CARA ATASI 4 PENJARA MANUSIA DI BUMI
Oleh Drs. HM Yusron
Hadi,MM
Menurut Ali Syariati.
Ada 4 penjara manusia
di bumi, yaitu penjara:
1. Alam.
2. Sejarah.
3. Masyarakat.
4. Ego.
Jika manusia sukses
mengatasinya.
Maka manusia bisa
menjadi khalifah di bumi.
1. PENJARA ALAM
Manusia harus bisa
menundukkan penjara alam.
Yaitu dengan
mengembangkan ilmu sains dan teknologi.
Misalnya, penjara hujan
dan angin.
Manusia jangan kalah
dengan hujan dan angin.
Pelajari mekanisme
hujan dan angin.
Ternyata hujan itu
hanya menurunkan air dari atas ke bawah.
Turunnya Hujan bisa
diatasi manusia.
Dengan cara membuat
teknologinya, yaitu:
1. Membuat rumah untuk
berlindung.
2. Membuat jas hujan.
3. Membuat payung.
4. Dan lainnya.
Udara yang panas bisa
diatasi manusia dengan membuat teknologinya, yaitu:
1. Kipas angin.
2. Penyejuk udara AC.
3. Dan lainnya.
Zaman dulu manusia tak
berdaya melawan laut, pohon besar, dan angin besar.
Maka manusia
berimajinasi
Sehingga yang disembah
lautnya, dewa anginnya, pohon besarnya.
Karena manusia zaman
dulu kalah melawan penjara alam.
Zaman dulu belum ada
ilmu sains dan teknologi yang menjelaskan mekanisme alam.
Manusia kalah melawan
alam.
Kemudian manusia
menyembah yang sifatnya alam.
Misalnya, manusia
menyembah pohon, gunung, laut, matahari, bintang, bulan, api, air, dan lainnya.
Saat manusia sudah
tahu mekanisme alam
Maka berganti manusia
yang menguasai alam.
Manusia berhasil
keluar dari penjara alam.
Dengan memakai sains
dan teknologi.
2. PENJARA SEJARAH
Dalam mengatasi
penjara sejarah.
Manusia bisa
mempelajari sunatullah.
Lewat tahapan historis
dan hukum deterministic.
Yang terjadi dalam
perjalanan sejarah umat manusia.
Kemudian dikembangkan
untuk membangun.
Sesuai cita-cita ideal
yang diharapkan di masa depan.
Contoh
sunatullah.
Jika ingin cepat lulus
sekolah, maka harus rajin belajar.
Jika ada orang tak
rajin belajar, tapi bisa lulus cepat
Itu pengecualian
Tak bisa dijadikan
pedoman.
Misalnya, ada orang
meloncat keluar jendela dari hotel lantai 10.
Tapi tiba di bawah
dengan selamat.
Itu pengecualian.
Tak bisa dijadikan
pegangan.
Mungkin dia jatuh pas
di atas tumpukan kasur.
Milik penjual kasur
yang lewat.
Yang bisa dipakai
pedoman itu sunatullah.
Sekarang ini, orang
Barat menang dalam mengatasi penjara alam dan sejarah.
Misalnya, umat lslam
punya pedoman bahwa kebesihan itu pangkal kesehatan.
Kebersihan sebagian
dari iman.
Tapi belum bisa
mewujudkan dalam praktik.
Umat lslam kalah dalam
menjaga kebersihan.
Dibanding orang
Singapore, Jepang, dan lainnya.
3. PENJARA MASYARAKAT
Terkadang masyarakat
menjadi penjara.
Biasanya masyarakat
memakai logika kerumunan.
Kerumunan bisa menjadi
penjara.
Misalnya jika ada yang
bicara A, maka lainnya ikut bicara A.
Apalagi jika yang
bicara itu dianggap tokoh masyarakat.
Maka semua
mengikutinya.
Masalah benar atau
salah bukan tergantung jumlahnya.
Artinya logika
mayoritas dan minoritas bukan ukuran untuk menentukan kebenaran.
Rasulullah bersabda,
“Nanti di akhir zaman,
umat Islam seperti buih.
Yang mudah
diombang-ambingkan orang lain.”
Buih itu mudah
dikumpulkan, tapi cepat bubar.
Dan mudah
dipermainkan.
Salah satu penyebabnya
adalah terlalu cinta dunia dan takut kematian.
Terlalu cinta dunia.
Sehingga khawatir
dunianya dinikmati orang lain.
Orang yang terlalu
cinta dunia setuju dengan hal yang kontraproduktif dengan kebenaran.
Karena takut
kehilangan dunia
Akhirnya,
masing-masing mementingkan dirinya sendiri.
Sehingga mudah dihalau
seperti buih.
Penjara
masyarakat bisa diatasi dengan mempelajari ilmu sosial,
hukum, dan karakteristik dalam masyarakat.
Manusia memang butuh
dunia
Tapi jangan terlalu
cinta dunia.
4. PENJARA EGO
Penjara ego adalah penjara
paling sulit bagi manusia.
Karena antara
“penjara” dan “tawanan” tak bisa dipisahkan.
Manusia sulit melawan
dirinya sendiri.
Penjara ego itu berupa
ambisi binatang.
Tanda ego itu biasanya
yang dibela yang ada “akunya”.
Misalnya:
1. Agamaku.
2. Kelompokku.
3. Aliranku.
4. Masa depanku.
5. Harga diriku.
6. Dan “aku” lainnya.
Jika muncul “akunya”,
maka menghilangkan yang lain.
Hanya ada 1 cara untuk
mengatasi penjara ego.
Yaitu dengan cinta.
(Sumber Ngaji
Filsafat Dr Fahrudin Faiz)


0 comments:
Post a Comment