GURU JAMAN NOW
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

1. Hallo,
kenalkan.
2. Aku
adalah anak guru.
3. Kata
orang, ayah ibuku hebat.
4. Kata
Allah yang kudengar dari guruku, "Guru itu mulia. Balasannya syurga karena
memberikan ilmu pada anak didiknya."
5. Oh
Allah
6. Benarkah
begitu?
7. Bolehkah
aku menangis?
8. Bolehkah
aku marah?
9. Ayah
ibuku setiap hari tidak ada waktu untukku.
10. Subuh
mereka berangkat kerja ke sekolah.
11. Sore
menjelang malam mereka pulang dengan wajah lelah.
12. Di
malam hari,
13. Aku
dibiarkan menonton TV sedang mereka sibuk dengan laptop dan kertas-kertas.
14. Aku
kesepian, Yaa Allah.
15. Aku
sendirian, Yaa Allah.
16. Mengapa
aku dilahirkan dari ayah dan ibu seorang guru?
17. Kakekku
bilang, kalo kakek dulu juga seorang guru.
18. Mengajar
di sekolah dari jam 8 sampai jam 12.
19. Sisanya
makan siang di rumah dan bermain bersama nenek dan ayahku.
20. Kakekku
dengan sangat bangga bercerita bahwa beliau sangat di hormati di kampungnya.
21. Hampir
semua muridnya yang kini sukses, mengingat jasanya.
22. Aku
sedih, Yaa Allah..
23. Aku
ingat bagaimana ayah dan ibuku memperlihatkan masa ketika aku di dalam
kandungan ibu, juga masa setelah dilahirkan.
24. Ketika
di perut ibu, aku diajak ayah dan ibu pergi ke studio foto.
25. Lantas
kebahagiaan itu pun dipajang di sosial media.
26. Juga
saat aku baru lahir, fotoku ikut meramaikan beranda.
27. Setiap
fase, ketika aku sudah mulai bisa merangkak, saat aku sudah bisa berdiri.
28. Saat
itu juga ayah ibu memotretku lalu dipajang di akun mereka.
29. Jujur,
aku senang.
30. Juga
sekaligus sedih sekali.
31. Karena
yang mengajariku merangkak, berjalan, memegang benda, dan mengajakku berbicara.
32. Bukanlah
ayah dan ibuku, tapi pembantu yang ditugasi mengurusku atau nenek yang lebih
sering berada di dekatku.
33. Ibu
saat itu sering di kantor.
34. Ayah
bahkan jarang sekali berada di sisiku.
35. Justru
saat mereka pulang dari kantor, ayah ibu asyik dengan HP mereka.
36. Saat
aku makan disuapi ibu, ayah merekam lalu share di sosmed seolah-olah aku
disuapi setiap hari 😢😢
37. Aku
paham.
38. Masa
kecilku sangat berharga bagi ayah dan ibu.
39. Berharga
untuk mereka foto bukan berharga waktu untuk bisa bersamaku 😢😢
40. Kadang,
41. Sering,
42. Bahkan
selalu,
43. Kudengar
ayah dan ibu bertengkar.
44. Tidak
saling sapa.
45. Mukanya
cemberut.
46. Hanya
karena ayah ingin dimasakin, tapi ibu tidak ada waktu.
47. Atau
saat ibu ingin berkunjung ke rumah nenek, tapi ayah tidak ada waktu.
48. Aku
pusing, Yaa Allah.
49. Aku
sedih.
50. Aku
sendirian.
51. Saat
17 Agustus,
52. Ayah
dan ibuku merayakan di sekolah mereka.
53. Aku
merayakan di sekolahku.
54. Saat
hari raya Idul Adha dan Idul Fitri.
55. Ayah
dan Ibu memotong sapi di sekolah mereka.
56. Sedangkan
aku ditinggal di tempat nenek.
57. Saat
maulid Nabi, aku libur sekolah.
58. Tapi
ayah dan ibuku lagi-lagi merayakan maulid Nabi di sekolah mereka.
59. Aku
mau bertanya.
60. Memangnya
Allah menyuruh ayah dan ibuku kehabisan waktu untukku?
61. Atau..
62. Rasulullah
mencontohkan agar wajib jadi guru yang kehabisan waktu?
63. Tapi
kok beda sama yang diceritakan guruku, katanya, "Rasulullah itu sering
menerima tamu, selalu sholat jamaah di masjid, bercanda dengan keluarganya,
mengajak jalan-jalan keluarga, juga berdagang dan memberikan fatwa."
64. Ataukah...
65. Aku
ini hanya anak pungut yang haknya tidak lebih dari murid-murid ayah dan ibuku?
66. Mereka
diajarkan seharian, sedangkan aku?
67. Cuma
dikasih ponsel, buku atau TV semaleman.
68. Aku
iri Yaa Allah.
69. Sering
aku mengeluh, tapi kata Ayah, "Ayah ingin meniru Rasulullah."
70. Bohoong!!!!!
Ayah bahkan tidak pernah mengajakku jalan-jalan.
71. Ayah
bahkan jarang mengajariku membaca Al-Quran.
72. Aku
juga bertanya pada Ibu, lalu ibu menjawab, "Ini demi masa depan kamu,
sayang!!"
73. Bohooong!!!
74. Aku
tidak terima masa kecilku diabaikan!
75. Toh,
aku tidak tahu apa itu masa depan.
76. Aku
butuh masa sekarang.
77. Aku
kesal..
78. Aku
marah..
79. Dan
untukmu..
80. Ayah..
Ibu..
81. Jika
nanti aku mati
82. Aku
ingin ayah dan ibu jangan ikut menguburkanku.
83. Cukup
ayah dan ibu pergi ke sekolah dan katakan pada kepala sekolah seperti ini
84. "Kepala
Sekolah, mengapa kau merampas waktu anakku bersamaku?
85. Mengapa
kau berusaha menyelamatkan anak-anak didik ketimbang anakku?
86. Mengapa kau menyuruhku memikirkan anak didik
melebihi anakku?
87. Mengapa
kau tak membiarkan aku menghabiskan sisa hidup bersama keluargaku?"
88. Yaa
Allah..
89. Aku
ingin menjadi anak petani saja.
90. Agar
aku bisa melihat mereka di sawah dari kejauhan dan aku bisa makan siang bersama
mereka setiap hari. 😊😊
91. Inilah
impianku.
92. Bagiku,
petani nggak kalah mulia dari seorang guru.
93. Apalagi
kalo ayahku ibu petani yang hebat mengajarkan mengaji 😊😊
94. Semoga
puisi ini bermanfaat.
(Selvia Stiphanie, Guru Jaman Now)
0 comments:
Post a Comment