MEMAHAMI KEBERSIHAN DAN KESEHATAN
(Seri ke-2)
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.
Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang kebersihan dan Kesehatan menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
Para ulama menjelaskan bahwa tingkatan “iman” atau kepercayaan lebih dari 70 cabang iman, dan puncak iman paling tinggi adalah keyakinan bahwa, ”Tidak ada tuhan selain Allah”, sedangkan posisi iman yang paling rendah adalah, “Menyingkirkan gangguan dan rintangan dari jalan umum”.
Para ulama menjelaskan bahwa menutup hidangan, mencuci tangan sebelum makan, bersikat gigi, larangan bernafas sambil minum, tidak kencing dan buang air besar di tempat yang airnya tidak mengalir atau di bawah pohon, adalah contoh praktis dari banyak tuntunan dan ajaran Islam dalam konteks menjaga kesehatan.
Bahkan sebelum para ahli mengenal wilayah “karantina”, yaitu tempat penampungan yang lokasinya terpencil untuk mencegah terjadinya penularan penyakit, Nabi telah bersabda, “Apabila kamu mengetahui adanya wabah di suatu daerah, maka kamu jangan mengunjungi daerah itu, tetapi apabila kalian berada di daerah itu, kamu jangan meninggalkannya”.
Para ahli kesehatan berpendapat bahwa perut manusia adalah sumber utama segala penyakit, oleh karena itu, banyak ajaran dari Al-Quran dan hadis Nabi yang menuntun agar manusia menjaga dan merawat kesehatannya yang berkaitan dengan makanan dan minuman yang masuk ke dalam perutnya.
Al-Quran surah Al-A'raf, surah ke-7 ayat 31.
۞ يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan”.
Nabi bersabda,”Isilah perutmu, yaitu sepertiga untuk tempat makanan, sepertiga untuk tempat minuman, dan sepertiga untuk pernapasan”.
Para ahi berpendapat bahwa jenis makanan yang dikonsumsi manusia dapat mempengaruhi fisik dan mental manusia.
Al-Quran surah Al-An'am, surah ke-6 ayat 145.
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Katakan, “Tidaklah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa sedangkan dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun dan Maha Penyayang”.
Para ulama menjelaskan bahwa kata “rijs” diartikan sebagai “keburukan budi” pekerti atau “kebobrokan mental”, serta pengaruh campuran kimiawi yang dikandung oleh makanan terhadap aktivitas jiwa dan pikiran manusia belum diketahui secara sempurna, karena belum diadakan eksperimen dalam waktu yang memadai.
Namun tidak dapat diragukan bahwa perasaan dan pikiran manusia dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsinya.
Para ulama sering mengaitkan penyakit yang diderita oleh seorang manusia dengan siksaan dari Allah.
Nabi bersabda,”Penyakit adalah cambuk dari Allah di bumi ini, dengan penyyakit itu Allah mendidik hamba-hamba-Nya”.
Para ulama berpendapat bahwa kata “takwa” mengandung pengertian “menghindar dari siksa Allah di dunia dan di akhirat”, sedangkan siksaan Allah di dunia ini adalah akibat pelanggaran terhadap hukum alam atau hukum Allah yang berlaku di alam semesta.
Hukum alam membuktikan bahwa makanan yang kotor dapat mengakibatkan munculnya bibit penyakit, seorang manusia yang mengonsumsi makanan yang kotor pada hakikatnya melanggar perintah Allah, karena penyakit adalah siksaan dari Allah di dunia yang harus dihindari oleh orang yang bertakwa.
Ajaran Islam memerintahkan bahwa orang yang ditimpa suatu penyakit harus segera berobat, Nabi bersabda, “Apabila kamu sakit , maka berobatlah, karena semua penyakit ada obatnya, selain penyakit tua”.
Para ulama menjelaskan bahwa apabila timbul konflik pertentangan antara orang yang masih hidup dengan yang sudah meninggal, maka didahulukan kepentingan orang yang masih hidup.
Sebagian ulama membenarkan operasi “transplantasi”, yaitu mencangkok dan memindahkan jaringan atau organ tubuh manusia ke orang yang lain, asalkan kehormatan manusia yang hidup dan mati tetap terjaga.
Salah satu alasan pihak keluarga yang tidak setuju operasi transplantasi adalah apabila si penerima berbuat dosa, maka si pendonor akan menanggung akibatnya, alasan ini kurang tepat karena Allah Yang Maha Kuasa hanya menuntut pertanggungjawaban dari perbuatan yang dilakukan dengan sadar.
Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5 ayat 32.
مِنْ أَجْلِ ذَٰلِكَ كَتَبْنَا عَلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا ۚ وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَٰلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ
“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israel, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan yang jelas, kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi”.
Para ulama menjelaskan dalam ajaran Islam ditekankan bahwa usaha manusia dalam mencari obat untuk kesembuhan penyakitnya adalah “sebab”, sedangkan “penyebabnya”, yaitu pihak yang menyembuhkan adalah Allah Yang Maha Kuasa.
Al-Quran surah Asy-Syuara, surah ke-26 ayat 78-80.
الَّذِي خَلَقَنِي فَهُوَ يَهْدِينِ وَالَّذِي هُوَ يُطْعِمُنِي وَيَسْقِينِ وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ
“Yaitu Tuhan yang telah menciptakanku, maka Dia yang menunjukiku, dan Tuhanku, yang memberikan makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dia Allah yang menyembuhkanku”.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.
0 comments:
Post a Comment