Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Wednesday, July 4, 2018

926. TAFSIR KINI

TAFSIR AL-QURAN SEKARANG
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang cara memahami ayat-ayat Al-Quran pada zaman sekarang? Apakah Al-Quran harus dipahami seperti para sahabat Nabi atau para orang tua kita masa dahulu? Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Jika umat Islam tidak boleh membenarkan atau menyalahkan suatu teori ilmiah atau penemuan sains terbaru dengan ayat-ayat Al-Quran, maka muncul pertanyaan, “Apakah Al-Quran harus dipahami sesuai dengan paham para sahabat Nabi Muhammad atau orang tua kita zaman dahulu?”
     Sebagian ulama berpendapat bahwa hukumnya “fardu ain” (kewajiban perseorangan) bagi setiap orang Islam untuk membaca, mempelajari, dan memahami tafsir Al-Quran dan berusaha menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
     Setiap umat Islam wajib mempelajari dan memahami Al-Quran, tetapi bukan berarti harus memahami sesuai dengan pemahaman orang-orang zaman terdahulu, karena umat Islam diperintahkan oleh Al-Quran untuk menggunakan akal pikirannya, serta tidak boleh hanya mengikuti orang tua dan nenek moyang mereka, tanpa memperhatikan dasar dan alasan yang mereka lakukan.
      Hal ini, bukan berarti semua umat Islam boleh berpendapat tentang ayat-ayat  Al-Quran apabila belum memenuhi persyaratan yang dibutuhkan, hanya orang Islam yang memenuhi syarat yang wajib berusaha memahami Al-Quran, karena ayat Al-Quran tidak diturunkan khusus untuk orang Arab pada zaman Nabi saja.
      Al-Quran diturunkan oleh Allah melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai pedoman manusia sampai akhir zaman, umat Islam diajak berdialog oleh Al-Quran, dan diperintahkan untuk memikirkan isi Al-Quran sesuai dengan akal pikirannya.
      Akal pikiran ialah anugerah dari Allah, tetapi cara penggunaannya setiap orang berbeda-beda yang disebabkan perbedaan latar belakang pendidikan, lingkungan, kebudayaan, dan pengalaman lainnya.
    Para ulama berpendapat bahwa umat Islam berkewajiban memahami Al-Quran pada masa kini sebagaimana wajibnya orang-orang Arab yang hidup pada zaman Nabi Muhammad, sehingga umat Islam harus berpikir kontemporer (berpikir sesuai dengan kondisi zaman sekarang).
     Berpikir secara kontemporer tidak berarti menafsirkan Al-Quran sesuai dengan teori ilmiah atau penemuan mutakhir, tetapi kita dapat menggunakan pendapat para ahli dan ilmuwan untuk membantu memahami ayat-ayat  Al-Quran secara fair, jujur, dan adil.
      Misalnya, pada zaman dahulu dan bahkan hingga kini, para ulama menafsirkan arti kata “al-'alaq” dalam ayat Al-Quran yang menerangkan proses kejadian janin dengan “al-dam al-jamid” (segumpal darah yang beku).
        Penafsiran seperti ini terdapat dalam semua kitab tafsir terdahulu, bahkan terjemahan dalam bahasa Inggrisnya “al-alaq” adalah “the clot” (darah setengah beku) yang merupakan periode kedua dari kejadian janin.
      Al-Quran surah Al-Mukminun (surah ke-23) ayat 12-14 menurut terjemahan Prof. M. Hasby Ashiddieqi dalam tafsirnya An-Nur.

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ ۚ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ

     Dan sesungguhnya telah Kami jadikan manusia dari tanah yang bersih, kemudian Kami jadikannya air mani yang disimpan dalam tempat yang kukuh, kemudian Kami jadikan air mani itu segumpal darah, lalu Kami jadikannya sepotong daging. Dari daging itu Kami jadikan tulang, tulang itu Kami bungkus dengan daging, dan kemudian Kami menjadikannya makhluk yang baru (manusia yang sempurna). Maha berbahagia Allah Tuhan sepandai-pandai yang menjadikan sesuatu.
      Menurut ilmu kedokteran modern sekarang, dapat disimpulkan proses kejadian manusia terdiri atas lima periode, yaitu “al-nuthfah”, “al-alaq”, “al-mudhghah”,  “al-iIdzam”,  dan “al-lahm”.
      Orang-orang yang mempelajari tentang embriologi modern dan meyakini akan kebenaran ayat-ayat Al-Quran, maka dia sulit menafsirkan kalimat “al-'alaq” dengan “segumpal darah yang beku”.
      Menurut ilmu embriologi modern, proses kejadian manusia terbagi tiga periode berikut ini.
      Ke-1, Periode ovum yaitu mulai dari fertilisasi (pembuahan) karena adanya pertemuan antara sel kelamin bapak (sperma) dengan sel ibu (ovum), yang kedua intinya bersatu dan membentuk struktur atau zat baru yang disebut zygote.
     Setelah fertilisasi berlangsung, zygote membelah menjadi dua, empat, delapan, enam belas sel, dan seterusnya yang selama proses pembelahan, zygote bergerak menuju kantong kehamilan, kemudian melekat dan akhirnya masuk ke dinding rahim. Peristiwa ini dikenal dengan nama implantasi.
     Ke-2, Periode embrio yaitu periode pembentukan organ yang kadang kala organ tidak terbentuk dengan sempurna, jika hasil pembelahan zygote tidak bergantung atau berdempet pada dinding Rahim, maka dapat mengakibatkan keguguran atau kelahiran dengan cacat bawaan.
      Ke-3, Periode foetus yaitu periode perkembangan dan penyempurnaan organ dengan perkembangan yang sangat cepat dan berakhir pada waktu kelahiran.
      Kesimpulannya, semua umat Islam yang memenuhi syarat, wajib berusaha memahami Al-Quran sesuai dengan perkembangan zaman, karena ayat Al-Quran tidak diturunkan khusus untuk orang Arab pada zaman Nabi Muhammad saja, tetapi Al-Quran diturunkan Allah melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai pedoman manusia sampai akhir zaman.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
3. Al-Mubarakfury, Syaikh Shafiyurrahman. Sirah Nabawiyah. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta. 2006.
4. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Masjid Nabawi. Madinah 2004.
5. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Mekah. Mekah 2004
6. Al-Kandahlawi, Maulana Muhammad Zakaria. Himpunan Fadhilah Amal. Penebit Ash-Shaff. Jogyakarta. 2000.
7. Hisyam, Ibnu. Sirah Nabawiyah. Sejarah Lengkap Kehidupan Rasulullah.
8. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.
9. Tafsirq.com online

