MASALAH KHILAFIAH.
BERBEDA CARA, SAMA TUJUAN
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

Beberapa orang bertanya,”Mengapa umat Islam kadang kala berbeda dalam menentukan Hari Raya Idul Fitri? Mengapa umat
Islam tak bisa selalu bersamaan dalam merayakan Hari lebaran? Profesor Quraish
Shihab menjelaskan tentang khilafiah.
Khilafiah merupakan perbedaan pendapat di antara para ahli hukum Islam
dalam menentukan hukum.
Nabi bersabda kepada pasukan perang Islam,”Kalian jangan salat Asar sebelum
sampai di perkampungan Bani Quraizhah”. Perjalanan pasukan menuju Bani Quraizhah
memerlukan waktu lama. Sehingga jadwal waktu salat Asar hampir habis.
Sebagian kelompok pasukan Islam melakukan salat Asar, sebelum tiba di
perkampungan Bani Quraizhah. Sebagian kelompok lagi berpegang pada bunyi teks
dan tetap bersikukuh akan melaksanakan salat Asar di perkampungan Bani Quraizhah.
Meskipun waktu Asar sudah berlalu.
Perbedaan ini dilaporkan kepada Nabi. Ternyata, Nabi tak menyalahkan
siapa pun. Nabi membenarkan kedua kelompok, meskipun berbeda. Dalam bahasa
agama disebut “Tannawu’ al-ibadah” atau “Keragaman cara beribadah”.
Dalam ilmu “Ushul” sebagian ulama menganut prinsip “Belum ada keketapan hukum
Allah, sebelum ada ijtihad dari seorang mujtahid”. Mujtahid ialah orang yang memiliki
otoritas menentukan sebuah hukum.
Sehingga, hukum Allah sesuai dengan keputusan pemilik otoritas hukum,
meskipun keputusannnya berbeda, semuanya diperbolehkan. Semuanya direstui
Allah, meskipun hasilnya tak sama.
Keputusan merupakan hak pemilik otoritas, meskipun mengambil keputusan
salah, masih tetap direstui Allah. Bahkan mendapatkan satu pahala. Karena kesungguhannya
dalam mencari kebenaran.
Tetapi, harus diingat kelonggaran ini hanya berlaku dalam masalah “furu”
atau “rincian ajaran”. Misalnya, tentang penetapan Hari Raya Idul Fitri. Keputusan
yang berbeda pun harus berasal dari seorang “mujtahid”. “Mujtahid”, yaitu “orang
yang memiliki otoritas menentukan sebuah hukum”.
Dapat dipastikan semua kelompok yang berbeda melakukan Hari Raya Idul
Fitri, semuanya sama-sama ikhlasnya dalam beragama. Terjadi perbedaan hanya
dalam cara pandang, bukan tujuannya.
Berbeda dalam menenetukan waktu Hari Raya Idul Fitri, tetapi maknanya sama.
Yaitu semuanya beridul fitri. Saling mendoakan
agar semua amal ibadah diterima Allah.
Pendapat seseorang atau suatu kelompok, betapapun diyakini kebenarannya. Masih mungkin terjadi kesalahan.
Pendapat orang lain atau kelompok lain, walaupun dinilai salah. Mungkin ada unsur
kebenarannya. Boleh berbeda pendapat, tetapi di dalam dada tak ada perselisihan.
Mari kita mengikuti ucapan Nabi ketika menyambut Hari raya Idul Fitri. “Taqobballahu
minna waminkum”. Semoga Allah berkenan menerima amal ibadah kita dan amal ibadah
kalian semua. Amin.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah
dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
0 comments:
Post a Comment