ARTI METODE TAFSIR BIL MA’TSUR
Oleh:
Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.
Al-Quran adalah sumber ajaran Islam yang
menempati posisi sentral dalam perkembangan dan pengembangan ilmu keislaman
Al-Quran
adalah inspirator, pemandu dan pemadu gerakan umat Islam sepanjang 14 abad.
Pemahaman
terhadap ayat Al-Quran, melalui penafsiran ayat Al-Quran berperan sangat besar
bagi kemajuan atau kemunduran umat Islam
Penafsiran
Al-Quran dapat mencerminkan perkembangan serta corak pemikiran mereka.
Metode
penafsiran “Bil Ma'tsur” (periwayatan) adalah metode penafsiran dengan cara
mengutip atau mengambil rujukan pada Al-Quran, hadis Nabi, kutipan para sahabat,
dan para tabiin.
Tafsir
bil ma’tsur telah ada sejak zaman sahabat.
Pada
zaman sekarang tafsir bil ma’tsur dilakukan dengan menukil penafsiran Nabi,
atau para sahabat kepada tabiin dengan tata cara yang jelas periwayatannya.
Cara
seperti ini biasanya dilakukan secara lisan.
Al-Quran
surah An-Nahl, surah ke-16 ayat 47.
أَوْ
يَأْخُذَهُمْ عَلَىٰ تَخَوُّفٍ فَإِنَّ رَبَّكُمْ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ
Atau
Allah mengazab mereka dengan berangsur-angsur (sampai binasa). Maka sesungguhnya
Tuhanmu adalah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Umar
bi Khattab bertanya kepada para sahabat lain arti “takhawwuf” dalam Al-Quran
surah An-Nahl (surah ke-16) ayat 47.
Seorang
Arab dari kabilah Huzail menjelaskan kata “takhawwuf” artinya “pengurangan”,
berdasar penggunaan bahasa dibuktikan dalam syair pra-Islam.
Umar
bin Khattab merasa puas, lalu menganjurkan umat Islam untuk mempelajari syair itu
dalam rangka memahami Al-Quran.
Setelah
masa sahabat, maka para “tabiin” dan “atba' at-tabi'in” masih mengandalkan
metode periwayatan dan kebahasaan seperti sebelumnya.
Para
ulama berpendapat Al-Farra' (wafat tahun
207 Hijriah) adalah orang pertama mendiktekan tafsirnya “Ma'ani Al-Qur'an”.
Dari
tafsirnya kita dapat melihat faktor kebahasaan menjadi landasan yang sangat
kokoh.
Keistimewaan metode ma’tsur
1. Menekankan
pentingnya bahasa dalam memahami Al-Quran.
2. Memaparkan
ketelitian redaksi ayat Al-Quran ketika menyampaikan pesannya.
3. Mengikat
mufasir dalam bingkai teks ayat Al-Quran, sehingga membatasinya subjektivitas
yang berlebihan.
Kelemahan metode ma’tsur
1.
Mufasir bisa terjerumus dalam uraian
kebahasaan dan kesusasteraan bertele-tele, sehingga mengaburkan pesan pokok
Al-Quran.
2.
Sering konteks turunnya ayat dan uraian
asbabun nuzul atau sisi kronologis turunnya ayat hukum yang dipahami dari
uraian nasikh dan mansukh terabaikan, sehingga ayat Al-Quran itu bagaikan turun
di tengah masyarakat tanpa budaya.
Bahwa mereka mengandalkan bahasa, dan
menguraikan ketelitiannya adalah wajar.
Karena
penguasaan dan rasa bahasa mereka masih baik.
Juga
ingin membuktikan kemukjizatan Al-Quran dari segi bahasanya.
Tetapi menerapkan metode ma’tsur (riwayat) dan
membuktikan kemukjizatan itu untuk masa sekarang, agaknya sulit.
Karena
orang Arab sendiri kehilangan kemampuan dan rasa bahasanya.
Metode
ma’tsur (riwayat) istimewa jika ditinjau dari sudut informasi kesejarahannya
yang luas, dan objektivitas dalam menguraikan riwayat.
Sampai
ada yang menyampaikan riwayat tanpa melakukan penyeleksian yang ketat.
Sebagian
ulama menilai tafsir ma’tsur yang berdasar riwayat, seperti riwayat tentang perang
dan kepahlawanan, semua tidak punya dasar kokoh.
Sebagian
ulama ahli riwayat menekankan “Kami hanya menyampaikan dan silakan meneliti
kebenarannya”.
Dan
pegangan ini, secara umum melemahkan metode ma’tsur (riwayat) meskipun diakui sanad
dari suatu riwayat sering dapat ditemukan, tetapi sebagian lainnya tanpa adanya
sanad.
Riwayat
yang punya sanad pun butuh penelitian yang cukup panjang untuk menetapkan
kelemahan dan kesahihannya.
Kelemahan
lainnya mufasir sering disibukkan pendapat si A dan si B, yang sering berbeda,
sehingga pesan ayat Al-Quran terlupakan.
Sikap
ketika mengandalkan riwayat dalam penafsiran AlQuran, antara generasi mereka
dengan generasi para sahabat dan tabiin masih cukup dekat dan perkembangan
sosial belum pesat, sehingga tidak terlalu jauh jurang di antara mereka.
Penghormatan
terhadap para sahabat, karena kedudukan mereka sebagai murid langsung Nabi dan
orang-orang berjasa, dan para tabi'in adalah peringkat kedua sebaik-baik generasi, masih sangat berkesan
dalam jiwa mereka.
Pengakuan
akan keistimewaan generasi terdahulu oleh generasi berikutnya masih mantap.
Yang
agak berbeda dengan keadaan zaman sesudahnya.
Apalagi
zaman sekarang, sehingga dalam memakai metode ma’tsur (riwayat) butuh
pengembangan dan seleksi yang ketat.
Daftar
Pustaka
1.
Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan,
1994.
2.
Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai
Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3.
Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4.
Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5.
Tafsirq.com online
0 comments:
Post a Comment