926. TAFSIR KINI

TAFSIR AL-QURAN SEKARANG
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang cara memahami ayat-ayat Al-Quran pada zaman sekarang? Apakah Al-Quran harus dipahami seperti para sahabat Nabi atau para orang tua kita masa dahulu? Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Jika umat Islam tidak boleh membenarkan atau menyalahkan suatu teori ilmiah atau penemuan sains terbaru dengan ayat-ayat Al-Quran, maka muncul pertanyaan, “Apakah Al-Quran harus dipahami sesuai dengan paham para sahabat Nabi Muhammad atau orang tua kita zaman dahulu?”
     Sebagian ulama berpendapat bahwa hukumnya “fardu ain” (kewajiban perseorangan) bagi setiap orang Islam untuk membaca, mempelajari, dan memahami tafsir Al-Quran dan berusaha menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
     Setiap umat Islam wajib mempelajari dan memahami Al-Quran, tetapi bukan berarti harus memahami sesuai dengan pemahaman orang-orang zaman terdahulu, karena umat Islam diperintahkan oleh Al-Quran untuk menggunakan akal pikirannya, serta tidak boleh hanya mengikuti orang tua dan nenek moyang mereka, tanpa memperhatikan dasar dan alasan yang mereka lakukan.
      Hal ini, bukan berarti semua umat Islam boleh berpendapat tentang ayat-ayat  Al-Quran apabila belum memenuhi persyaratan yang dibutuhkan, hanya orang Islam yang memenuhi syarat yang wajib berusaha memahami Al-Quran, karena ayat Al-Quran tidak diturunkan khusus untuk orang Arab pada zaman Nabi saja.
      Al-Quran diturunkan oleh Allah melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai pedoman manusia sampai akhir zaman, umat Islam diajak berdialog oleh Al-Quran, dan diperintahkan untuk memikirkan isi Al-Quran sesuai dengan akal pikirannya.
      Akal pikiran ialah anugerah dari Allah, tetapi cara penggunaannya setiap orang berbeda-beda yang disebabkan perbedaan latar belakang pendidikan, lingkungan, kebudayaan, dan pengalaman lainnya.
    Para ulama berpendapat bahwa umat Islam berkewajiban memahami Al-Quran pada masa kini sebagaimana wajibnya orang-orang Arab yang hidup pada zaman Nabi Muhammad, sehingga umat Islam harus berpikir kontemporer (berpikir sesuai dengan kondisi zaman sekarang).
     Berpikir secara kontemporer tidak berarti menafsirkan Al-Quran sesuai dengan teori ilmiah atau penemuan mutakhir, tetapi kita dapat menggunakan pendapat para ahli dan ilmuwan untuk membantu memahami ayat-ayat  Al-Quran secara fair, jujur, dan adil.
      Misalnya, pada zaman dahulu dan bahkan hingga kini, para ulama menafsirkan arti kata “al-'alaq” dalam ayat Al-Quran yang menerangkan proses kejadian janin dengan “al-dam al-jamid” (segumpal darah yang beku).
        Penafsiran seperti ini terdapat dalam semua kitab tafsir terdahulu, bahkan terjemahan dalam bahasa Inggrisnya “al-alaq” adalah “the clot” (darah setengah beku) yang merupakan periode kedua dari kejadian janin.
      Al-Quran surah Al-Mukminun (surah ke-23) ayat 12-14 menurut terjemahan Prof. M. Hasby Ashiddieqi dalam tafsirnya An-Nur.

