FATWA MUI PAJAK RUMAH HUNIAN NOL
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, MM
Fatwa MUI.
Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Terkait:
1)
Pajak rumah.
2)
Pajak atas hunian.
Per November 2025
A.
Inti Fatwa MUI tentang Pajak &
Rumah
1)
Di Munas XI MUI (Musyawarah Nasional
ke-XI, November 2025).,
2)
MUI mengeluarkan fatwa.
3)
Dikenal Fatwa Pajak Berkeadilan.
4)
Salah satu poin utama fatwa ini:
5)
“Bumi dan bangunan yang dihuni (rumah tempat
tinggal — nonkomersial)”
6)
Tak boleh dikenai pajak berulang.
7)
MUI menyatakan pajak seharusnya
dikenakan.
8)
Hanya pada harta “produktif”.
9)
Atau harta sekunder/tersier .
10) Bukan pada kebutuhan primer dasar.
11) Seperti hunian.
12) Dalam fatwa juga disebut.
13) Beban pajak sebaiknya sesuai
kemampuan finansial individu .
14) Analog syarat minimal (nisab).
15) Dalam kewajiban zakat.
16) Yaitu setara 85 gram emas.
B.
Ketentuan & Rekomendasi Fatwa
Menurut fatwa itu:
1)
Negara boleh memungut pajak.
2)
Hanya jika dibutuhkan untuk maslahat
umum.,
3)
Pajak dikenakan pada warga yang mampu.
4)
Objek pajak hanya untuk harta produktif
atau sekunder/tersier.
5)
Bukan kebutuhan primer.
6)
Seperti rumah hunian nonkomersial.
7)
Rumah tinggal yang dihuni.
8)
Tak boleh dikenakan pajak berulang.
9)
Alias menolak PBB-P2 berulang.
10) Atas hunian pribadi.
11) Jika pajak dipungut
12) Maka bertentangan kriteria di atas.
13) Misalnya pajak atas hunian pokok.
14) Tanpa melihat kemampuan finansial.
15) Menurut fatwa MUI hukumnya “haram”.
16) Zakat yang telah dibayar oleh Muslim.
17) Bisa “mengurangi kewajiban pajak”.
18) Jika pajak memang harus dibayar.
C.
Maksud & Motivasi Fatwa
1)
Fatwa ini sebagai respons keluhan Masyarakat.
2)
Terkait naik drastis pajak bumi dan
bangunan (PBB-P2).
3)
Dalam pandangan MUI.
4)
Dianggap “tidak adil”.
5)
Jika dikenakan pada rumah tinggal
biasa.
6)
MUI berargumen.
7)
Rumah hunian.
8)
Bukan benda produktif.
9)
Bukan sekunder/tersier.
10) Tapi kebutuhan dasar manusia (primer).
11) Pajak berulang atas hunian dasar.
12) Tak sesuai nilai keadilan dan
prinsip syariah.
Fatwa ini pedoman moral/etis.
1)
Agar regulasi pajak di Indonesia.
2)
Dievaluasi agar lebih adil.
3)
Dan proporsional.
D.
Status & Realita Hukum (Regulasi /
Pemerintah)
1)
MUI adalah lembaga agama.
2)
Fatwa pedoman syariah/moral.
3)
Tak otomatis gantikan hukum pajak
negara.
Pemerintah, melalui instansi terkait
(seperti Kementerian Dalam Negeri /
Pemda).
1)
Belum ambil keputusan final.
2)
Fatwa “dikaji lebih dulu”.
Artinya secara hukum positif
1)
(UU/PBB) masih berlaku.
2)
Pajak sesuai undang-undang.
3)
Sampai ada perubahan resmi.
E.
Implikasi bagi Pemilik Rumah
1)
Rumah tempat vtinggal (non-komersial).
2)
Menurut pandangan MUI.
3)
Rumah itu.
4)
Idealnya tak kena pajak berulang.
5)
Tapi dalam praktik sekarang.
6)
Tetap dikenai PBB/Pajak.
7)
Jika regulasi belum diubah.
8)
Tergantung kebijakan Pemerintah Daerah.
F.
PAJAK DALAM AL-QUR’AN:
DALIL & KONSEP MENURUT ISLAM
1)
Al-Qur’an tak sebut langsung kata
“pajak (ḍarībah)” .
2)
Tapi memberi prinsip dasar.
