Monday, December 5, 2022

15690. PLUS MINUS PILIHAN PRESIDEN LANGSUNG

 

 

 


PLUS MINUS SISTEM PILIHAN PRESIDEN LANGSUNG

Oleh:Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

 

 

 

 

PERAN Partai/DPR terlalu dominan.

Membuat aturan Pemilu/Pilpres.

 

DPD RI sebagai repsentasi Daerah.

Tak punya peran.

Dalam menyusun aturan Pemilu/Pilpres.

 

Organisasi:

1)        NU.

2)        Muhammadiyah.

3)        Dan lainnya.

 

Anggotanya belum tentu.

Salurkan aspirasi ke partai.

Dan Kelompok Profesi/Intelektual.

 

Raja dan Sultan.

Punya andil besar.

Dalam kelahiran Indonesia.

 

Mestinya mendapat tempat.

Sebagai Utusan Golongan.

 

Terkait spirit teks UUD 1945.

Pada 18 Agustus 1945.

 

Dan Sila ke-4 Pancasila.

Harus diatur dalam UU Pemilu/Pilpres.

 

Peran partai dominan.

Tanpa penyeimbang.

 

Partai enak kompromi.

Dan mengatur Capres.

 

Tanpa ditimbang matang.

Dalam pengajuan capres.

 

Mereka bisa dikendalikan uang.

Dari oligarki kapital.

Sehingga abaikan mutu calon Presiden.

 

Kata Bambang Soesatyo.

Untuk kuasai 1 Partai.

Cukup Rp1 triliun.

 

Dengan Sistem Pilpres Langsung.

Meskipun punya calon bagus.

 

Tapi jika oligarki kapital tak mau.

Bisa bermain.

 

Saat proses calon.

Atau proses pilihan.

 

Sistem one man one vote.

Dalam Pilpres langsung.

 

Suara 1 orang gila.

Sama dengan suara 1 Guru Besar.

Sungguh aneh.

 

Biaya Pilpres langsung.

Ratusan triliun rupiah.

Untuk KPU.

 

Dan triliunan dari capres.

Atau cukong.

 

Hasilnya belum tentu.

Sesuai harapan:

1)        Rakyat.

2)        Cukong.

 

Biaya itu.

Belum untuk keamanan, birokrasi.

Dan lainnya.

 

Biaya sosial dan psikologis mahal.

Suasana kampanye.

Merusak hubungan sosial rakyat.

 

Banyak hoaks dan fitnah.

Hubungan antar warga:

 

1)        Kurang harmonis.

2)        Curiga.

 

3)        Rakyat terbelah.

4)        Tak rukun.

5)        Rusak Sila ke-3 Pancasila.

 

Isu sensitif:

1)        Suku.

2)        Ras.

 

3)        Golongan.

4)        Agama.

5)        Cara ibadah.

 

Diumbar sebagai instrumen kampanye.

Hingga ancam persatuan.

 

Daftar Pemilih lama.

Tahun 2014.

 

Banyak meninggal.

Masih dihitung .

Untuk Pemilu/Pilres 2019.

 

Tapi pemilih pemula.

Usia 17 tahun.

 

Pada tahun 2018.

Tak dianggap.

 

Hal itu.

Cacat hukum, cacat akal sehat, dan cacat moral.

 

Bahkan angka itu.

Untuk basis.

 Presidential Threshold.

 

Memasukkan orang gila.

Atau cacat mental.

 

Sebagai pemilih.

Tanda ada hal tersembunyi.

 

Termasuk data pemilih misterius.

Sangat tidak logis.

 

Pada pilpres tahun 2019.

Sekitar 17,5 juta suara.

 

Pemilih misterius

 (Ahli IT Agus Maksum).

 

Muncul dugaan konspirasi.

 

Teknologi IT canggih.

Bisa dimainkan.

 

Produksi KTP misterius.

Formulir misterius.

Dan lainnya.

 

Sangat tidak kondusif.

Dalam membangun rasa percaya.

 

KPU aneh.

Mendadak ubah cara debat.

