PEMIMPIN
AUTENTIK, BUKAN KOSMETIK
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

1. Autentik
adalah asli, tulen, sah, dan dapat dipercaya.
2. Kosmetik
adalah hiasan saja.
3. Din
Syamsuddin: Kita Butuh Pemimpin Otentik, Bukan Kosmetik
4. Prof
Dr HM Din Syamsuddin MA menyampaikan dalam Kuliah Kebangsaan bertema Masa Depan
Politik Umat Islam di Hall Sang Pencerah Universitas Muhammadiyah Gresik, Ahad
(10/3/19).
5. Mengutip
Imam Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Habib Mawardi, Din mengatakan secara syariat,
pemimpin ini yang akan menegakkan hukum dan syariat Islam di suatu masyarakat.
6. Sedangkan
wajib secara rasional (aqliyah) berarti keberadaan pemimpin di tengah
masyarakat akan meniadakan tindakan-tindakan kedzaliman, perselisihan di antara
masyarakat.
7. “Maka diperlukan
pemimpin yang akan mengatur kehidupan yang dapat mewadahi kehidupan
berkemajemukan dan sosial kemasyarakatan,” ujarnya.
8. Din
menegaskan memilih pemimpin adalah masalah duniawi sekaligus ukhrawi yang akan
dipertanggunjawabkan di hadapan Allah, bukan hanya main-main.
9. Menurut
Ketua Dewan Pertimbangan MUI ini, kepemimpinan—termasuk kepemimpinan negara dan
bangsa—adalah kelanjutan misi kenabian untuk menjaga agama sebagai salah satu
maqashid asy-syariah (tujuan syariat Islam) dan baru mengatur kehidupan
duniawi.
10. Ketua
Umum Pimpinaan Pusat Muhammadiyah periode 2005-2010 dan 2010-2015 berpesan pada
umat Islam khususnya warga Muhammadiyah dalam Pemilu 2019 memilih pemimpin yang
tidak menyapihkan atau menanggalkan agama.
11. Karena
politik tidak bisa dipisah dari agama.
12. Dua
Pendekatan Pilih Pemimpin
13. Pada
kegiatan yang diinisiasi oleh Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Muhammadiyah
Kabupaten Gresik itu Din Syamsudin menyampaikan pendapatnya agar dalam
menentukan pemimpin bangsa memakai perpaduan 2 pendekatan.
14. Ke-1: Pendekatan
bersifat ruhiyah (spiritual) dengan memperhatikan hati.
1) “Istafti
qalbaka, minta fatwa pada qalbumu atau sanubarimu.
2) Hati
tidak pernah berbohong.
3) Jika masih
ragu-ragu lakukan istikharah.
4) “Pilih
pasangan Calon Presiden 01 atau 02.
15. Ke-2:
Kombinasikan dengan pendekatan rasional (aqliyah).
1) Dalam memilih
pemimpin bangsa, masyarakat perlu memiliki literasi dan kecerdasan politik.
2) Agar umat
Islam tidak terjebak oleh situasi politik seperti terpengaruh oleh opini,
pencitraan calon, atau iklan-iklan di TV.
3) Siapa
yang terbaik dan lebih pantas.
4) Yang
baik dari yang tidak baik (buruk).
5) Yang
terbaik dari yang baik-baik.
6) Sebaiknya
jangan golput, karena itu tidak bertanggungjawab.
16. Umat
Islam harus ikut ambil bagian dan berpikir secara rasional untuk memilih
pemimpin yang sejati, yang memperhatikan, memedulikan dan membela kepentingan
umat dan agama Islam.
17. Tujuan sejati manusia berpolitik adalah
li’izzi al-Islam wa al-muslimiin fii Indonesia dalam rangka kemajemukan bangsa ber-Bhinneka
Tunggal Ika.
18. Agar menjadi
warga Muhammadiyah yang terdidik sehingga memiliki pengetahuan dan kecerdasan
tentang ilmu politik.
19. “Jangan
sampai terpedaya money politic.
20. Kalau
bisa laporkan untuk pembelajaran, karena Allah melaknat perilaku itu.
21. Indonesia
merindukan pemimpin yang secara konteks kebangsaan dapat menegakkan kedaulatan
negara.
22. “Bangsa
Indonesia dapat mengambil pelajaran dari Presiden pertama RI Soekarno dalam
pidato Trisakti tahun 1963 yang berbunyi negara yang berdaulat, berdikari
secara ekonomi dan berkepribadian secara sosial dan budaya.
23. Sehingga
akan pemimpin terpilih otentik (sejati), bukan pemimpin kamuflase
(kosmetik)—yang memimpin Indonesia mendatang.
(Sumber: internet)
0 comments:
Post a Comment