Thursday, May 6, 2021

9490. MENGENAL JAMAAH TABLIG



MENGENAL JAMAAH TABLIG

Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.

 

 


Ada yang unik saat masuk Masjid Kebon Jeruk di Jalan Hayam Wuruk, Jakarta Kota.

 

 

Di masjid berusia lebih 200 tahun ini.

 

 

Kita menjumpai ratusan jamaah hampir seluruhnya berjenggot.

 

 

Mereka juga pakai serban, pakaian takwa, dan peci putih.

 

 

Yang biasa dipakai umat Islam di Indonesia.

 

 

Tapi juga ada jamaah pakai surban dengan baju panjang sampai lutut.

 

 

Untaian tasbih atau tongkat di tangan, janggut berjenggot, dan  dahi hitam.

 

 

Aroma minyak cendana, khas jamaah Asia Timur.



 


Di masjid ini, jamaah datang dari berbagai negara.

 

 

Setelah salat Magrib bersama.

 

 

Para jamaah yang disebut Jamaah Tablig. 

 

 

Tekun mendengarkan ceramah yang disampaikan ustaz.

 

 

"Di sini tidak bicara politik.

 

Juga tidak bicara harta benda.

 

Dan tidak bicara masalah khilafiah".

 

 

Kata H Syaifuddin, anggota Jamaah Tablig dari Bali.

 



Saat mengambil wudu di toilet.

 

 

 

Ada tulisan di samping masjid.

 

 

"Dilarang buang air kecil dengan berdiri".

 

 

 

Mereka menjelaskan.

 

 

Bahwa cara berpakaian, bersikap, bertutur kata, dan solidaritas antara umat Islam.

 

 

 

Benar-benar meniru sunah Rasulullah saw.

 


Meneladani persaudaraan.

 

 

Seperti dilakukan Rasulullah dengan para sahabat.

 

 

Ramah tamah antara jamaah sangat tampak.

 

 

Jamaah tablig punya  pengikut di 215 negara.

 

Persaudaraan di antara mereka sangat kuat.

 

 

Di sini, tidak dikenal strata sosial.

 

 

Seorang jenderal, artis, dokter.

 

 

 

Bahkan konglomerat sekali pun.

 

 

 

Makan dalam satu nampan bersama.

 

 

Dengan 4 atau 5 orang lainnya.

 

 

Seorang jenderal purnawirawan.

 

 

 

Mantan menteri Presiden Soeharto belakangan tergabung dengan jamaah masjid ini.

 

Tak canggung makan dalam satu hidangan bersama ikhwan lainnya.


Termasuk dengan mantan preman yang bertobat.

 

 

Dan memilih mengabdi kepada agama melalui Jamaah Tablig.

 

 

 "Di sini tidak ada jamaah yang diistimewakan," ujar Syarifudin.

 

 

Di ruang belakang masjid, sekitar 100 jamaah membahas rencana kegiatan dakwah.

 

 

Yang akan mereka lakukan di berbagai tempat dan masjid di tanah air.

 

 

Bahkan ada yang menawarkan diri dakwah keliling dunia.

 

 

Perjalanan semacam ini biasanya selama 40 hari.

 

 

Untuk di tanah air.

 

 

Dalam pertemuan itu.

 

 

Para jamaah spontan mengajukan diri berdakwah di berbagai tempat.

 



Kemudian mereka dibagi ke beberapa lokasi kegiatan.

 

 

Ada yang hanya di Jakarta.

 

 

Tapi ada juga yang ke Sumatera, Jawa.

 

 

Sulawesi, Maluku, dan Papua.

 

 

Untuk tugas ini, para anggota rela tinggal di masjid-masjid.

 

 

Makan dan minum semuanya dari kocek sendiri.

 



"Kita ikhlas melakukan ini semua karena dunia ini hanya sementara.

 

 

Sedangkan akhirat selamanya.

 

 

Sayangnya banyak orang  terkecoh gemerlapnya dunia.

 

 

Dia lupa akhirat dan lupa berdakwah," kata salah seorang  jamaah.

 

 

Yang juga karyawan perusahaan multinasional.

 

 

Bagaimana dengan izin perusahaan.

 

 

 

Karena tugas dakwah ke daerah maupun luar negeri itu?



Menurut Syarifuddin, sejauh ini tidak ada masalah.

 

 

"Kami umumnya minta izin cuti di luar tanggungan kantor."


Umar, mahasiswa yang tinggal di kawasan Ciputat mengatakan kepada Republika.co.id.

 

Tentang prinsip hidupnya.

 

 

"Segala perbuatan harus benar ikhlas karena Allah.

 

 

Yang berbuat baik, tapi tidak ikhlas, dia akan merugi.

 

 

Apalagi yang berbuat jahat.

 

 

Untuk ini, saya harus banyak bersilaturahim pada ikhwan kita," katanya.

 

 

Banyaknya Jamaah Tabligh, pernah dilaporkan Republika.co.id.

 

 

Saat menghadiri Ijtima para jamaah di sisi sungai Tongi, Dakka, Bangladesh, 18-21 Januari 2002.


Ijtima yang menjadi tempat berkumpulnya para jamaah Tabligh ini diadakan tiap tahun.

 

 

Dari Indonesia, yang datang berasal dari berbagai profesi.

 

 

Antara lain pimpinan pondok pesantren, pengusaha muda, eksekutif muda.

 

 

Artis, pedagang kaki lima, pegawai negeri, dan bupati.

 

 

Almarhum Gito Rollies adalah salah seorang di antaranya.

 

 

Ijtima itu dihadiri sekitar 4.000.000 orang.

 

 

Yang berasal lebih dari 100 negara.

 

 

Ajang di Bangladesh menjadi kegiatan internasional.

 

 

Di Indonesia, acara serupa pernah diadakan di Medan, Lampung, dan Jakarta.

 

(Sumber Alwi Shahab)



0 comments:

Post a Comment