Tuesday, March 31, 2020

4020. MUSYAWARAH CARA ISLAM


MUSYAWARAH CARA ISLAM
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.
1.    Kata “musyawarah” (menurut KBBI V) dapat diartikan “pembahasan bersama dengan maksud mencapai keputusan atas penyelesaian masalah”, “perundingan”, dan “perembukan”.
2.    Kata “musyawarah” terambil dari akar kata “sy-w-r-“ yang pada mulanya artinya “mengeluarkan madu dari sarang lebah”, kemudian maknanya berkembang, sehingga mencakup “segala sesuatu yang dapat diambil atau dikeluarkan dari yang lain” termasuk “pendapat”.
3.    Musyawarah juga berarti “mengatakan atau mengajukan sesuatu”.
4.    Kata “musyawarah” pada dasarnya hanya digunakan untuk “hal-hal yang baik” sejalan dengan makna dasarnya.
5.    Kata “demokrasi” (menurut KBBI V) dapat diartikan “(bentuk atau sistem) pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya”, “pemerintahan rakyat”, “gagasan atau pndangan hidup yang mengutamakan hak kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga Negara”.
6.    Al-Quran dan hadis Nabi menetapkan beberapa prinsip pokok berkaitan dengan kehidupan politik, seperti “syura” (musyawarah), keadilan, tanggung jawab, kepastian hukum, jaminan “haq al-'ibad” (hak-hak manusia), dan lainnya yang kesemuanya memiliki kaitan dengan “musyawarah” dan demokrasi.
7.    Manusia mengenal tiga cara menetapkan keputusan yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat.
1)    Keputusan yang ditetapkan oleh penguasa.
2)    Keputusan yang ditetapkan berdasarkan pandangan minoritas.
3)    Keputusan yang ditetapkan berdasarkan pandangan mayoritas (ciri umum demokrasi).
8.    Musyawarah yang diwajibkan oleh Islam tidak dapat dibayangkan berwujud seperti bentuk ke-1, karena hal itu justru menjadikan musyawarah lumpuh, dan bentuk ke-2 tidak sesuai dengan makna musyawarah.
9.    Sebagian ulama kontemporer (masa kini) menolak kewenangan mayoritas berdasarkan firman Allah dalam Al-Quran surah Al-Maidah (surah ke-5) ayat 100.

قُلْلَايَسْتَوِيالْخَبِيثُوَالطَّيِّبُوَلَوْأَعْجَبَكَكَثْرَةُالْخَبِيثِۚفَاتَّقُوااللَّهَيَاأُولِيالْأَلْبَابِلَعَلَّكُمْتُفْلِحُونَ

Katakan,”Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah, hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.”
10. Al-Quran surah Az-Zukhruf (surah ke-43) ayat 78.