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ ۚ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ

     Dan sesungguhnya telah Kami jadikan manusia dari tanah yang bersih, kemudian Kami jadikannya air mani yang disimpan dalam tempat yang kukuh, kemudian Kami jadikan air mani itu segumpal darah, lalu Kami jadikannya sepotong daging. Dari daging itu Kami jadikan tulang, tulang itu Kami bungkus dengan daging, dan kemudian Kami menjadikannya makhluk yang baru (manusia yang sempurna). Maha berbahagia Allah Tuhan sepandai-pandai yang menjadikan sesuatu.
      Menurut ilmu kedokteran modern sekarang, dapat disimpulkan proses kejadian manusia terdiri atas lima periode, yaitu “al-nuthfah”, “al-alaq”, “al-mudhghah”,  “al-iIdzam”,  dan “al-lahm”.
      Orang-orang yang mempelajari tentang embriologi modern dan meyakini akan kebenaran ayat-ayat Al-Quran, maka dia sulit menafsirkan kalimat “al-'alaq” dengan “segumpal darah yang beku”.
      Menurut ilmu embriologi modern, proses kejadian manusia terbagi tiga periode berikut ini.
      Ke-1, Periode ovum yaitu mulai dari fertilisasi (pembuahan) karena adanya pertemuan antara sel kelamin bapak (sperma) dengan sel ibu (ovum), yang kedua intinya bersatu dan membentuk struktur atau zat baru yang disebut zygote.
     Setelah fertilisasi berlangsung, zygote membelah menjadi dua, empat, delapan, enam belas sel, dan seterusnya yang selama proses pembelahan, zygote bergerak menuju kantong kehamilan, kemudian melekat dan akhirnya masuk ke dinding rahim. Peristiwa ini dikenal dengan nama implantasi.
     Ke-2, Periode embrio yaitu periode pembentukan organ yang kadang kala organ tidak terbentuk dengan sempurna, jika hasil pembelahan zygote tidak bergantung atau berdempet pada dinding Rahim, maka dapat mengakibatkan keguguran atau kelahiran dengan cacat bawaan.
      Ke-3, Periode foetus yaitu periode perkembangan dan penyempurnaan organ dengan perkembangan yang sangat cepat dan berakhir pada waktu kelahiran.
      Kesimpulannya, semua umat Islam yang memenuhi syarat, wajib berusaha memahami Al-Quran sesuai dengan perkembangan zaman, karena ayat Al-Quran tidak diturunkan khusus untuk orang Arab pada zaman Nabi Muhammad saja, tetapi Al-Quran diturunkan Allah melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai pedoman manusia sampai akhir zaman.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
3. Al-Mubarakfury, Syaikh Shafiyurrahman. Sirah Nabawiyah. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta. 2006.
4. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Masjid Nabawi. Madinah 2004.
5. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Mekah. Mekah 2004
6. Al-Kandahlawi, Maulana Muhammad Zakaria. Himpunan Fadhilah Amal. Penebit Ash-Shaff. Jogyakarta. 2000.
7. Hisyam, Ibnu. Sirah Nabawiyah. Sejarah Lengkap Kehidupan Rasulullah.
8. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.
9. Tafsirq.com online

926? TAFSIR KINI

TAFSIR AL-QURAN SEKARANG
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang cara memahami ayat-ayat Al-Quran pada zaman sekarang? Apakah Al-Quran harus dipahami seperti para sahabat Nabi atau para orang tua kita masa dahulu? Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Jika umat Islam tidak boleh membenarkan atau menyalahkan suatu teori ilmiah atau penemuan sains terbaru dengan ayat-ayat Al-Quran, maka muncul pertanyaan, “Apakah Al-Quran harus dipahami sesuai dengan paham para sahabat Nabi Muhammad atau orang tua kita zaman dahulu?”
     Sebagian ulama berpendapat bahwa hukumnya “fardu ain” (kewajiban perseorangan) bagi setiap orang Islam untuk membaca, mempelajari, dan memahami tafsir Al-Quran dan berusaha menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
     Setiap umat Islam wajib mempelajari dan memahami Al-Quran, tetapi bukan berarti harus memahami sesuai dengan pemahaman orang-orang zaman terdahulu, karena umat Islam diperintahkan oleh Al-Quran untuk menggunakan akal pikirannya, serta tidak boleh hanya mengikuti orang tua dan nenek moyang mereka, tanpa memperhatikan dasar dan alasan yang mereka lakukan.
      Hal ini, bukan berarti semua umat Islam boleh berpendapat tentang ayat-ayat  Al-Quran apabila belum memenuhi persyaratan yang dibutuhkan, hanya orang Islam yang memenuhi syarat yang wajib berusaha memahami Al-Quran, karena ayat Al-Quran tidak diturunkan khusus untuk orang Arab pada zaman Nabi saja.
      Al-Quran diturunkan oleh Allah melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai pedoman manusia sampai akhir zaman, umat Islam diajak berdialog oleh Al-Quran, dan diperintahkan untuk memikirkan isi Al-Quran sesuai dengan akal pikirannya.
      Akal pikiran ialah anugerah dari Allah, tetapi cara penggunaannya setiap orang berbeda-beda yang disebabkan perbedaan latar belakang pendidikan, lingkungan, kebudayaan, dan pengalaman lainnya.
    Para ulama berpendapat bahwa umat Islam berkewajiban memahami Al-Quran pada masa kini sebagaimana wajibnya orang-orang Arab yang hidup pada zaman Nabi Muhammad, sehingga umat Islam harus berpikir kontemporer (berpikir sesuai dengan kondisi zaman sekarang).
     Berpikir secara kontemporer tidak berarti menafsirkan Al-Quran sesuai dengan teori ilmiah atau penemuan mutakhir, tetapi kita dapat menggunakan pendapat para ahli dan ilmuwan untuk membantu memahami ayat-ayat  Al-Quran secara fair, jujur, dan adil.
      Misalnya, pada zaman dahulu dan bahkan hingga kini, para ulama menafsirkan arti kata “al-'alaq” dalam ayat Al-Quran yang menerangkan proses kejadian janin dengan “al-dam al-jamid” (segumpal darah yang beku).
        Penafsiran seperti ini terdapat dalam semua kitab tafsir terdahulu, bahkan terjemahan dalam bahasa Inggrisnya “al-alaq” adalah “the clot” (darah setengah beku) yang merupakan periode kedua dari kejadian janin.
      Al-Quran surah Al-Mukminun (surah ke-23) ayat 12-14 menurut terjemahan Prof. M. Hasby Ashiddieqi dalam tafsirnya An-Nur.

