Tuesday, June 20, 2017

103. HALAL BIHALAL

HALAL BIHALAL,
MENYAMBUNG TALI YANG PUTUS
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      HALAL BIHALAL, dua kata ciri khas Islam Indonesia. Sering diucapkan dalam suasana Hari Raya “Idul Fitri”. Biasanya disertai kalimat “Minal Aizin Wal Faizin” dan “Mohon Maaf Lahir Batin”.
     Profesor Quraisy Shihab menjelaskan makna “Halal Bihalal”. Pertama, menurut Pengertian Hukum. Biasanya kata “Halal” dihadapkan dengan kata “Haram”.
      “Haram” bermakna “sesuatu yang terlarang”. Yang melanggar akan berdosa dan mengundang siksa. “Halal” bermakna “sesuatu yang dibolehkan”. Tak mengundang dosa. Halal bihalal bisa bermakna menjadikan sikap kita terhadap pihak lain. Yang semula haram dan berakibat dosa. Berubah menjadi halal. Dengan cara memohon maaf.
       Kedua, Pengertian Bahasa. Akar kata “Halal” membentuk berbagai kata. Memiliki arti beraneka ragam. Sesuai dengan rangkaian kata berikutnya. Bisa bermakna “Menyelesaikan masalah”, “Meluruskan benang kusut”, “Melepaskan ikatan”, dan “Mencairkan yang beku”.
      Kegiatan Halal Bihalal suatu bentuk aktifitas. Yang mengantarkan para pelaku  meluruskan benang kusut. Menghangatkan hubungan yang membeku. Sehingga cair kembali. Melepaskan ikatan yang membelenggu. Menyelesaikan masalah yang mengganggu. Sehingga harmonis kembali.
      Itulah substansi Halal Bihalal.  “Bungkusnya” memang “unik”. Salah satu “ciri khas” umat Islam Indonesia. Tetapi, hakikatnya adalah ajaran Islam.
      Halal Bihalal (menurut KBBI V) merupakan hal maaf memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan. Biasanya diadakan di sebuah tempat tertentu. Berupa aula, auditorium, dan sebagainya. Berhalal bihalal artinya bermaaf-maafan pada saat Lebaran. Saling memaafkan pada waktu Idul Fitri.
      Kata “Halal” terulang enam kali dalam Al-Quran. Empat kali dalam perintah “makan”. Yang disifati dengan kata “Thayyibah”. Yang bermakna “baik” dan “menyenangkan”. Dua kali dalam konteks “kecaman”.
     Istilah Halal mencakup empat hal. Wajib, yang harus dikerjakan. Sunah, yang dianjurkan. Makruh, yang tak disukai. Mubah, yang boleh dilakukan dan boleh tak dikerjakan. Mubah merupakan pilihan bebas.
          Al-Quran surah Al-Baqarah. Surah ke-2 ayat 168. “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal dan baik yang terdapat di bumi. Jangan kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh nyata bagimu.”
      Al-Quran surah Al-Anfal. Surah ke-8 ayat 69. “Maka makanlah sebagian rampasan perang yang kamu ambil. Sebagai makanan halal dan baik. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
      Al-Quran surah Al-Maidah. Surah ke-5 ayat 88. “Dan makanlah makanan halal dan baik yang Allah telah rezekikan kepadamu. Bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.”
      Al-Quran surah An-Nahl. Surah ke16 ayat 114. “Makanlah yang halal dan baik rezeki yang diberikan Allah kepadamu. Syukuri nikmat Allah. Jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.”
      MENYAMBUNG TALI YANG PUTUS. Setiap tahun. Mendekati Hari Raya “Idul Fitri”. Arus mudik amat besar. Banyak penduduk kota pulang ke desa. Kembali ke kampung halaman.
     Mereka bersilaturahmi. Menyambung tali persaudaraan. Berlibur dan bernostalgia. Sebagian orang berpendapat. Ada yang memamerkan keberhasilan. Menunjukkan hasil  kesuksesan yang diraih di kota.
     Mudik yang terkait dengan silaturahmi. Merupakan ajaran yang dianjurkan Islam. Kata “Silaturahmi” berasal dari kata “Shilat” dan “Rahim”.
       “Shilat” bermakna “menyambung” dan “menghimpun”. “Rahim” berarti “Kasih sayang” dan “Peranakan” atau “Kandungan”. Karena anak yang dikandung memperoleh curahan kasih sayang.
      Hubungan yang renggang, bahkan terputus. Antara orang yang berada di kota dengan orang di kampung halaman. Karena aneka faktor. Disebabkan berbagai alasan. Diharapkan akan tersambung dengan silaturahmi.
     Menyambung tali yang putus. Itulah hakikat silaturahmi. Nabi Bersabda, “Bukan silaturahmi namanya, orang yang membalas kunjungan atau pemberian. Tetapi, yang dinamakan silaturahmi adalah menyambung yang putus’.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.

Related Posts:

  • 154. TEORITAFSIR AL-QURAN DAN ILMU PENGETAHUAN Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M. Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo       Bebera… Read More
  • 153. NALARMETODE PENALARAN TAFSIR AL-QURAN Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M. Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo       Beberapa… Read More
  • 154. TEORITAFSIR AL-QURAN DAN ILMU PENGETAHUAN Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M. Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo       Bebera… Read More
  • 153. NALARMETODE PENALARAN TAFSIR AL-QURAN Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M. Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo       Beberapa… Read More
  • 153. NALARMETODE PENALARAN TAFSIR AL-QURAN Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M. Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo       Beberapa… Read More

0 comments:

Post a Comment