MENCIUM HAJAR ASWAD
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M
Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang mencium Hajar Aswad menurut agama Islam?” Berikut ini penjelasannya.
Para ulama menjelaskan bahwa Kakbah dibangun dan direnovasi minimal dua belas kali sepanjang sejarah, tetapi beberapa riwayat tersebut dapat dipercaya dan ada yang meragukan.
Pembangunan dan renovasi Kakbah yang dapat dipercaya adalah: para malaikat, Nabi Adam, Nabi Syis bin Nabi Adam, Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, Amaliqah, Jurhum, Qushai bin Kilab, Quraisy, Abdullah bin Zubair (65 Hijrah), Hujai bin Yusuf (74 Hijrah), Sultan Murad Usmani (1040 Hijrah), Raja Fahd bin Abdul Aziz (1417 Hijrah).
Abdullah bin Umar berkata,”Ketika Nabi Adam diturunkan ke bumi Allah berfirman,’Aku menurunkanmu beserta sebuah rumah yang digunakan untuk tawaf seperti Arsy-Ku dan sekitarnya dipakai untuk salat seperti Arsy-Ku’.”
Nabi Ibrahim dan anaknya, Nabi Ismail, diperintah oleh Allah utuk membangun Kakbah kembali di atas pondasi semula dengan bahan-bahan bebatuan yang diambil dari lima gunung yaitu: Hira, Tsabir, Laban, Thur, dan Khair.
Kemudian Nabi Ibrahim berdoa seperti dalam Al-Quran surah Ibrahim, surah ke-14 ayat 37.
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan salat, maka jadikan hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezeki mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.”
Hajar Aswad adalah batu yang tertanam di pojok selatan Kakbah pada ketinggian 1,1 meter di atas lantai yang tertanam dalam batu besar yang dikelilingi perak dengan ukuran tinggi 25 cm dan lebar 17 cm.
Awalnya, Hajar Aswad berupa satu bongkahan berdiameter sekitar 30 cm, tetapi sekarang berkeping-keping menjadi 8 gugusan batu kecil karena Hajar Aswad dipecah pada zaman Qaramithah, yaitu sekte dari Syiah Ismaililyah, yang membawa Hajar Aswad ke Kuffah pada tahun 319 Hijrah dan dikembalikan tahun 339 Hijrah.
Hajar Aswad berupa 8 gugusan batu kecil itulah yang disunahkan oleh Nabi Muhammad untuk mencium dan menyalaminya, bukan lapisan perak dan bukan batu yang mengelilinginya.
Hajar Aswad menjadi patokan bagi jamaah haji dan umrah dalam melakukan tawaf untuk memulai dan mengakhiri tawaf sebanyak 7 kali mengelilingi Kakbah dengan berjalan kaki atau memakai kursi roda berputar berlawanan arah jarum jam, artinya Kakbah selalu berada di sebelah kiri jamaah.
Ibnu Abbas berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Hajar Aswad turun dari surga berwarna putih lebih putih daripada susu, dan dosa manusialah yang membuat batu tersebut menjadi hitam.”
Nabi Besabda,“Hajar Aswad adalah batu yang berasal dari surga yang semula berwarna putih yang lebih putih daripada salju dan dosa kaum musyrik yang membuatnya menjadi hitam.”
Ibnu ‘Abbas berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Allah akan mengutus Hajar Aswad pada hari kiamat kelak, karena dia bisa melihat dan bisa berbicara yang akan menjadi saksi bagi orang yang benar-benar menyentuhnya.”
Zaman dahulu Kakbah dikelilingi banyak berhala milik kaum musyrik sejumlah 365 berhala, sampai akhirnya batu Hajar Aswad berubah warna menjadi hitam karena dosa kemusyrikan manusia di sekitarnya.
Mencium Hajar Aswad dan menyalaminya bukan tindakan menyembah batu dan menghormati batu yang hanya berupa benda mati, tetapi karena mematuhi perintah Allah dan perintah Nabi Muhammad.
Umar bin Khattab berkata, “Aku mencium Hajar Aswad padahal aku tahu Hajar Aswad hanyalah batu. Seandainya aku tidak melihat Nabi Muhammad mencium Hajar Aswad, maka aku tidak akan mencium Hajar Aswad.”
Daftar Pustaka
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap). Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung. 2017.
2. Al-Mubarakfury, Syaikh Shafiyurrahman. Sirah Nabawiyah. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta. 2006.
3. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Masjid Nabawi. Madinah 2004.
4. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Mekah. Mekah 2004
5. Al-Kandahlawi, Maulana Muhammad Zakaria. Himpunan Fadhilah Amal. Penerbit Ash-Shaff. Yogyakarta. 2000.
6. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
7. Tafsirq.com online
0 comments:
Post a Comment