JANGAN MERASA DIRI LEBIH SUCI DIBANDING ORANG LAIN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.
Semuci Bukan Sifat Terpuji
Halal bihalal mestinya
menjadi momentum mereduksi watak anāniyyah (egoisme) pribadi.
Dalam berorganisasi
dan bermasyarakat.
Sembari bergerak bersama dan seirama.
Menjadikan aktivitas amal
usaha Muhammadiyah sebagai ibadah.
Adalah karakter
penting yang perlu kita refleksikan dalam Idul Fitri ini.
Demikian salah satu pesan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr H
Haedar Nashir MSi.
Dalam acara
virtual Halal bihalal Civitas
Akademik UM Surabaya,
19 Mei 2021.
Pada kesempatan itu,
seluruh dosen, karyawan, dan beberapa diaspora Muhammadiyah turut hadir.
Haedar Nashir
mengingatkan sikap semuci atau merasa diri suci, bukan karakter terpuji.
Pembersihan diri (tazkiyyat
al-nafs) memang penting dan perlu.
Tapi jika disertai perasaan
semuci.
Hal itu justru dilarang.
Al-Quran surah An-Najm
(surah ke ayat 32.
الَّذِينَ
يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ إِلَّا اللَّمَمَ ۚ إِنَّ
رَبَّكَ وَاسِعُ الْمَغْفِرَةِ ۚ هُوَ أَعْلَمُ بِكُمْ إِذْ أَنْشَأَكُمْ مِنَ
الْأَرْضِ وَإِذْ أَنْتُمْ أَجِنَّةٌ فِي بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ ۖ فَلَا
تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ ۖ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَىٰ
(Yaitu) orang yang menjauhi dosa besar dan
perbuatan keji yang selain kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Maha luas
ampunan-Nya. Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan
kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah
kamu mengatakan dirimu suci. Dia yang paling mengetahui tentang orang yang
bertakwa.
Surah An-Najm 32 melarannya.
Yaitu: ‘wa lā tuzakkū
anfusakum‘.
Janganlah kamu menganggap dirimu suci.
Layak kita renungkan bersama.
Jika karakter tidak semuci timbul, maka sikap anāniyyah (egois)
akan tereduksi.
Sikap mau minta dan
menerima maaf mudah terjadi.
Dan semangat bekerja
bersama mudah terjalin.
Keberadaan kita bersama orang lain.
Perlu secara fisik dan
diiringi perjumpaan secara hati.
“Berjumpa tapi tak bertemu,” kata Prof Haedar.
Terlihat berjabat
tangan dan bersama.
Tapi hati tidak satu
frekuensi.
Kelihatan bersama,
tapi justru yang terjadi taḥsabuhum jamīan, wa qulūbuhum syattā (al-Hasyr
14).
Kamu mengira mereka
bersatu, padahal hati mereka terpecah-belah.
Al-Quran surah Al-Hasyr (surah ke-59) ayat 14.
لَا يُقَاتِلُونَكُمْ جَمِيعًا إِلَّا فِي قُرًى
مُحَصَّنَةٍ أَوْ مِنْ وَرَاءِ جُدُرٍ ۚ بَأْسُهُمْ بَيْنَهُمْ شَدِيدٌ ۚ
تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّىٰ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا
يَعْقِلُونَ
Mereka tidak akan memerangi kamu dalam keadaan bersatu padu,
kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok. Permusuhan
antara sesama mereka sangat hebat. Kamu kira mereka bersatu, sedangkan hati
mereka berpecah belah. Yang demikian karena sesungguhnya mereka kaum tidak
mengerti.
Fitri, Fitrah, dan Fuṭūr
Idul Fitri berarti
perayaan fitrah.
Beberapa kalangan,
mengartikan “Idul Fitri” sebagai kembali kepada Fitrah.
Dalam bahasa Arab,
bentuk maṣdar kata kembali (عاد).
Bukan al-Īd (العيد).
Tapi al-‘aud (العود)
dan iyādah (العيادة) (kamus al-Munawwir: 982).
ldul atau īd yang bentuk pluralnya al-a‘yād, itu perayaan.
Jadi Idul Fitri itu
perayaan fitrah.
Suatu perayaan yang
lazimnya dilakukan dengan gembira.
Gembira karena boleh
berbuka puasa (al-fiṭr, al-ifṭār).
Hal itu letak bahagia
(farḥtah) umt lslam yang berbuka puasa.
Kebahagiaan lain
berkaitan perjumpaan kita dengan Allah.
Rasulullah bersabda,
وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ حِينَ يُفْطِرُ
وَفَرْحَةٌ حِينَ يَلْقَى رَبَّهُ
Bagi orang yang berpuasa, ada 2 kebahagiaan. Kebahagian karena berbuka puasa,
dan kebahagian saat bertemu dengan Tuhannya.”
Orang merasa senang dengan puasanya saat bertemu dengan Allah.
Dalam Idul Fitri, ada makna transedental.
Yakni tambah dekat terhadap
Tuhan.
Hal ini signifikan
makna al-fitrah sebagai penciptaan (al-ibtidā’) dan agama sunnah (al-dīn
wa al-sunnah)
Fitrah penciptaan
manusia untuk ibadah kepada Allah.
Al-Quran surah
Az-Zariyat (surah ke-51) ayat 56.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka
mengabdi kepada-Ku.
Beibadah kepada Allah,
akan lebih bermakna jika ibadah yang kita lakukan melahirkan sikap iḥsān.
Yaitu berbuat baik
kepada orang lain.
“Itu dimensi positif halal bihalal.
Dan itu pula makna
gerakan dakwah Muhammadiyah yang menyantuni dan mengayomi orang lain.”
Prof Haedar Nasir memberi pesan kepada rektor dan seluruh sivitas akademik
Universitas Muhammadiyah (UMSurabaya).
Untuk menjadi pilar
strategis atas kemajuan Muhammadiyah.
lnstrumen penting kemajuan Muhammadiyah berada di perguruan tinggi.
Karena di perguruan
tinggi, sumber daya manusia terdidik muncul.
Dan semoga akan selalu
muncul.
(Sumber suara.muhammadiyah).
Baca Juga: Prof Haedar
Nashir: Lebih Suka Can
0 comments:
Post a Comment