ALLAH DI MANA ITU
PERTANYAAN UNTUK MAKHLUK
Drs HM Yusron
Hadi Tauhid, MM
Ada 2 pendapat
tentang di mana Allah dan di mana makhluk-Nya, yaitu:
1. Allah
dan makhluk-nya terpisah.
2. Allah
dan makluknya menyatu.
Allah dan
makhluk-Nya terpisah
Yaitu Allah
berada “di sana”.
Dan
makhluk-Nya berada “di sini”.
Allah meliputi
segalanya.
Artinya semua
makhluk-Nya berada “di dalam” Allah.
Yaitu Allah
dan makhluk-Nya tak terpisah.
Pendapat ke-2
menimbulkan berbagai pendapat kontroversi, yaitu:
1. Ana al-haq.
Yaitu “Saya adalah kebenaran”.
Karena saya
ada “di dalam” Tuhan.
Secara fisik
dan pikiran saya menyatu dengan Allah.
2. Wahdatul
wujud.
Yaitu dalam
alam semesta ini yang eksistensi hanya Allah.
Karena alam
semesta dan semua makhluk-Nya.
Adalah
“himpunan bagian dan di dalam” Allah.
3. Manuggaling
kawulo lan gusti.
Yaitu semua
makhluk-Nya dan Tuhan Allah.
Adalah satu
kesatuan yang tak bisa dipisahkan.
Macam-macam
pendapat di mana Allah.
1. Allah di dalam
surga
Jika Allah di
dalam surga.
Maka surga
lebih besar dibanding Allah.
Padahal Allah
Maha Besar.
2. Allah berada
di langit
Jika Allah berada
di langit.
Maka langit
lebih besar dibanding Allah.
Padahal Allah
Maha Besar.
3. Allah berada
di tiap orang.
Jika Allah
berada di tiap orang.
Maka Allah
jumlahnya banyak
Padahal Allah
Maha Esa.
Al-Quran surah
An-Nisa (surah ke-4) ayat 126.
وَلِلَّهِ
مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ
مُحِيطًا
Kepunyaan Allah apa yang di langit dan apa yang di bumi, dan
adalah Allah
Maha Meliputi segala sesuatu.
Masalah Pertanyaan
di mana Allah.
Allah tak
terikat ruang dan waktu.
Pertanyaan, “Di
mana?.”
Hal itu wajar
ditanyakan untuk makhluk Allah di alam semesta.
Karena makhluk
dibatasi ruang dan waktu.
Tapi pertanyaan,
“Di mana Allah?”
Hal itu
pertanyaan tak wajar dan tak relevan.
Karena Allah
tak dibatasi ruang dan waktu.
Padahal Allah
meliputi segala sesuatu.
Maka alam
semesta ini diliputi oleh Allah.
Al-Quran surah
Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 115.
وَلِلَّهِ
الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ ۚ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ ۚ
إِنَّ اللَّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Dan kepunyaan Allah timur dan barat, maka kemana pun kamu
menghadap di situ wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Pertanyaan, “Di
mana Allah”.
Tidak relevan.
Karena kemana
pun kita menghadap.
Allah berada
di sana.
Alam semesta
dan segala isinya adalah makhluk Allah.
Dan Allah
adalah Maha Pencipta.
Allah meliputi
segala ciptaan-Nya.
Maka tak wajar
jika ada pertanyaan di mana Allah.
Hal yang
meliputi hal lain.
Pasti tak ada
jaraknya.
Karena berada
di dalamnya.
Al-Quran surah
Qaf (surah ke-50) ayat 16.
وَلَقَدْ
خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ ۖ وَنَحْنُ
أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui
apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.
Al-Quran
menjelaskan.
Bahwa Allah
lebih dekat kepada manusia dibanding urat lehernya.
Manusia dan
urat lehernya sendiri tak punya jarak.
Karena urat
leher manusia berada di dalam dirinya.
Manusia dan
urat lehernya tak ada jarak.
Tapi Allah
lebih dekat kepada manusia.
Dibanding
jaraknya manusia dengan urat lehernya sendiri.
Muncul pertanyaan.
Jika Allah dan
makhluk-Nya tak punya jarak.
Apakah Allah sama
dengan makhluk-Nya.
Jawabnya, “Jelas
tak sama”.
Allah jelas
tak sama dengan makhluk-Nya.
Pencipta tak
mungkin sama dengan yang diciptakannya.
Al-Quran surah
An-Nur (surah ke-24) ayat 35.
۞ اللَّهُ نُورُ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ ۖ
الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ ۖ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ
مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ زَيْتُونَةٍ لَا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ
زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ ۚ نُورٌ عَلَىٰ نُورٍ ۗ يَهْدِي
اللَّهُ لِنُورِهِ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ ۗ
وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya
Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada
pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang
bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang
berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu)
dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir
menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis),
Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah
memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu.
Analog Allah dan
makhluk menurut Al-Quran.
Allah dimisalkan
lilin atau pelita yang mengeluarkan cahaya.
Artinya cahaya
berasal dari pelita.
Jika pelita
tak ada.
Maka tak ada
cahaya.
Pelita dan
cahaya tak bisa dipisahkan.
Karena cahaya
adalah eksistensi dari pelita.
Cahaya berasal
dari pelita.
Tanpa pelita
maka tak ada cahaya.
Kesimpulannya.
1. Allah
meliputi segala sesuatu.
2. Semua
makhluk dan seluruh alam semesta berada “di dalam” Allah.
3. Allah
berbeda dengan semua makhluk-Nya.
4. Analognya,
Allah dimisalkan lilin atau pelita.
Dan makhluk ibarat cahaya dari pelita.
5. Lilin
dan cahayanya tak bisa dipisahkan.
Tapi lilin tak sama dengan cahaya yang dipancarkannya.
(Sumber Agus Mustofa)


0 comments:
Post a Comment