3)
Kewajiban negara, warga, dan keadilan
ekonomi.
4)
Dijadikan dasar bahas pajak.
Prinsip Quran Landasan Pajak
1)
Adil & tak memberatkan
(QS. Al-Baqarah 2:286)
“Allah tak membebani seseorang,
melainkan sesuai kesanggupannya.”
1)
Prinsipnya pungutan negara tak boleh
memberatkan.
2)
Tak membuat rakyat terzalimi.
G.
Wajib taat pada ulil amri (Pemerintah)
(QS. An-Nisā’ 4:59)
“Taati Allah, taati Rasul, dan ulil
amri di antara kalian.”
1)
Ayat ini dasar Pemerintah membuat
aturan public.
2)
Termasuk pungutan.
3)
Demi maslahat masyarakat.
H.
Keadilan Distribusi Kekayaan
(QS. Al-Hashr 59:7)
“…agar harta tak hanya beredar di
antara orang kaya saja.”
1)
Ayat ini fondasi redistribusi kekayaan.
2)
Dalam konteks modern.
3)
Identik fungsi pajak.
I.
Larangan makan Harta Orang Lain Secara
Batil
(QS. Al-Baqarah 2:188)
“Jangan kamu makan harta sesamamu
dengan cara batil…”
1)
Pungutan ilegal, korupsi, dan pajak tidak adil.
2)
Termasuk perbuatan batil.
J.
Maslahat Umum.
(QS. Al-Mā'idah 5:2)
“Dan kamu tolong-menolong dalam
kebajikan dan takwa…”
1)
Rakyat wajib partisipasi biaya maslahat.
2)
Selama tak bertentangan syariat.
Pandangan Ulama tentang Pajak
Quran tak sebutkan pajak eksplisit.
Para ulama sepakat:
Pajak boleh.
Jika:
1)
Dibutuhkan untuk maslahah umum
2)
Dikenakan pada orang mampu
3)
Tak memiskinkan, tak menindas
4)
Tak tumpang tindih wajib zakat tanpa alasan
Pajak menjadi haram,
Jika:
1)
Dikenakan pada kebutuhan primer (rumah
tinggal pokok, pangan pokok)
2)
Dikenakan berulang tanpa alasan syar’i
3)
Membebani orang miskin
4)
Dijadikan alat menzalimi rakyat
5)
Pengelola tak transparan.
6)
Penuh korupsi
Apakah di Zaman Nabi Ada Pajak?
Ada pungutan negara.
Tapi:
1)
Zakat → kewajiban syar’i, bukan pajak
2)
Kharaj → pajak tanah taklukan
3)
Jizyah → kontribusi keamanan bagi
non-Muslim
4)
‘Usyr → bea perdagangan lintas negara
Ulama kontemporer sepakat:
1)
Zakat tak otomatis gugurkan pajak.
2)
Tapi Pemerintah dianjurkan memberi
pengurangan pajak bagi pembayar zakat (inisiatif kebijakan).
K.
Apakah Pajak Rumah Ada dalam Quran?
Jawab:
Secara langsung: tidak ada.
1)
Ulama menarik kesimpulan kaidah kebutuhan
primer (dharuriyat):
2)
Rumah tinggal pokok termasuk kebutuhan
primer
3)
Kebutuhan primer tidak boleh dibebani
“kewajiban berulang”.
Berdasar prinsip:
“Rasulullah melarang beban yang
menjerumuskan.”
Fatwa MUI 2025.
Ambil dasar-dasar Quran ini.
Untuk menyimpulkan:
1)
Hunian non-komersial.
2)
Tak boleh dipajaki berulang-ulang.
3)
Misalnya PBB terus-menerus.
Kesimpulan:
Pajak dalam Quran Menurut Syariah
Diperbolehkan (mubah)
…jika untuk kemaslahatan, adil,
proporsional, dan tidak memberatkan.
Menjadi zalim / haram
…jika melanggar prinsip Quran:
1)
tak sesuai kemampuan rakyat (2:286),
2)
menzalimi rakyat (2:188),
3)
merampas sebagian harta primer,
4)
merusak keadilan distribusi (59:7).
Sumber
1)
Tafsir Quran Perkata DR M Hatta.
2)
ChatGPT.
3)
Copilot.
4)
Cici.
5)
Claude.
6)
Grok.
7)
Meta AI
.jpeg)
0 comments:
Post a Comment