BERAGAMA
DENGAN GEMBIRA
Oleh:
Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

1. Apakah
beragama itu serius, kaku, dan pethenthengan?
2. Enggak
lah.
3. Begitu
kira-kira penyampaian ceramah Gus Baha, yang saya ikuti tempo hari, di Pondok
Cabe, Jakarta Selatan.
4. Gus
Baha tampil seperti biasa, kemeja putih, kopiah hitam diangkat di atas
keningnya, berbicara santai, tapi penuh makna dan kaya literatur.
5. Gus
Baha mengatakan nabi dan umat terdahulu penuh guyon.
6. Bahkan
Allah juga begitu.
7. Hubungan
Khalik dan makhluk itu mesra.
8. Apalagi
antarmakhluk yang bernama manusia, antara nabi dan sahabat, santri bersama
gurunya, dan wali bersama muridnya.
9. Lantas
Gus Baha bercerita,
10. Nabi
Musa mengajak 70 santrinya naik gunung, memenuhi perintah Allah untuk menerima
wahyu: Taurat.
11. Ketika
di atas gunung, Nabi Musa menyendiri.
12. Beberapa
lama nabi Musa mengajak para pengikutnya turun.
13. “Yuk,
sudah dapet wahyunya. Kita turun sekarang,” kurang lebih begitu Nabi Musa
mengajak para santrinya 70 orang itu.
14. Tapi
para santri Nabi Musa protes, “Tidak bisa begitu, wahai Nabi.
15. Kami
juga ingin menyaksikan Allah dengan mata kepala sendiri, sama seperti Panjenengan,
wahai Nabi.”
16. Allah
memerintahkan petir menyambar dan sahabat Nabi Musa semuanya mati.
17. Nabi
Musa sedikit kaget.
18. Nabi Musa
berkata kepada Tuhan, “Jangan begitu Allah, aku butuh saksi yang menyaksikan
bahwa benar-benar aku menerima wahyu dari-Mu.”
19. Jika semuanya
mati, maka tidak ada saksinya.
20. Sekalian
saja, aku Engkau matikan.
21. Hidupkan
lagi, Ya Allah!
22. Dan
mereka pun dihidupkan kembali.
23. Demikian
Gus Baha bercerita.
24. Tak
sepenuhnya bisa dipahami, kisah itu mungkin tak masuk akal.
25. Tapi
itulah kisah Nabi Musa yang diceritakan Gus Baha, kita bisa menikmatinya,
dengan santai sebagai santapan rohani.
26. Agama dalam
penyajian Gus Baha ringan, gembira, dan penuh gelak tawa.
27. Semoga
membawa hikmah untuk kita semua.
(Sumber:
internet)
0 comments:
Post a Comment