CARA MENGINGATKAN PEMIMPIN
Oleh:
Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.
Musyawarah Nasional (Munas) Alim
Ulama Nahdlatul Ulama.
Tentang Masail Diniyah Waqi’iyyah
pada 17-20 November 1997 M.
Di Pondok Pesantren Qomarul Huda,
Bagu, Pringgarata, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.
Para kiai membahas hukum
demonstrasi dan unjuk rasa.
Berkaitan amar makruf dan nahi mungkar.
Dalam penyampaian aspirasi
masyarakat.
KEPUTUSAN FORUM
Demonstrasi dan unjuk rasa bermuatan
amar makruf nahi mungkar dibolehkan.
Untuk mencari kebenaran dan keadilan.
Dengan syarat:
1.
Tidak menimbulkan mafsadah yang
lebih besar.
2.
Sudah tidak ada jalan lain,
seperti musyawarah dan lobi.
3.
Jika ditujukan kepada penguasa dan
pemerintah, hanya boleh dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
1)
Ta’rif (menyampaikan penjelasan).
2)
Al-wa’zhu (pemberian
nasihat).
Kegiatan amar makruf
nahi mungkar kepada penguasa dan pemimpin.
Hanya boleh dilakukan dengan cara
penyampaian penjelasan dan pemberian nasihat.
Tanpa mencaci maki.
Tanpa menghujat.
Tanpa kata-kata kasar hinaan
terhadap pemerintah.
Para kiai mengutip Imam Al-Ghazali
dalam Kitab Ihya Ulumiddin.
“Telah kami jelaskan, bahwa
memerintah kebaikan (amar makruf) punya beberapa tingkatan, yaitu:
1)
Memberi pengertian.
2)
Memberi nasihat.
3)
Berbicara kasar.
4)
Mencegah secara paksa agar mau
melakukan kebaikan dengan memukul dan memberi hukuman.
Ada 2 cara yang dibolehkan dalam
menghadapi penguasa, yaitu:
1)
Memberi pengertian.
2)
Memberi nasihat.
Tidak boleh mencegah dengan
kekerasan terhadap penguasa.
Karena dapat:
1)
Menyulut fitnah.
2)
Menimbulkan gelombang keburukan.
3)
Banyak menimbulkan bahaya lainnya.
Selama amar makruf dan nahi
mungkar dilarang:
1.
Dilarang berbicara kasar.
1)
Misalnya:
“Hai orang yang zalim”.
“Hai orang yang tidak takut kepada
Allah SWT”.
Dan sejenisnya.
(Sumber NU.online)




0 comments:
Post a Comment