PANDANGAN ISLAM TENTANG KEMISKINAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.
Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang “Pandangan Islam tentang kemiskinan menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
Kata “miskin” menurut KBBI V bisa diartikan “tidak berharta”, dan “serba kekurangan (berpenghasilan sangat rendah)”, sedangkan “kemiskinan” adalah “hal miskin”, dan “keadaan miskin”.
Para ulama berpendapat bahwa salah satu bentuk penganiayaan manusia terhadap dirinya sendiri akan melahirkan kemiskinan, karena pandangannya yang keliru tentang konsep kemiskinan.
Al-Quran meluruskan persepsi yang keliru tentang kemiskinan, karena sebagian orang berpendapat bahwa “kemiskinan” adalah “sarana penyucian diri”, pendapat seperti ini masih dianut oleh sebagian masyarakat hingga kini.
Dalam KBBI antara lain ditemukan penjelasan tentang arti kata “fakir” bahwa sebagian orang memang sengaja membuat dirinya menderita kekurangan untuk mencapai kesempurnaan batin.
Ayat Al-Quran banyak yang memuji kecukupan, dan menganjurkan untuk memperoleh kelebihan, misalnya “Apabila telah selesai salat (Jumat), maka bertebaranlah di bumi dan carilah “fadhl” (kelebihan) dari Allah.
Al-Quran surah Al-Jum'ah, surah ke-62 ayat 10.
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Apabila telah ditunaikan salat (Jumat), maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”.
Al-Quran surah Ad-Dhuha, surah ke-93 ayat 8 menyatakan Nabi diberikan kecukupan.
وَوَجَدَكَ عَائِلًا فَأَغْنَىٰ
“Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan”.
Seandainya kecukupan atau kekayaan tidak terpuji, maka hal itu tidak ditampilkan dalam Al-Quran surah Ad-Dhuha, surah ke-93 ayat 8 dalam konteks pemaparan anugerah dari Allah.
Berupaya untuk memperoleh karunia rezeki hasil perniagaan dibenarkan oleh Allah, meskipun pada musim ibadah haji.
Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 198.
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ ۚ فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masy`arilharam. Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.”
Al-Quran surah Al-A'raf, surah ke-7 ayat 32 mengecam orang yang mengharamkan perhiasan dunia yang diciptakan Allah bagi umat manusia.
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ ۚ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ كَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
“Katakanlah, “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?” Katakanlah, “Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui”.
Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 268 Allah menjanjikan ampunan dan anugerah berlebih.
الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ ۖ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلًا ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruhmu berbuat kejahatan (kikir); sedangkan Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”.
Dalam literatur keagamaan ditemukan ungkapan,”Hampir saja kefakiran itu menjadikan kekufuran”.
كادَ الفَقْرُ أنْ يَكُوْنَ كُفْرًا
”Hampir saja kefakiran (kemiskinan) itu menjadikan kekufuran”.
Nabi sering berdoa,”Ya Allah, Aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran, dan kefakiran”. Serta “Ya Allah, Aku berlindung kepada-Mu dari kefakiran, kekurangan dan kehinaan, dan Aku berlindung pula dari menganiaya dan dianiaya”.
Ajaran Islam tidak menjadikan banyaknya “harta” sebagai tolok ukur “kekayaan”, karena “kekayaan yang sebenarnya” adalah “kekayaan hati dan kepuasannya”, ibarat sebuah busur lingkaran betapa pun kecilnya, maka besar sudut pusatnya adalah 360 derajat, dan betapapun besarnya busur lingkaran, apabila tidak bulat, maka sudut pusatnya pasti kurang dari 360 derajat.
Oleh karena itu, agama Islam mengajarkan sikap “qana'ah”(merasa cukup), tetapi bukan berarti “nrimo” (menerima apa adanya, tanpa ikhtiar), karena seseorang dapat menyandang sikap “qana'ah” setelah melalui beberapa tahap.
Yaitu menginginkan mempunyai sesuatu, berikhtiar sehingga berhasil memilikinya, mampu menggunakan yang diinginkannya itu, mengabaikan yang telah diharapkan dan diinginkan itu secara suka rela, serta menyerahkannya kepada orang lain, dan merasa puas dengan apa yang dimiliki sebelumnya.
“Qana’ah” adalah sikap ikhlas menerima dan merasa cukup atas hasil yang diusahakannya serta menjauhkan diri dari dari rasa tidak puas dan perasaan kurang, serta orang yang memiliki sifat “qana’ah” berpendirian bahwa yang diperolehnya atau yang pada pada dirinya adalah kehendak Allah yang terbaik untuk dirinya.
Seorang Muslim yang memiliki sifat “qana’ah” akan selalu berlapang dada, berhati tenteram, ikhlas, rela, merasa kaya dan berkecukupan, serta tidak serakah.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.
0 comments:
Post a Comment