Friday, October 27, 2017

417. OBJEK

OBJEK ILMU DAN CARA MEMPEROLEHNYA
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang “Objek ilmu dan cara memperolehnya menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
             Kata “objek” menurut KBBI V bisa diartikan “hal, perkara, atau orang yang menjadi pokok pembicaraan”, “benda, hal, dan sebagainya yang dijadikan sasaran untuk diteliti, diperhatikan, dan sebagainya”, “nomina yang melengkapi verba transitif dalam klausa, misalnya "teh manis" dalam kalimat "Kiki minum teh manis”, “hal atau benda yang menjadi sasaran sambilan”,“titik atau himpunan yang bertindak sebagai sumber cahaya bagi suatu lensa, cermin, atau bagi suatu sistem lensa”.
      Kata “ilmu” (menurut KBBI V) bisa diartikan “pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu”, dan “pengetahuan atau kepandaian” (tentang soal duniawi, akhirat, lahir, batin, dan sebagainya)”, serta “Maha Mengetahui, sifat yang wajib bagi Allah.”
      Kata “ilmu” dengan berbagai bentuknya terulang 854 kali dalam Al-Quran, dan kata “ilmu” digunakan dalam arti proses pencapaian pengetahuan dan objek  pengetahuan, serta kata “Ilm”  dari segi bahasa artinya “kejelasan”, karena itu segala yang terbentuk dari akar katanya mempunyai ciri “kejelasan”.
      Secara garis besar objek ilmu dapat dibagi dalam dua bagian pokok, yaitu alam "materi" dan alam  "non-materi", karena sains mutakhir yang mengarahkan  pandangan kepada alam materi, menyebabkan manusia membatasi ilmunya pada materi saja.
      Sebagian ahli tidak mengakui adanya realitas yang tidak dapat dibuktikan di alam materi, sehingga objek ilmu menurut mereka hanya mencakup sains kealaman dan terapannya yang dapat berkembang secara kualitatif dan penggandaan, variasi  terbatas, dan pengalihan antarbudaya.
      Menurut ilmuwan Muslim, objek ilmu mencakup alam “materi” dan “non-materi”, sehingga ilmuwan Muslim, terutama kaum sufi melalui ayat Al-Quran, mengenalkan ilmu yang disebut “al-hadharat Al-Ilahiyah al-khams” (lima kehadiran Allah) untuk menggambarkan hierarki keseluruhan realitas wujud.
     Kelima hal itu adalah:  (l) “alam nasut” (alam  materi),  (2) “alam malakut”  (alam kejiwaan), (3) “alam jabarut” (alam roh), (4) “alam lahut” (sifat-sifat Allah), dan (5) “alam hahut” (Wujud Zat  Allah).
     Tentu ada tata cara dan sarana yang harus digunakan untuk meraih pengetahuan tentang kelima hal tersebut.
       Al-Quran surah An-Nahl, surah ke-16 ayat 78.

وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
     
      “Dan Allah mengeluarkanmu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.
      Para ulama menjelaskan bahwa ayat ini mengisyaratkan penggunaan empat   sarana yaitu, “pendengaran”, “mata (penglihatan)”, “akal’, dan “hati”.
      Para ilmuwan dalam meraih ilmu pengetahuan melakukan “Trial and error” (coba-coba),  pengamatan,  percobaan,  dan tes-tes kemungkinan  (probability).
     Hal itu disinggung oleh Al-Quran, seperti dalam ayat-ayat yang memerintahkan manusia untuk berpikir tentang alam semesta, melakukan perjalanan, dan sebagainya, meskipun hanya berkaitan dengan upaya mengetahui alam materi.
      Al-Quran surah Yunus, surah ke-10 ayat 101. 

قُلِ انْظُرُوا مَاذَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ وَمَا تُغْنِي الْآيَاتُ وَالنُّذُرُ عَنْ قَوْمٍ لَا يُؤْمِنُونَ
  
   “Katakanlah, “Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberikan peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman”.
     Al-Quran surah Al-Ghasyiyah, surah ke-88 ayat 17-20.

أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ

    “Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana diciptakan, Dan langit, bagaimana ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ditegakkan? Dan bumi bagaimana dihamparkan?”
      Al-Quran surah Asy-Syu'ara, surah ke-26 ayat 7.

أَوَلَمْ يَرَوْا إِلَى الْأَرْضِ كَمْ أَنْبَتْنَا فِيهَا مِنْ كُلِّ زَوْجٍ كَرِيمٍ
  
  “Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?”
      Al-Quran surah Yusuf, surah ke-12 ayat 109 menyatakan perjalanan di muka bumi.

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ مِنْ أَهْلِ الْقُرَىٰ ۗ أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَيَنْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۗ وَلَدَارُ الْآخِرَةِ خَيْرٌ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا ۗ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

      “Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk negeri. Maka tidakkah mereka bepergian di muka bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan rasul) dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memikirkannya?”
      Di samping mata, telinga, dan pikiran sebagai sarana meraih pengetahuan,  Al-Quran menggarisbawahi pentingnya peranan kesucian hati.
     Wahyu dianugerahkan berdasarkan kebijaksanaan Allah, tanpa usaha dan campur tangan manusia, sedangkan firasat, intuisi, dan semacamnya, dapat diraih melalui penyucian hati. 
     Sehingga para ilmuwan Muslim menekankan pentingnya “tazkiyah nafs” (penyucian jiwa) untuk memperoleh hidayah, petunjuk, dan pengajaran dari Allah), karena sadar terhadap kebenaran firman Allah.
      Al-Quran surah Al-A'raf, surah ke-7 ayat 146.

سَأَصْرِفُ عَنْ آيَاتِيَ الَّذِينَ يَتَكَبَّرُونَ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَإِنْ يَرَوْا كُلَّ آيَةٍ لَا يُؤْمِنُوا بِهَا وَإِنْ يَرَوْا سَبِيلَ الرُّشْدِ لَا يَتَّخِذُوهُ سَبِيلًا وَإِنْ يَرَوْا سَبِيلَ الْغَيِّ يَتَّخِذُوهُ سَبِيلًا ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَكَانُوا عَنْهَا غَافِلِينَ
  
   “Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat tiap-tiap ayat (Ku), mereka tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus menempuhnya. Yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai daripadanya”.
      Berkali-kali Al-Quran menegaskan bahwa “inna Allah la yahdi” (sesungguhnya  Allah tidak akan memberikan petunjuk) kepada “zhalimin”  (orang-orang  yang  berlaku  aniaya),  “kafirin” (orang-orang yang kafir), “fasiqin” (orang-orang yang fasik), “man yudhil” (orang yang disesatkan), “man huwa  kadzibun  kaffar” (pembohong  lagi  amat  inkar), “musrifun kazzab” (pemboros lagi pembohong), dan lainnya.
      Orang yang durhaka dapat memperoleh secercah ilmu dari Allah yang bersifat “ilmu kasbi”, tetapi yang diperolehnya terbatas pada sebagian fenomena alam, bukan hakikatnya dan bukan yang berkaitan dengan realitas di luar alam materi.

      Al-Quran surah Ar-Rum, surah ke-30 ayat 6-7.

وَعْدَ اللَّهِ ۖ لَا يُخْلِفُ اللَّهُ وَعْدَهُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ
  
  “Sebagai janji yang sebenar-benarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.
     Nabi bersabda,”Barangsiapa mengamalkan ilmu yang diketahuinya, maka Allah menambahkan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya”.
      Al-Quran surah Fathir, surah ke-35 ayat 28 ulama adalah orang yang takut dan kagum kepada Allah.

وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالْأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَٰلِكَ ۗ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ
     
“Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha Pengampun’.
      Para ulama menjelaskan yang dimaksudkan ulama adalah orang yang  memiliki ilmu pengetahuan tentang fenomena alam.
       Nabi bersabda, “Ilmu pengetahuan ada dua macam, yaitu ilmu yang berada di dalam dada, itulah yang bermanfaat, serta ilmu pengetahuan yang sekadar di ujung lidah,  maka itu akan menjadi saksi yang memberatkan manusia”.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

Related Posts:

0 comments:

Post a Comment