لَقَدْجِئْنَاكُمْبِالْحَقِّوَلَٰكِنَّأَكْثَرَكُمْلِلْحَقِّكَارِهُونَ

Sesungguhnya Kami benar-benar telah membawa kebenaran kepadamu tetapi kebanyakan di antaramu benci kepada kebenaran itu.
11. Sebagian ulama tidak sependapat bahwa ayat Al-Quran di atas menolak kewenangan mayoritas, karena ayat itu bukan berbicara dalam konteks musyawarah, tetapi dalam konteks petunjuk Allah yang diberikan kepada para Nabi dan ditolak oleh sebagian besar anggota masyarakatnya pada zaman itu.
12. Ayat Al-Quran itu berbicara tentang sikap masyarakat Mekah ketika itu dan umat manusia dalam kenyataannya sekarang ini.
13. Meskipun dalam musyawarah dibenarkan keputusan berdasarkan pendapat mayoritas, tetapi tidak mutlak.
14. Sebagian ulama berpendapat bahwa bahwa suatu keputusan jangan langsung diambil berdasarkan pendapat mayoritas, tetapi hendaknya dilakukan diskusi berulang-ulang hingga tercapai kesepakatan.
15. Musyawarah dilaksanakan oleh orang-orang pilihan yang memiliki sifat terpuji, tidak memiliki kepentingan pribadi/golongan, dan dilaksanakan sewajarnya agar disepakati bersama.
16. Jika terdapat orang yang tidak menerima keputusan, maka menunjukkan indikasi adanya hal yang kurang berkenan di hati dan pikiran orang pilihan.
17. Perlu dibicarakan lebih lanjut agar mencapai mufakat dan hasil terbaik, itulah salah satu perbedaan antara musyawarah dalam Islam dengan demokrasi secara umum.
18. Jika pembicaraan berlarut-larut tanpa menemukan mufakat, dan terpaksa memilih pendapat mayoritas.
19. Dapat dikatakan bahwa semua pendapat adalah baik, tetapi dipilih pendapat yang paling baik.
20. Kaidah agama Islam mengajarkan.
1)    Jika terdapat dua pilihan yang sama-sama baik, maka dipilih yang lebih banyak sisi baiknya.
2)    Jika keduanya buruk, maka dipilih yang paling sedikit keburukannya.
21. Dalam implikasi pengangkatan pimpinan, persamaan antara musyawarah dan demokrasiadalah pimpinan diangkat melalui kontrak social.
22. Tetapi bermusyawarah dalam Islam harus mengaitkan dengan “Perjanjian dengan Allah”.
23. Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 124.

۞وَإِذِابْتَلَىٰإِبْرَاهِيمَرَبُّهُبِكَلِمَاتٍفَأَتَمَّهُنَّۖقَالَإِنِّيجَاعِلُكَلِلنَّاسِإِمَامًاۖقَالَوَمِنْذُرِّيَّتِيۖقَالَلَايَنَالُعَهْدِيالظَّالِمِينَ

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman,”Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata,”(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman,”Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang zalim”.
24. Dalam demokrasi sekuler masalah apa pun dapat dibahas, dimusyawarahkan,  dan diputuskan.
25. Dalam musyawarah model Islam.
1)    Tidak dibenarkan bermusyawarah dalam bidang yang telah ada ketetapannya dari Allah secara tegas dan pasti.
2)    Tidak dibenarkan menetapkan hal yang bertentangan dengan prinsip ajaran Islam.
3)    Dalam perincian, pola, dan caranya diserahkan kepada masyarakat, karena pendapat masyarakat dapat berbeda dan bervariasi sesuai dengan perkembangan zaman.
4)    Al-Quran memberikan kesempatan kepada setiap kelompok masyarakat untuk menyesuaikan sistem musyawarahnya dengan kepribadian, kebudayaan dan kondisi sosialnya.
26. Al-Quran surah Al-Maidah (surah ke-5) ayat 48 menyatakan tiap umat diberikan aturan dan jalan yang terang.

وَأَنْزَلْنَاإِلَيْكَالْكِتَابَبِالْحَقِّمُصَدِّقًالِمَابَيْنَيَدَيْهِمِنَالْكِتَابِوَمُهَيْمِنًاعَلَيْهِۖفَاحْكُمْبَيْنَهُمْبِمَاأَنْزَلَاللَّهُۖوَلَاتَتَّبِعْأَهْوَاءَهُمْعَمَّاجَاءَكَمِنَالْحَقِّۚلِكُلٍّجَعَلْنَامِنْكُمْشِرْعَةًوَمِنْهَاجًاۚوَلَوْشَاءَاللَّهُلَجَعَلَكُمْأُمَّةًوَاحِدَةًوَلَٰكِنْلِيَبْلُوَكُمْفِيمَاآتَاكُمْۖفَاسْتَبِقُواالْخَيْرَاتِۚإِلَىاللَّهِمَرْجِعُكُمْجَمِيعًافَيُنَبِّئُكُمْبِمَاكُنْتُمْفِيهِتَخْتَلِفُونَ

Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.

Daftar Pustaka
1.    Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2.    Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3.    Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4.    Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5.    Tafsirq.com online.

0 comments:

Post a Comment