Wednesday, November 22, 2017

508. HIDUP

SYAHADAT DAN LINGKUNGAN HIDUP
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang pengaruh kalimat syahadat terhadap lingkungan hidup?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Kalimat dua syahadat.

أشهد أن لا اله الا الله وأشهد ان محمد رسول الله

      “Saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah”.

     Kalimat syahadat (pengakuan akan keesaan Allah) diibaratkan oleh Al-Quran sebagai satu pohon yang akarnya teguh, cabangnya menjulang ke langit dan menghasilkan buah yang banyak lagi lezat.
      Al-Quran surah Ibrahim, surah ke-14 ayat 24.

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ

      “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit”.
     Pengakuan terhadap “dua kalimat syahadat” harus dibenarkan oleh hati, dan harus diucapkan dengan lidah agar diketahui oleh pihak lain, dengan dasar ucapan tersebutlah si pengucap memperoleh hak dan kewajibannya sebagai Muslim.
     Dengan syahadat, seorang Muslim, paling tidak, mengakui keberadaan tiga pihak, yaitu Allah dengan segala sifat Yang Maha Sempurna, si pengucap yang menyadari kelemahannya di hadapan Allah, dan pihak lain yang mendengar atau mengetahui persaksian itu.
      Sungguh, berbeda sikap orang yang hanya menyadari keberadaan dirinya dengan orang yang menyadari bahwa dirinya adalah makhluk lemah di hadapan Allah dan makhluk sosial yang membutuhkan pihak lain dalam lingkungannya, sehingga dia harus selalu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, hal inilah kaitan pertama antara syahadat dan lingkungan (terbatas).
     Di sisi lain, seperti bunyi ayat di atas bahwa pengakuan akan keesaan Allah melahirkan sekian banyak buah, yaitu salah satunya adalah keyakinan bahwa segala sesuatu adalah ciptaan dan milik Allah.
    Keyakinan ini mengantarkan seorang Muslim untuk menyadari bahwa terdapat persamaan antara dirinya dengan makhluk lain, karena semua burung  adalah umat seperti halnya manusia.
      Al-Quran surah Al-An’am, surah ke-6 ayat 38.

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلَّا أُمَمٌ أَمْثَالُكُمْ ۚ مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ ۚ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ

      “Dan tidaklah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tidaklah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan”.
     Semua pepohonan harus dijaga, jangankan dalam masa damai, dalam masa perang pun terlarang menebangnya tanpa izin dari Allah, dalam arti harus sejalan dengan tujuan penciptaan dan demi kemaslahatan.
     Keyakinan bahwa semuanya yang berada di alam semesta adalah milik Allah, akan mengantarkan manusia untuk menyadari bahwa semuanya berada dalam genggaman Allah, sehingga manusia harus jujur dan amanah karena yakin semuanya akan dipertanggunggjawabkan di akhirat kelak.
     Sehingga “Setiap jengkal tanah yang terhampar di bumi, setiap tetes hujan yang tercurah dari langit, setiap nikmat yang dianugerahkan Allah akan diminta untuk dipertanggungjawabkan," demikian penjelasan Nabi tentang ayat ke-8 surah Al-Takatsur.
      Al-Quran surah At-Takatsur, surah ke-102 ayat 8.

ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ
  
   “Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu)”.  
      Dengan demikian, manusia bukan saja dituntut agar tidak alpa atau angkuh terhadap ciptaan Allah, tetapi juga dituntut untuk memperhatikan tujuan sebenarnya yang dikehendaki oleh Allah menyangkut ciptaan Allah.
     Sehingga dalam etika agama Islam, dilarang memetik bunga sebelum bunga berkembang, dan dilarang menggunakan air secara boros berlebihan, karena pemborosan harus dicegah, meskipun berada dalam kebaikan.
     Nabi bersabda,”Ketika berwudu, paling banyak membasuhnya masing-masing  sebanyak tiga kali, meskipun kamu berwudu di sungai yang airnya mengalir”.
     Umat Islam dituntut membagikan rahmat kepada seluruh alam semesta, artinya umat Islam harus dapat bersahabat dengan alam lingkungannya, dan harus memberikan kesempatan untuk mencapai tujuan penciptaannya.
      Umat Islam harus menghormati semua proses yang tumbuh dan dituntut untuk tidak hanya memikirkan dirinya sendiri, keluarganya, kelompok, atau jenisnya saja, tetapi juga memikirkan segala makhluk Allah  yang berada di alam semesta, sehingga hikmah kalimat syahadat mengantarkan manusia menghormati keberadaan pihak yang lain, serta merawat dan menjaga lingkungan sekitarnyanya.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

Related Posts:

  • 278. SIHIRMELAWAN SIHIR, DENGAN SURAH AL-FALAQ DAN AN-NAS, Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.       Beberapa orang bertanya,”M… Read More
  • 278. SIHIRMELAWAN SIHIR, DENGAN SURAH AL-FALAQ DAN AN-NAS, Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.       Beberapa orang bertanya,”M… Read More
  • 277. TAWONKISAH TAWON, SEMUT, DAN LABA-LABA DALAM AL-QURAN Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.           &nbs… Read More
  • 277. TAWONKISAH TAWON, SEMUT, DAN LABA-LABA DALAM AL-QURAN Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.           &nbs… Read More
  • 277. TAWONKISAH TAWON, SEMUT, DAN LABA-LABA DALAM AL-QURAN Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.           &nbs… Read More

0 comments:

Post a Comment