi, kemudian para sahabat pulang ke rumah masing-masing tanpa menghasilkan keputusan.
      Abdullah bin Zaid melaporkan mimpinya kepada Nabi Muhammad tentang lafaz azan sebagai seruan untuk salat berjamaah di Masjid Nabawi dan Nabi menyetujuinya, kemudian Nabi Muhammad menyuruh Bilal untuk menyerukan azan dari tempat yang tinggi .
Daftar Pustaka.
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap).  Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online

765. AZAN

SEJARAH AZAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M


      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang sejarah azan dan ikamah menurut  agama Islam?” Ustad Sulaiman Rasjid menjelaskannya.
      Al-Quran surah Al-Ankabut, surah ke-29 ayat 45.

اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

      “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Quran) dan dirikan salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
      Al-Quran surah Al-Jumuah, surah ke-62 ayat 9.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

      “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkan jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
      Kata “azan” (menurut KBBI V) dapat diartikan “seruan untuk mengajak orang melakukan salat berjamaah”, atau “bang”. Sedangkan “ikamah” adalah panggilan atau seruan segera berdiri untuk salat berjamaah.
      Seruan azan dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa waktu salat fardu telah tiba dan menyerukan untuk mengerjakan salat berjamaah, serta menyiarkan agama Islam dalam masyarakat umum.
       Lafaz azan adalah berikut ini.

اَللهُ اَكْبَرُ  4 kali
اَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُx 2
اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ ×2
حَيَّ عَلَي الصَّلاَةِ ×2
حَيَّ عَلَي الْفَلاَحِ ×2
الصلاة خيرٌ من النَّوم2x khusus Subuh
اَللهُ اَكْبَرُ2x    
لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ   1x

Lafaz ikamah adalah berikut ini.

اَللهُ اَكْبَرُ 2x
اَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ
اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ
حَيَّ عَلَي الصَّلاَةِ
حَيَّ عَلَي الْفَلاَحِ
قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ 2x
اَللهُ اَكْبَرُ 2x
لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ

      Sebagian ulama berpendapat bahwa azan dan ikamah hukumnya sunah, sedangkan sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa azan dan ikamah hukumnya fardu kifayah untuk syiar Islam.
      Azan dan ikamah disyariatkan untuk salat fardu lima waktu yang dikerjakan secara berjamaah maupun sendirian. Untuk mengerjakan salat sunah tidak dianjurkan menggunakan azan dan ikamah, tetapi disarankan menyerukan “ashshalatul jamiah” (marilah salat berjamaah).
      Azan mulai disyariatkan pada tahun ke-2 Hijriah, ketika Nabi Muhammad berumur 55 tahun dan tinggal di Madinah.
      Nabi Muhammad mengumpulkan para sahabat untuk mencari cara terbaik memberitahu masuknya waktu salat lima waktu dan mengajak umat Islam agar berkumpul ke masjid untuk salat berjamaah.
      Terdapat banyak usulan yang muncul dari para sahabat, antara lain dengan mengibarkan suatu bendera sebagai tanda waktu salat lima waktu telah masuk. Apabila benderanya telah berkibar, hendaklah orang yang melihatnya memberitahu kepada orang lainnya.
     Ada sahabat yang mengusulkan supaya meniup terompet seperti yang biasa dilakukan oleh pemeluk agama Yahudi dan ada yang mengusulkan agar membunyikan sebuah lonceng seperti yang dilakukan oleh orang Nasrani.
      Terdapat sahabat yang menyarankan untuk menyalakan api di tempat yang tinggi seperti kaum Majusi ketika waktu salat tiba, agar semua orang dengan mudah melihat api atau asapnya dari tempat yang jauh.
      Nabi Muhammad menolak semua usulan cara memberitahu umat Islam untuk salat berjamaah di Masjid Nabawi, kemudian para sahabat pulang ke rumah masing-masing tanpa menghasilkan keputusan.
      Abdullah bin Zaid melaporkan mimpinya kepada Nabi Muhammad tentang lafaz azan sebagai seruan untuk salat berjamaah di Masjid Nabawi dan Nabi menyetujuinya, kemudian Nabi Muhammad menyuruh Bilal untuk menyerukan azan dari tempat yang tinggi .
Daftar Pustaka.
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap).  Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online