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ ۚ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ

     Dan sesungguhnya telah Kami jadikan manusia dari tanah yang bersih, kemudian Kami jadikannya air mani yang disimpan dalam tempat yang kukuh, kemudian Kami jadikan air mani itu segumpal darah, lalu Kami jadikannya sepotong daging. Dari daging itu Kami jadikan tulang, tulang itu Kami bungkus dengan daging, dan kemudian Kami menjadikannya makhluk yang baru (manusia yang sempurna). Maha berbahagia Allah Tuhan sepandai-pandai yang menjadikan sesuatu.
      Menurut ilmu kedokteran modern sekarang, dapat disimpulkan proses kejadian manusia terdiri atas lima periode, yaitu “al-nuthfah”, “al-alaq”, “al-mudhghah”,  “al-iIdzam”,  dan “al-lahm”.
      Orang-orang yang mempelajari tentang embriologi modern dan meyakini akan kebenaran ayat-ayat Al-Quran, maka dia sulit menafsirkan kalimat “al-'alaq” dengan “segumpal darah yang beku”.
      Menurut ilmu embriologi modern, proses kejadian manusia terbagi tiga periode berikut ini.
      Ke-1, Periode ovum yaitu mulai dari fertilisasi (pembuahan) karena adanya pertemuan antara sel kelamin bapak (sperma) dengan sel ibu (ovum), yang kedua intinya bersatu dan membentuk struktur atau zat baru yang disebut zygote.
     Setelah fertilisasi berlangsung, zygote membelah menjadi dua, empat, delapan, enam belas sel, dan seterusnya yang selama proses pembelahan, zygote bergerak menuju kantong kehamilan, kemudian melekat dan akhirnya masuk ke dinding rahim. Peristiwa ini dikenal dengan nama implantasi.
     Ke-2, Periode embrio yaitu periode pembentukan organ yang kadang kala organ tidak terbentuk dengan sempurna, jika hasil pembelahan zygote tidak bergantung atau berdempet pada dinding Rahim, maka dapat mengakibatkan keguguran atau kelahiran dengan cacat bawaan.
      Ke-3, Periode foetus yaitu periode perkembangan dan penyempurnaan organ dengan perkembangan yang sangat cepat dan berakhir pada waktu kelahiran.
      Kesimpulannya, semua umat Islam yang memenuhi syarat, wajib berusaha memahami Al-Quran sesuai dengan perkembangan zaman, karena ayat Al-Quran tidak diturunkan khusus untuk orang Arab pada zaman Nabi Muhammad saja, tetapi Al-Quran diturunkan Allah melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai pedoman manusia sampai akhir zaman.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
3. Al-Mubarakfury, Syaikh Shafiyurrahman. Sirah Nabawiyah. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta. 2006.
4. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Masjid Nabawi. Madinah 2004.
5. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Mekah. Mekah 2004
6. Al-Kandahlawi, Maulana Muhammad Zakaria. Himpunan Fadhilah Amal. Penebit Ash-Shaff. Jogyakarta. 2000.
7. Hisyam, Ibnu. Sirah Nabawiyah. Sejarah Lengkap Kehidupan Rasulullah.
8. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.
9. Tafsirq.com online

