GOLONGAN BERLAWANAN ALBAYINAH 6-7
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, MM
QS Al-Bayinah (98:6-7).
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ
الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ أُولَٰئِكَ
هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
6. Sesungguhnya
orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang musyrik (akan masuk) ke neraka
Jahanam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu seburuk-buruk makhluk.
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ أُولَٰئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ
7. Sesungguhnya
orang-orang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu sebaik-baik makhluk.
Catatan.
A.
“Terburuk”
1)
Bentuk: superlatif biasa
(kata sifat paling buruk di antara beberapa).
2)
Makna: menunjukkan paling jelek
atau rendah dibanding yang lain.
Tapi konteksnya bisa umum.
3)
Contoh:
“Nilai ujian itu terburuk di
kelas.”
Artinya: nilai itu paling rendah dibanding nilai lainnya.
“Cuaca hari ini terburuk
sepanjang minggu.”
Artinya: ini hari dengan cuaca paling jelek dari beberapa hari.
Jadi “terburuk” = bentuk perbandingan
biasa antar beberapa hal.
B.
“Seburuk-buruk”
1)
Bentuk: superlatif yang menegaskan
puncak keburukan
(lebih tegas dan mutlak).
2)
Biasanya dipakai dalam bahasa sastra,
agama, atau moral.
Bukan hanya perbandingan biasa.
Contoh:
“Orang yang sombong adalah seburuk-buruk
manusia.”
Artinya:
Tak ada yang lebih buruk dari sifat
itu.
Tingkat keburukan tertinggi secara
moral.
“Mereka itu seburuk-buruk makhluk.”
Tak sekadar “lebih buruk daripada yang lain”.
Tapi paling hina secara hakiki di sisi
Allah.
Kesimpulan
1)
Terburuk = perbandingan biasa.
2)
Seburuk-buruk = penegasan tingkat
paling buruk secara mutlak
Biasanya untuk moral, akhlak, atau nilai agama.
C.
“Terbaik”
1)
Makna umum:
Kata sifat superlatif.
Berarti paling baik di antara beberapa hal atau orang.
Biasanya digunakan dalam perbandingan biasa, bukan mutlak.
2)
Contoh:
“Dia adalah siswa terbaik di
kelas.”
Artinya dia paling berprestasi dibanding teman-temannya.
3)
“Inilah keputusan terbaik
menurut kondisi sekarang.”
Artinya paling tepat dibanding pilihan lain.
4)
Jadi “terbaik” digunakan untuk membandingkan
secara relatif.
Tergantung situasi atau kelompoknya.
D.
“Sebaik-baik”
1)
Makna:
Bentuk superlatif yang lebih kuat dan bersifat mutlak.
Biasanya dipakai dalam bahasa agama, sastra, atau nilai moral.
2)
Contoh:
“Rasulullah adalah sebaik-baik
manusia.”
Artinya:
Tak ada manusia yang lebih baik
darinya.
Puncak kebaikan mutlak.
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling
baik akhlaknya.”
(Hadis Nabi ﷺ)
Bukan perbandingan duniawi.
Tapi nilai moral tertinggi di sisi
Allah.
Jadi “sebaik-baik” menggambarkan tingkat
kebaikan paling tinggi.
Tak sekadar dibandingkan dengan
kelompok tertentu.
Kesimpulan
1)
Terbaik = perbandingan duniawi dan
relatif.
2)
Sebaik-baik = kebaikan paling tinggi,
mutlak.
Sering dipakai dalam konteks moral atau agama.
“Mereka itu sebaik-baik makhluk.”
(QS. Al-Bayyinah: 7)
Artinya.
1)
Tak hanya lebih baik daripada yang
lain.
2)
Tapi manusia paling mulia di sisi
Allah karena iman dan amal salehnya.
E.
Tafsir Singkat Gabungan (6–7)
Ada 2 dua kelompok besar:
1.
Golongan celaka (ayat 6):
1)
Orang kafir Ahli Kitab (Yahudi dan
Nasrani) serta orang musyrik (penyembah berhala).
2)
Dosa mereka: menolak kebenaran Rasul
terakhir (Muhammad ﷺ)
Padahal sudah datang penjelasan yang
nyata (al-bayyinah).
3)
Balasannya: kekal di neraka Jahanam
karena kekufuran mereka.
4)
Disebut “syarrul bariyyah”
Seburuk buruk makhluk.
Sebab berpaling dari Pencipta.
Menolak petunjuk yang sudah jelas.
F.
Golongan bahagia (ayat 7):
1)
Yang dimaksud: orang-orang yang
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta membuktikan imannya dengan amal saleh.
2)
Sifatnya: disebut “khairul bariyyah” —
makhluk yang paling baik, karena hidupnya mengikuti cahaya wahyu dan tunduk
kepada kebenaran.
