TAFSIR AL-QURAN MODERN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

1. Al-Quran mengenalkan dirinya sebagai petunjuk
bagi manusia.
2. Al-Quran sebagai kitab suci yang
diturunkan agar manusia keluar dari kegelapan menuju terang benderang.
3. Al-Quran surah Ibrahim (surah ke-14) ayat
1.
الر ۚ كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ
الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَىٰ صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ
Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu agar kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.
Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu agar kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.
4. Ayat Al-Quran menjelaskan manusia tadinya
adalah satu kesatuan (ummatan wahidah).
5. Akibat lajunya pertumbuhan penduduk dan
pesatnya perkembangan masyarakat, maka timbul masalah yang memunculkan
perbedaan pendapat.
6. Allah mengutus para nabi dan menurunkan kitab
suci, agar mereka dapat menyelesaikan perbedaan dan menemukan solusi untuk
masalah mereka.
7. Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2)
ayat 213.
سَلْ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَمْ آتَيْنَاهُمْ مِنْ آيَةٍ بَيِّنَةٍ
ۗ وَمَنْ يُبَدِّلْ نِعْمَةَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُ فَإِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ
الْعِقَابِ
Manusia adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan. Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidak berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan yang nyata, karena dengki mereka sendiri. Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.
Manusia adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan. Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidak berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan yang nyata, karena dengki mereka sendiri. Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.
8. Agar Al-Quran berguna sesuai dengan
fungsi di atas, Al-Quran memerintahkan umat manusia mempelajari dan memahaminya.
9. Sehingga manusia dapat menemukan solusi
yang mengantarkan menuju jalan terang benderang.
10. Al-Quran surah Shad (surah ke-38) ayat
29.
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ
وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
Ini sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah, agar mereka memperhatikan ayatnya dan mendapatkan pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.
Ini sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah, agar mereka memperhatikan ayatnya dan mendapatkan pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.
11. Al-Quran menggambarkan masyarakat ideal
seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya.
12. Lalu tunas itu menjadikan tanaman menjadi
kuat dan membesar berdiri tegak di atas pokoknya, serta tanaman itu
menyenangkan hati.
13. Al-Quan surah Al-Fath (surah ke-48) ayat
29.
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى
الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ ۖ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا
مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا ۖ سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ۚ
ذَٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ ۚ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ
شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ
لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ ۗ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersamanya keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tampak bekas sujud pada muka mereka. Demikian sifat mereka dalam Taurat dan Injil, seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu membuat tanaman kuat lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas pokoknya. Tanaman itu menyenangkan hati penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh ampunan dan pahala yang besar.
Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersamanya keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tampak bekas sujud pada muka mereka. Demikian sifat mereka dalam Taurat dan Injil, seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu membuat tanaman kuat lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas pokoknya. Tanaman itu menyenangkan hati penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh ampunan dan pahala yang besar.
14. Ayat Al-Quran ini menggambarkan
masyarakat ideal selalu berubah dan berkembang menuju kesempurnaan.
15. Masyarakat modern bercirikan dinamis dan selalu
berubah.
16. Al-Quran menganjurkan pembaruan (tajdid),
modernisasi, atau reaktualisasi.
17. Semua ulama mengakui dan menyadari
perlunya tajdid (modernisasi), tetapi dalam pengertian dan pengalaman terjadi perbedaan.
18. Sebagian ulama menafsirkan kata “tajdid” artinya
“mengembalikan ajaran agama seperti pada masa salaf pertama”.
19. Ulama yang lain menafsirkan “tajdid “
bermakna “menyebarluaskan ilmu”.
20. Salaf ialah sesuatu atau orang yang terdahulu.
21. Rumusan gabungan pengertian “tajdid”
adalah “menyebarluaskan dan menghidupkan kembali ajaran agama seperti yang
dipahami dan diterapkan pada masa awal”.
22. Ulama yang lain memahami “tajdid“ artinya
“usaha menyesuaikan ajaran agama dengan kehidupan masa kini dengan takwil.
23. Takwil adalah menafsirkan ayat Al-Quran sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kondisi sosial masyarakat.
24. Menafsirkan ayat Al-Quran seperti dipahami
dan ditafsirkan seperti pada masa salaf pertama tidak sepenuhnya benar.
25. Al-Quran diyakini berdialog dengan setiap
generasi dan memerintahkan manusia mempelajari dan memikirkannya.
26. Hasil pemikiran seseorang dipengaruhi
pengalaman, pengetahuan, kecenderungan, dan latar belakang pendidikan yang
berbeda.
27. Memaksa suatu generasi mengikuti keseluruhan hasil pemikiran generasi
masa lampau mengakibatkan kesulitan.
28. Hakikat ciri dan masyarakat selalu
berubah.
29. Melakukan tajdid dengan menghapus atau
membatalkan ajarannya, pada hakikatnya menghilangkan ciri ajaran Al-Quran yang selalu
sesuai dengan setiap zaman dan lokasi.
30. Menafsirkan ayat Al-Quran sejalan dengan perkembangan
masyarakat atau penemuan ilmiah tanpa seleksi akan berbahaya.
31. Perkembangan masyarakat dapat berupa potensi
positif atau sebaliknya, berupa potensi negatif.
32. Penemuan ilmiah selalu bersifat objektif.
33. Hasil penemuan ilmiah ada yang telah
mapan, tetapi ada yang belum mapan.
34. Diperlukan beberapa catatan terhadap gagasan
para pemikir dan ulama kontemporer atau masa kini.
35. Para ulama yang berbicara tajdid (modernisasi),
berbeda pendapat tentang batasnya.
1) Sebagian ulama membatasinya, sehingga
tidak mencapai hasil yang diharapkan.
2) Sebagian ulama lain melampaui batas,
sehingga berbahaya.
3) Sebagian ulama berpandangan dengan berkembangnya
ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan berkembang pula pemahaman makna ayat
Al-Quran.
4) Sebagian ulama lain berpendapat syariat
Islam harus dipahami seperti zaman para sahabat Nabi.
36. Sebagian ulama memperluas penggunaan takwil,
dengan menggunakan akal seluas-luasnya dalam memahami ajaran agama, dan mempersempit
wilayah gaib.
37. Jika hal ini dilanjutkan tanpa batas, maka
dapat mengakibatkan penolakan terhadap hal-hal yang bersifat suprarasional.
38. Menggunakan akal sebagai tolok ukur
satu-satunya dalam memahami teks ayat Al-Quran, peristiwa alam, sejarah
kemanusiaan dan hal yang hal gaib, berarti menggunakan akal yang terbatas untuk
menafsirkan perbuatan Allah Yang Maha Mutlak dan Tidak Terbatas.
39. Jika redaksi ayat Al-Quran cukup jelas dan
tidak bertentangan dengan akal, meskipun belum dipahami hakikatnya, maka ayat
Al-Quran tersebut tidak perlu ditakwilkan dengan memaksakan suatu makna yang
dianggap logis.
40. Perkembangan masyarakat yang positif dan hasil
penemuan ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan, harus menjadi pegangan pokok
dalam memahami dan menafsirkan ayat Al-Quran.
41. Jika teks ayat Al-Quran bertentangan dengan
perkembangan dan penemuan ilmiah, maka harus ditakwilkan dalam batas yang
dibenarkan.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah
dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan
Al-Quran.
3. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital
Qur’an Ver 3.2.
4. TafsirWeb.online.
0 comments:
Post a Comment