925. MELUAS

TAFSIR ILMIAH MELUAS
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, MM

      Beberapa orang bertanya,”Mengapa tafsir ilmiah Al-Quran semakin meluas dan faktor apakah yang menyebabkan tafsir ilmiah terhadap Al-Quran semakin banyak? Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Sejak pertengahan abad ke-19, umat Islam menghadapi tantangan hebat, bukan hanya terbatas dalam bidang politik atau militer, tetapi meluas hingga meliputi bidang sosial dan budaya.
       Tantangan ini berpengaruh besar terhadap pandangan hidup dan pemikiran sebagian besar umat Islam, karena umat Islam melihat kekuatan Barat dan kemajuan sains dan teknologinya, sedangkan pihak umat Islam merasakan kelemahan dan kemunduran dalam lapangan kehidupan dan sains.
      Keadaan ini menimbulkan perasaan “inferiority complex” (perasaan rendah diri) pada sebagian besar umat Islam, kemudian para cendekiawan Islam berusaha memberikan reaksi dengan berbagai cara.     
      Sebagian cendekiawan Islam bersikap  apatis dan acuh tak acuh terhadap kemajuan tersebut, sebagian intelek Islam menyerah kalah dengan mengikuti segala sesuatu yang bercorak Barat, termasuk sikap, perilaku, kepribadian, dan adat kebiasaan.     
       Sebagian cendekiawan lainnya mengajak umat Islam untuk menerima, mempelajari, dan memperdalam sains dan sistem  yang dipergunakan Barat dalam mencapai kemajuan tanpa meninggalkan kepribadian dan prinsip agama Islam.
       Karena sebagian besar umat Islam sejak pertengahan abad ke-19 diliputi perasaan rendah diri dan minder, maka mereka berusaha membuat kompensasi atau melarikan diri dengan bermacam cara.
      Salah satu caranya dengan mengingat kejayaan Islam dan peninggalan nenek moyang masa lampau yang kemudian melahirkan sastra kebanggaan dan kejayaan Islam yang berpengaruh besar terhadap perkembangan pemikiran umat Islam dalam menafsirkan Al-Quran.
     Setiap ada penemuan baru, para cendekiawan Islam berkata,”Al-Quran sejak lama telah menyatakan hal itu, dan mendahului ilmu pengetahuan dalam penemuannya.” Hal itu terjadi karena kompensasi perasaan minder dan rendah diri.
      Melihat  hal itu membuat para penemu sains dan teknologi modern non-Islam tersenyum sinis seakan mengejek umat Islam yang kadang kala disertai dengan kata-kata satire (yang bersifat memandang bodoh dan rendah umat Islam).
     Para ahli Barat berkata,“Kalau demikian, mengapa tuan-tuan tidak menyampaikan hal ini sebelum kami menghabiskan waktu dan biaya yang sangat besar dalam penelitian dan penyelidikan?”
     Mengingat kejayaan umat Islam pada masa silam dapat  menjadi obat bius yang meredakan rasa sakit sementara, tetapi bukan menyembuhkannya. Hal itu hanya sekadar memberikan jawaban darurat terhadap tantangan Barat.
     Mengingat kemajuan umat Islam zaman dahulu kadang kala dapat menjadi pendorong untuk maju ke depan atau setidak-tidaknya dapat menjaga kepribadian umat Islam.
      Tetapi, kita harus waspada dan berhati-hati terhadap pengaruh negatif dari cara demikian yang bila berlarut-larut dapat membekukan pemikiran, karena membanggakan kejayaan lama dapat membangkitkan emosi dan memberikan kepuasan, tetapi  dapat menimbulkan sikap kejumudan dan kemandekan berpikir yang dapat memunculkan sikap dan perilaku yang tidak sejalan dengan perkembangan sains yang bersifat dinamis dan progresif.
      Faktor lain yang menjadikan sebagian cendekiawan Islam membenarkan suatu teori ilmiah adalah akibat pertentangan yang hebat antara gereja dan ilmuwan sejak abad ke-18 di Eropa, ketika para ilmuwan mengadakan penelitian dan penyelidikan ilmiah, tetapi menghasilkan hal yang bertentangan dengan kepercayaan gereja.
      Pertentangan ini memuncak dengan lahirnya teori Charles Darwin (1859) tentang “The Origin of Man” dan teori lainnya, yang semua itu dihadapi gereja dengan cara penindasan dan kekejaman.
     Banyak ilmuwan yang menjadi korban hasil penemuannya, seperti Galileo, Arius, Bruno Bauer, George van Paris, dan lainnya. Hal ini menimbulkan keyakinan bahwa sains bertentangan dengan agama.
      Pertentangan antara agama dengan sains zaman dahulu berpengaruh kepada cendekiawan Islam. Mereka khawatir penyakit tersebut menular dalam dunia Islam, sehingga mereka berusaha membuktikan hubungan yang sangat erat antara sains dengan Al-Quran. 
     Sejarah menjadi saksi  para ahli falak, kedokteran, kimia, ilmu pasti, dan cabang ilmu lainnya mencapai hasil yang mengagumkan pada zaman kejayaan Islam. Para ilmuwan Islam tersebut menjalankan ajaran Islam dengan baik, karena tidak ada pertentangan antara keyakinan yang mereka anut dengan hasil penemuan mereka.
     Para ilmuwan Indonesia sering mengutip Al-Quran surah Ar-Rahman (surah ke-55) ayat 33 untuk membuktikan bahwa Al-Quran membicarakan masalah angkasa luar sejak 14 abad lampau.

يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ إِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ تَنْفُذُوا مِنْ أَقْطَارِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ فَانْفُذُوا ۚ لَا تَنْفُذُونَ إِلَّا بِسُلْطَانٍ

      Wahai jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah. Kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan.
     Kesimpulannya, meluasnya penafsiran ilmiah atau pembenaran teori lmiah berdasarkan Al-Quran akibat perasaan rendah diri umat Islam dan akibat pertentangan antara gereja (agama) dengan ilmuwan yang dikhawatirkan akan terjadi dalam lingkungan Islam, sehingga cendekiawan Islam berusaha menampakkan hubungan antara Al-Quran dengan sains modern.
     Memahami ayat Al-Quran dengan tafsir ilmiah sesuai dengan penemuan sains mutakhir adalah suatu ijtihad yang baik, selama hasilnya tidak diyakini sebagai akidah Islam dan tidak bertentangan dengan prinsip dan ketentuan bahasa. 
 Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994. 
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
3. Al-Mubarakfury, Syaikh Shafiyurrahman. Sirah Nabawiyah. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta. 2006.
4. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Masjid Nabawi. Madinah 2004.
5. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Mekah. Mekah 2004
6. Al-Kandahlawi, Maulana Muhammad Zakaria. Himpunan Fadhilah Amal. Penebit Ash-Shaff. Jogyakarta. 2000.
7. Hisyam, Ibnu. Sirah Nabawiyah. Sejarah Lengkap Kehidupan Rasulullah.
8. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.
9. Tafsirq.com online















925. MELUAS


TAFSIR ILMIAH MELUAS
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, MM
      Beberapa orang bertanya,”Mengapa tafsir ilmiah Al-Quran semakin meluas dan faktor apakah yang menyebabkan tafsir ilmiah terhadap Al-Quran semakin banyak? Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Sejak pertengahan abad ke-19, umat Islam menghadapi tantangan hebat, bukan hanya terbatas dalam bidang politik atau militer, tetapi meluas hingga meliputi bidang sosial dan budaya.
       Tantangan ini berpengaruh besar terhadap pandangan hidup dan pemikiran sebagian besar umat Islam, karena umat Islam melihat kekuatan Barat dan kemajuan sains dan teknologinya, sedangkan pihak umat Islam merasakan kelemahan dan kemunduran dalam lapangan kehidupan dan sains.
      Keadaan ini menimbulkan perasaan “inferiority complex” (perasaan rendah diri) pada sebagian besar umat Islam, kemudian para cendekiawan Islam berusaha memberikan reaksi dengan berbagai cara.       
      Sebagian cendekiawan Islam bersikap  apatis dan acuh tak acuh terhadap kemajuan tersebut, sebagian intelek Islam menyerah kalah dengan mengikuti segala sesuatu yang bercorak Barat, termasuk sikap, perilaku, kepribadian, dan adat kebiasaan.      
       Sebagian cendekiawan lainnya mengajak umat Islam untuk menerima, mempelajari, dan memperdalam sains dan sistem  yang dipergunakan Barat dalam mencapai kemajuan tanpa meninggalkan kepribadian dan prinsip agama Islam.
       Karena sebagian besar umat Islam sejak pertengahan abad ke-19 diliputi perasaan rendah diri dan minder, maka mereka berusaha membuat kompensasi atau melarikan diri dengan bermacam cara.
      Salah satu caranya dengan mengingat kejayaan Islam dan peninggalan nenek moyang masa lampau yang kemudian melahirkan sastra kebanggaan dan kejayaan Islam yang berpengaruh besar terhadap perkembangan pemikiran umat Islam dalam menafsirkan Al-Quran.
     Setiap ada penemuan baru, para cendekiawan Islam berkata,”Al-Quran sejak lama telah menyatakan hal itu, dan mendahului ilmu pengetahuan dalam penemuannya.” Hal itu terjadi karena kompensasi perasaan minder dan rendah diri.
      Melihat  hal itu membuat para penemu sains dan teknologi modern non-Islam tersenyum sinis seakan mengejek umat Islam yang kadang kala disertai dengan kata-kata satire (yang bersifat memandang bodoh dan rendah umat Islam).
     Para ahli Barat berkata,“Kalau demikian, mengapa tuan-tuan tidak menyampaikan hal ini sebelum kami menghabiskan waktu dan biaya yang sangat besar dalam penelitian dan penyelidikan?”
     Mengingat kejayaan umat Islam pada masa silam dapat  menjadi obat bius yang meredakan rasa sakit sementara, tetapi bukan menyembuhkannya. Hal itu hanya sekadar memberikan jawaban darurat terhadap tantangan Barat.
     Mengingat kemajuan umat Islam zaman dahulu kadang kala dapat menjadi pendorong untuk maju ke depan atau setidak-tidaknya dapat menjaga kepribadian umat Islam.
      Tetapi, kita harus waspada dan berhati-hati terhadap pengaruh negatif dari cara demikian yang bila berlarut-larut dapat membekukan pemikiran, karena membanggakan kejayaan lama dapat membangkitkan emosi dan memberikan kepuasan, tetapi  dapat menimbulkan sikap kejumudan dan kemandekan berpikir yang dapat memunculkan sikap dan perilaku yang tidak sejalan dengan perkembangan sains yang bersifat dinamis dan progresif.
      Faktor lain yang menjadikan sebagian cendekiawan Islam membenarkan suatu teori ilmiah adalah akibat pertentangan yang hebat antara gereja dan ilmuwan sejak abad ke-18 di Eropa, ketika para ilmuwan mengadakan penelitian dan penyelidikan ilmiah, tetapi menghasilkan hal yang bertentangan dengan kepercayaan gereja.
      Pertentangan ini memuncak dengan lahirnya teori Charles Darwin (1859) tentang “The Origin of Man” dan teori lainnya, yang semua itu dihadapi gereja dengan cara penindasan dan kekejaman.
     Banyak ilmuwan yang menjadi korban hasil penemuannya, seperti Galileo, Arius, Bruno Bauer, George van Paris, dan lainnya. Hal ini menimbulkan keyakinan bahwa sains bertentangan dengan agama.
      Pertentangan antara agama dengan sains zaman dahulu berpengaruh kepada cendekiawan Islam. Mereka khawatir penyakit tersebut menular dalam dunia Islam, sehingga mereka berusaha membuktikan hubungan yang sangat erat antara sains dengan Al-Quran.  
     Sejarah menjadi saksi  para ahli falak, kedokteran, kimia, ilmu pasti, dan cabang ilmu lainnya mencapai hasil yang mengagumkan pada zaman kejayaan Islam. Para ilmuwan Islam tersebut menjalankan ajaran Islam dengan baik, karena tidak ada pertentangan antara keyakinan yang mereka anut dengan hasil penemuan mereka.
     Para ilmuwan Indonesia sering mengutip Al-Quran surah Ar-Rahman (surah ke-55) ayat 33 untuk membuktikan bahwa Al-Quran membicarakan masalah angkasa luar sejak 14 abad lampau.

يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ إِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ تَنْفُذُوا مِنْ أَقْطَارِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ فَانْفُذُوا ۚ لَا تَنْفُذُونَ إِلَّا بِسُلْطَانٍ

      Wahai jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah. Kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan.
     Kesimpulannya, meluasnya penafsiran ilmiah atau pembenaran teori lmiah berdasarkan Al-Quran akibat perasaan rendah diri umat Islam dan akibat pertentangan antara gereja (agama) dengan ilmuwan yang dikhawatirkan akan terjadi dalam lingkungan Islam, sehingga cendekiawan Islam berusaha menampakkan hubungan antara Al-Quran dengan sains modern.
     Memahami ayat Al-Quran dengan tafsir ilmiah sesuai dengan penemuan sains mutakhir adalah suatu ijtihad yang baik, selama hasilnya tidak diyakini sebagai akidah Islam dan tidak bertentangan dengan prinsip dan ketentuan bahasa.
 Daftar Pustaka
1.    Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2.    Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
3.    Al-Mubarakfury, Syaikh Shafiyurrahman. Sirah Nabawiyah. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta. 2006.
4.    Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Masjid Nabawi. Madinah 2004.
5.    Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Mekah. Mekah 2004
6.    Al-Kandahlawi, Maulana Muhammad Zakaria. Himpunan Fadhilah Amal. Penebit Ash-Shaff. Jogyakarta. 2000.
7.    Hisyam, Ibnu. Sirah Nabawiyah. Sejarah Lengkap Kehidupan Rasulullah.
8.    Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.
9.    Tafsirq.com online