3)
Balasannya (dijelaskan di ayat 8):
surga yang kekal, diridhai Allah dan mereka pun ridha kepada-Nya.
Tafsir Ibnu Kasir:
1)
Dua ayat ini perbandingan tegas.
2)
Penghuni neraka dan surga.
3)
Orang kafir disebut seburuk-buruk
makhluk.
4)
Sebab ingkar nikmat akal dan wahyu.
5)
Orang beriman disebut sebaik-baik
makhluk.
6)
Sebab memanfaatkan nikmat untuk taat pada
Allah.
Tafsir Sa‘di:
1)
Kemuliaan manusia tak diukur dari
nasab, bangsa, atau kekuatan.
2)
Tapi dari iman dan amal saleh.
3)
Barang siapa menolak iman.
4)
Maka derajatnya lebih rendah daripada
binatang.
Tafsir Muyassar:
1)
Akibat menolak kebenaran (ayat 6)
2)
Pahala bagi yang menerimanya (ayat 7).
3)
Ini hukum keadilan Allah yang
sempurna.
Pelajaran
1)
Kebenaran harus diikuti.
2)
Bukan ditolak.
3)
Tahu kebenaran tapi tak mau tunduk.
4)
Tergolong seburuk makhluk.
5)
Iman harus dibuktikan dengan amal
saleh.
6)
Tak cukup hanya meyakini di hati.
7)
Iman harus diwujudkan dalam perbuatan
baik.
8)
Ada 2 jalan hidup:
a.
Menolak wahyu → neraka kekal.
b.
Menerima dan mengamalkan wahyu → surga
abadi.
9)
Ukuran mulia sejati bukan dunia.
10) Tapi dekat dengan Allah.
Tafsir Modern
Ada 2 arah hidup manusia
1)
Arah menolak kebenaran.
Hidup tanpa nilai transenden.
Mengejar dunia tanpa nurani.
2)
Arah menerima iman.
Hidup dengan nilai moral.
Tanggung jawab spiritual.
Dalam konteks modern.
Ada 2 gaya hidup:
1)
Manusia materialis.
Memuja sains.
Tapi menolak makna.
Anggap hidup tanpa Tuhan.
2)
Manusia beriman .
Padukan akal dan spiritual.
Berbuat baik karena sadar dirinya makhluk Tuhan.
“Seburuk-buruk makhluk”.
Bukan hinaan.
Tapi peringatan moral
Tak sekadar mengecap orang kafir “buruk”.
Tapi gambaran akibat hidup tanpa arah
ilahi.
Manusia menolak nilai kebenaran.
Maka hilang kemanusiaannya.
Ia bisa jadi makhluk paling cerdas.
Tapi juga paling merusak.
Maka “syarrul bariyyah” (makhluk terburuk) Yaitu manusia cerdas.
Tanpa hati dan iman.
“Sebaik-baik makhluk”.
Manusia sadar tujuan hidup
Ayat 7 tampilkan kontrasnya.
Orang beriman dan beramal saleh.
Dalam pandangan modern.
Manusia seimbang iman dan aksi sosial.
Ia rajin beribadah.
Juga menebar kebaikan.
Menjaga keadilan.
Menghormati sesama.
“Khairul bariyyah”.
Tak sekadar label religi.
Tapi identitas moral tertinggi
manusia.
Iman dan amal saleh:
Dua pilar kemajuan peradaban
1)
Iman menjaga arah hidup.
Agar ilmu dan kekuasaan tidak liar.
2)
Amal saleh membuat iman nyata.
Melahirkan keadilan, kemanusiaan, dan kepedulian sosial.
Masyarakat ideal.
Yaitu masyarakat beriman dan berbuat baik.
Tak hanya salah satu.
Pesan untuk manusia modern
1)
Kemajuan teknologi tanpa iman bisa
menghancurkan.
2)
Keimanan tanpa amal saleh hanya jadi
simbol kosong.
3)
Nilai tertinggi manusia bukan pada
kekuatan ekonomi atau politik.
4)
Tapi pada iman melahirkan kebaikan
nyata.
Kesimpulan Modern
Potret 2 tipe manusia.
1)
Hilang arah.
Sebab menolak kebenaran.
2)
Menemukan makna hidup.
Sebab beriman dan berbuat baik.
Dalam dunia modern.
Serba cepat dan penuh ego.
Ayat ini ingatkan:
1)
Jadilah manusia terbaik.
2)
Bukan karena status.
3)
Tapi karena iman dan amal nyata.
Sumber
1)
Tafsir Quran Perkata DR M Hatta.
2)
ChatGPT.
3)
Copilot.
4)
Cici.
5)
Claude.
6)
Grok.



.jpg)
0 comments:
Post a Comment