BANYAKNYA JABATAN PERLU
BANYAK DANA
Oleh:
Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M
*Pas 10 saja
(repos
tulisan zaman Ken Arok, mumpung lagi ramai)
Amerika Serikat
Punya
22 anggota kabinetnya.
14
menteri, 8 pejabat setara menteri.
Ramping.
Untuk
negara dengan 327 juta penduduk, jauh lebih besar dibanding kita.
Mereka
cukup punya 22 anggota kabinet.
CHINA
China,
punya 26 anggota kabinet.
21
menteri, 3 komisi, 1 kepala bank sentral, 1 kepala audit nasional.
Untuk negara dengan penduduk 1,38 milyar,
kabinet mereka langsing sekali.
JEPANG
Jepang
punya 19 menteri.
JERMAN
Jerman
punya 15 menteri (sudah termasuk wakil kanselir), dll, dll
Silakan
cari sendiri data menteri di negara lain.
Intinya
negara2 maju itu rata2 sedikit menteri mereka.
Ramping.
Lincah.
Efektif.
Efisien.
Lantas
mari kita tengok negara dengan kode telepon internasional +62, eh, maksudnya
Indonesia.
Berapa
jumlah menteri Kabinet 2014-2019?
Ayo
tebak berapa?
Jawabnya
34 menteri, dan 8 pejabat setingkat menteri (jaksa agung, kapolri, seskab,
kepala BIN, dll).
Di
luar 3 wakil menteri.
Berapa jumlah kabinet
2019-2024?
34
menteri, 8 pejabat setingkat menteri, dan 12 wakil menteri.
Banyak
memang.
Segala
jenis kementerian ada di sini.
Setiap
kali mau pemilu, saat kampanye, nyusun visi misi, dll biasanya sih mereka sibuk
bicara tentang perampingan kabinet.
Saat
mereka masih dalam kondisi sehat wal’afiat, berpikir lurus, mereka tahu betapa
pentingnya kabinat yg ramping dan lincah.
Tapi
setelah menang, saat melihat buanyak sekali yang harus diakomodasi, mulailah
semua membengkak.
Simsalabim.
34
menteri.
Mungkin
biar sama dengan jumlah provinsi di Indonesia 34 orang.
Di
Indonesia ini entah kenapa semua harus diakomodasi.
Periode
lalu, anggota DPR cuma 560, sekarang jadi 575.
Ampun
dah, coba tengok Amerika Serikat, cukup 435 saja.
Di
Indonesia ini, semua harus masuk, itulah kenapa pimpinan MPR membengkak pula.
Bahkan
dalam struktur kementerian, polisi, TNI pula.
Saat
ada pejabat yang nganggur, mari ciptakan posisi dan jabatan baru untuk
mengakomodasi yang nganggur ini.
Saat
ada jenderal yang nganggur, gimana ini?
Harus
diakomodasi.
Dan
kita belum bicara posisi di BUMN.
Alangkah
banyaknya itu komisaris, direksi, dll di BUMN.
Kayaknya
perusahaan di luar negeri, yang jauh lebih besar, tidak harus sebanyak itu juga
strukturnya.
Ketika
sebuah kabinet, yang saat menyusunnya saja dipenuhi oleh kepentingan,
akomodasi, maka ngimpi saja jika berharap kabinet ini akan efektif.
Lah,
format awalnya saja penuh akomodasi.
Apalagi
saat milih orangnya, dll.
Lucunya, selalu saja ada argumen, pembenaran,
untuk mengakomodasi hal2 tertentu yang sebenarnya buat apa?
Tentu
saja, dalam sistem demokrasi, dengan parpol, akomodasi adalah realitas.
Tapi
di sini bablas sekali, coba lihat itu jumlah menteri 34.
Lu
kira satu kementerian itu gratis?
Dibayar
pakai daun?
Tidak.
Semakin
gemuk kabinetnya, semakin besar pula anggarannya.
Itu
menghabiskan uang rakyat.
Bukan
cuma soal angka, 34 doang.
Dan
dampak gemuknya kabinet ini, juga terlihat di pemda2, pemkot2.
Di atasnya gemuk, eh, dia ngikut.
Itu
kepala dinas, ampun dah banyak sekali.
Belum
lagi perangkat di bawah kepala dinas-dinas ini.
Sudah
jadi rahasia umum, buanyak pemda, pemkot di negeri ini yang APBD nya cuma habis
buat bayar aparatnya.
Gimana
mau membangun, jika uang habis duluan buat bayar orangnya.
Gimana
mau lincah membangun jika struktur organisasinya gemuk, penuh akomodasi.
Kebanyakan
rapat, jalan2, iya.
Sekolah
rusak, sekolah rubuh, besok2 mikirnya.
Dan
lebih nelangsa lagi, itu pemda2, pemkot2 juga masih bikin tim ini, tim itu,
ngabisin anggaran semua.
Saya
selalu berharap ada yang berani mulai memangkas jumlah menteri ini.
Sekali
atasnya dipangkas, bawah harus menyesuaikan.
Ayolah, belajar dari negara2 maju sana, mereka
punya penduduk yang berkali2 lipat lebih banyak dibanding kita, bisa loh dengan
sedikit menteri.
Dan
terbukti berhasil, negara mereka maju.
Indonesia
itu paling hanya butuh belasan menteri saja, beres.
Pangkas
sisanya.
Buang
pada tempatnya.
Minimal,
kita bisa menghemat anggaran.
Lumayan
hematnya.
Ssst...
saking banyaknya menteri di negeri ini, malah lupa siapa saja orangnya loh.
Termasuk
anggota DPR.
Di
Indonesia ini logikanya terbalik.
Bukannya
dikurangi, eh malah dia tambah.
Buat
apa?
Hanya
nambah pemandangan orang tidur di sana?
Atau
nambah pemandangan jumlah kursi kosong.
DPR
itu bahkan 100 orang saja sudha kebanyakan.
Toh,
jika mereka yang 100 ini tidak becus juga, minimal sedikit uang yang kebuang.
Entahlah.
Mungkin masih harus nunggu 20-30 tahun lagi ini semua jadi realitas.
Nunggu
generasi berikutnya yang benar2 berani dan fokus pada kesejahteraan rakyat
banyak.
Bukan
kesejahteraan parpol, elit2 mereka saja.
Nunggu
generasi berikutnya yg lebih memilih mengakomodasi kepentingan dan hak rakyat
banyak dibanding mengakomodasi oportunis, penjilat, pendukung kampanye, dll.
Saat
itu terjadi, mungkin kita hanya perlu 10 kementerian.
Dibagi
sajalah kayak pelajaran SD: ada menteri IPA, menteri IPS, menteri Matematika,
menteri Agama, menteri Muatan Lokal, dll, dll, pas 10.
Negara
bisa jalan.
Buat
apa banyak2?
(Sumber
Tere Liye)

0 comments:
Post a Comment