925. MELUAS


TAFSIR ILMIAH MELUAS
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, MM
      Beberapa orang bertanya,”Mengapa tafsir ilmiah Al-Quran semakin meluas dan faktor apakah yang menyebabkan tafsir ilmiah terhadap Al-Quran semakin banyak? Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Sejak pertengahan abad ke-19, umat Islam menghadapi tantangan hebat, bukan hanya terbatas dalam bidang politik atau militer, tetapi meluas hingga meliputi bidang sosial dan budaya.
       Tantangan ini berpengaruh besar terhadap pandangan hidup dan pemikiran sebagian besar umat Islam, karena umat Islam melihat kekuatan Barat dan kemajuan sains dan teknologinya, sedangkan pihak umat Islam merasakan kelemahan dan kemunduran dalam lapangan kehidupan dan sains.
      Keadaan ini menimbulkan perasaan “inferiority complex” (perasaan rendah diri) pada sebagian besar umat Islam, kemudian para cendekiawan Islam berusaha memberikan reaksi dengan berbagai cara.       
      Sebagian cendekiawan Islam bersikap  apatis dan acuh tak acuh terhadap kemajuan tersebut, sebagian intelek Islam menyerah kalah dengan mengikuti segala sesuatu yang bercorak Barat, termasuk sikap, perilaku, kepribadian, dan adat kebiasaan.      
       Sebagian cendekiawan lainnya mengajak umat Islam untuk menerima, mempelajari, dan memperdalam sains dan sistem  yang dipergunakan Barat dalam mencapai kemajuan tanpa meninggalkan kepribadian dan prinsip agama Islam.
       Karena sebagian besar umat Islam sejak pertengahan abad ke-19 diliputi perasaan rendah diri dan minder, maka mereka berusaha membuat kompensasi atau melarikan diri dengan bermacam cara.
      Salah satu caranya dengan mengingat kejayaan Islam dan peninggalan nenek moyang masa lampau yang kemudian melahirkan sastra kebanggaan dan kejayaan Islam yang berpengaruh besar terhadap perkembangan pemikiran umat Islam dalam menafsirkan Al-Quran.
     Setiap ada penemuan baru, para cendekiawan Islam berkata,”Al-Quran sejak lama telah menyatakan hal itu, dan mendahului ilmu pengetahuan dalam penemuannya.” Hal itu terjadi karena kompensasi perasaan minder dan rendah diri.
      Melihat  hal itu membuat para penemu sains dan teknologi modern non-Islam tersenyum sinis seakan mengejek umat Islam yang kadang kala disertai dengan kata-kata satire (yang bersifat memandang bodoh dan rendah umat Islam).
     Para ahli Barat berkata,“Kalau demikian, mengapa tuan-tuan tidak menyampaikan hal ini sebelum kami menghabiskan waktu dan biaya yang sangat besar dalam penelitian dan penyelidikan?”
     Mengingat kejayaan umat Islam pada masa silam dapat  menjadi obat bius yang meredakan rasa sakit sementara, tetapi bukan menyembuhkannya. Hal itu hanya sekadar memberikan jawaban darurat terhadap tantangan Barat.
     Mengingat kemajuan umat Islam zaman dahulu kadang kala dapat menjadi pendorong untuk maju ke depan atau setidak-tidaknya dapat menjaga kepribadian umat Islam.
      Tetapi, kita harus waspada dan berhati-hati terhadap pengaruh negatif dari cara demikian yang bila berlarut-larut dapat membekukan pemikiran, karena membanggakan kejayaan lama dapat membangkitkan emosi dan memberikan kepuasan, tetapi  dapat menimbulkan sikap kejumudan dan kemandekan berpikir yang dapat memunculkan sikap dan perilaku yang tidak sejalan dengan perkembangan sains yang bersifat dinamis dan progresif.
      Faktor lain yang menjadikan sebagian cendekiawan Islam membenarkan suatu teori ilmiah adalah akibat pertentangan yang hebat antara gereja dan ilmuwan sejak abad ke-18 di Eropa, ketika para ilmuwan mengadakan penelitian dan penyelidikan ilmiah, tetapi menghasilkan hal yang bertentangan dengan kepercayaan gereja.
      Pertentangan ini memuncak dengan lahirnya teori Charles Darwin (1859) tentang “The Origin of Man” dan teori lainnya, yang semua itu dihadapi gereja dengan cara penindasan dan kekejaman.
     Banyak ilmuwan yang menjadi korban hasil penemuannya, seperti Galileo, Arius, Bruno Bauer, George van Paris, dan lainnya. Hal ini menimbulkan keyakinan bahwa sains bertentangan dengan agama.
      Pertentangan antara agama dengan sains zaman dahulu berpengaruh kepada cendekiawan Islam. Mereka khawatir penyakit tersebut menular dalam dunia Islam, sehingga mereka berusaha membuktikan hubungan yang sangat erat antara sains dengan Al-Quran.  
     Sejarah menjadi saksi  para ahli falak, kedokteran, kimia, ilmu pasti, dan cabang ilmu lainnya mencapai hasil yang mengagumkan pada zaman kejayaan Islam. Para ilmuwan Islam tersebut menjalankan ajaran Islam dengan baik, karena tidak ada pertentangan antara keyakinan yang mereka anut dengan hasil penemuan mereka.
     Para ilmuwan Indonesia sering mengutip Al-Quran surah Ar-Rahman (surah ke-55) ayat 33 untuk membuktikan bahwa Al-Quran membicarakan masalah angkasa luar sejak 14 abad lampau.

يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ إِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ تَنْفُذُوا مِنْ أَقْطَارِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ فَانْفُذُوا ۚ لَا تَنْفُذُونَ إِلَّا بِسُلْطَانٍ

      Wahai jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah. Kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan.
     Kesimpulannya, meluasnya penafsiran ilmiah atau pembenaran teori lmiah berdasarkan Al-Quran akibat perasaan rendah diri umat Islam dan akibat pertentangan antara gereja (agama) dengan ilmuwan yang dikhawatirkan akan terjadi dalam lingkungan Islam, sehingga cendekiawan Islam berusaha menampakkan hubungan antara Al-Quran dengan sains modern.
     Memahami ayat Al-Quran dengan tafsir ilmiah sesuai dengan penemuan sains mutakhir adalah suatu ijtihad yang baik, selama hasilnya tidak diyakini sebagai akidah Islam dan tidak bertentangan dengan prinsip dan ketentuan bahasa.
 Daftar Pustaka
1.    Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2.    Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
3.    Al-Mubarakfury, Syaikh Shafiyurrahman. Sirah Nabawiyah. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta. 2006.
4.    Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Masjid Nabawi. Madinah 2004.
5.    Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Mekah. Mekah 2004
6.    Al-Kandahlawi, Maulana Muhammad Zakaria. Himpunan Fadhilah Amal. Penebit Ash-Shaff. Jogyakarta. 2000.
7.    Hisyam, Ibnu. Sirah Nabawiyah. Sejarah Lengkap Kehidupan Rasulullah.
8.    Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.
9.    Tafsirq.com online