Pada Pilpres 2019.

 

Berbagai indikasi lain.

Diduga akomodasi peserta pilpres.

 

Rakyat sulit percaya KPU bisa netral.

 

Negara sebesar ini.

Kaum menengahnya kaya.

 

Kenapa Kotak Pemilu/Pilpres.

Dibuat dari kardus?

 

Lalu Kardus Digembok?

Ada apa di balik ini?

 

Kalau kita percaya angka ini.

Hasil Pilpres tahun 2019.

 

Dengan calon:

1)        Joko Widodo – Ma’ruf Amin.

2)        Prabowo Subianto – Sandiaga Uno.

 

DPT Pemilu/Pilpres 2019.

Yaitu 192,83 juta jiwa. 

 

Jumlah pemilih.

1)        Jokowi-Ma'ruf = 85.607.362 suara.

2)        Prabowo-Sandi = 68.650.239 suara.

 

Total = 85.607.362 + 68.650.239

= 154.257.601.

 

Berdasarkan DPT.

Selisih 192.830.000 – 154.257.601 = 38.572.399.

 

Angka 38.572.399 ini.

1)        Golput.

2)        Rusak.

3)        Dan lainnya.

 

Kesimpulan:

Jumlah pemilih.

1)        Jokowi-Ma' ruf = 85.607.362 : 192.830.000 = 44,40 persen.

 

2)        Prabowo-Sandi = 68.650.239 : 192.830.000 = 35,60 persen.

 

Jumlah golput, suara rusak dll = 38.572.399 : 192.830.000 = 20 persen.

 

Pilpres 2014.

1)        Joko Widodo – Jusuf Kalla.

2)        Prabowo Subianto – Hatta Rajasa.

 

1.        Jokowi-JK = 37,30 persen.

2.        Prabowo-Hatta = 32,88 persen.

3.        Golput dll = 29,81 persen.

 

Rumus menang demokratis.

Yaitu 50+1.

 

Jokowi menang 2 kali.

1)         37,30 persen.

2)        44,20 persen.

 

Menang 2 kali.

Tapi suaranya.

Di bawah 50 persen pemilih.

 

Mengacu rumus menang demokratis.

Tak tercapai.

 

Hasilnya legal.

Tapi tidak legitimatif.

 

Pilpres Perwakilan.

Dan Musyawarah MPR RI.

 

Dianggap kurang demokratis.

Tapi terpilih Presiden bermutu.

 

Karena faktor Utusan Golongan.

Bisa jadi “penyaring capres”.

 

Kegiatan Presiden setelah dilantik.

 

1.        Tahun ke-1.

 

1)                Konsolidasi kekuasaan.

2)                Partai bukan pendukung.

Diijinakkan segala cara.

 

3)                Sekongkol bangun oligarki.

4)                Kepentingan rakyat diselewengkan.

 

2.        Tahun ke-2.

 

1)        Kerja program nyata.

Bisa dilihat rakyat.

Agar rakyat kagum.

 

2)        Program abstrak disingkirkan.

 

Seperti: revolusi mental, nation and character building.

Disingkirkan.

Meskipun masuk janji kampanye.

 

Sinetron kejar tayang.

Membuat rakyat kagum.

 

3)        Dipilih program praktis.

 

Seperti kartu sehat.

Paling mudah bangun infrastruktur.

 

Dengan pinjaman bunga besar.

Pakai dana tak semestinya.

 

Untuk infrastruktur.

Seperti: dana haji, dana pensiun.

 

Hal itu.

Sekadar contoh kerja.

Tanpa GBHN.

 

3.        Tahun ke-3.

 

1)        Bangun pencitraan.

2)        Banyak selfie.

 

3)        Berbagai konsolidasi.

4)        Agar terpilih periode ke-2.

 

4.        Tahun ke-4.

 

1)        Sibuk bertempur.

2)        Kampanye sembunyi atau jelas.

 

3)        Program rakyat.

Seperti raskin, bansos.

Diolah jadi modal politik petahana.

 

(Sumber fnn)

 

 

0 comments:

Post a Comment