Sunday, June 20, 2021

10014. HUKUMNYA KREDIT SEPEDA MOTOR DI LEASING

 





HUKUMNYA KREDIT SEPEDA MOTOR DI LEASING

Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

 

 

 

Kredit adalah cara menjual barang dengan pembayaran diangsur.

 

Leasing berasal dari bahasa Inggris “lease”.

 

Yang artinya “menyewakan”.

 

 

Secara umum, leasing adalah segala bentuk penyediaan barang modal untuk dipakai perusahaan atau perorangan dalam jangka waktu tertentu.

 


JUAL BELI LANGSUNG


Yaitu jual beli yang serah terima harga dan barangnya dilakukan langsung.

 

 Hukumnya boleh dengan syarat  pembeli bisa meneliti barangnya, harganya jelas, dan barangnya bermanfaat.

 

Ditambah barangnya milik penjual atau diperintah menjual oleh pemiliknya.

 

Hukum jual beli ini sah, tanpa adanya khilaf.  

 

 

JUAL BELI KREDIT

 

Yaitu jual beli dengan sistem penyerahan barang atau harganya tertunda.

 

Cara membayarnya dengan angsuran.

 

Hukumnya sah, dengan syarat harga dan waktu lunasnya jelas.

 

Dibolehkan menetapkan denda agar debitur tidak menunda pelunasan.

 

Tapi, denda bukan termasuk pendapatan.

 

Hasilnya untuk kepentingan sosial.

 

 

Para ulama berbeda pendapat bentuk akad model ini.

 

Ada yang membolehkan dan ada yang melarang.

 

Masing-masing berbeda dalam memandang makna bunga pada akad di atas.  

 

Secara umum, jual beli secara kredit, hukumnya boleh.

 

Adanya perbedaan harga kontan dengan harga kredit.

 

Hal itu lumrah dan boleh.

 

Asalkan sebelum berpisah, pihak pembeli dan penjual sepakat dengan skema tertentu.

 

 

Harga kredit lebih mahal daripada harga kontan itu wajar.

 

Leasing adalah mekanisme jual beli.

 

Yang penagihan angsurannya dipindah dari penjual aslinya ke lembaga pembiayaan.

 

 

Pemindahan wajib disepakati 3 pihak, yaitu:

 

1.      Penjual pertama.

2.      Lembaga pembiayaan.

3.      Pembeli.

 

Maka hukumnya boleh.  

 

 

 

Jika pembeli tidak mampu memenuhi kewajibannya.

 

Maka pihak finance menyitanya.

 

Penyitaan dibolehkan dengan syarat:

 

1.      Pembeli mendapat ganti rugi yang wajar.

 

2.      Besarnya ganti rugi sesuai harga taksiran saat disita.

 

3.      Misalnya, jumlah angsuran dikurangi harga sewa pakai selama digunakan.

 

 

4.      Tindakan menyita barang, tapi tak memberi ganti rugi termasuk zalim.

 


(Sumber NU.online)

0 comments:

Post a Comment