Friday, October 22, 2021

11357. HARI SANTRI DAN HARI TALIBAN ARTINYA SAMA

 

 



HARI SANTRI DAN HARI TALIBAN ARTINYA SAMA

Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

 

 

 

Buku penelitian DR Clifford  Geertz.

 

Agama Jawa: Santri Priyayi dan Abangan.

 

Geerzt meneliti tahun 1960-an.

Di Mojokuto, Pare, Jawa Timur.

 

Banyak peneliti mengkritik 3 varian  yang dibuatnya.

 

Menarik dibahas hari ini.

 

Terutama pada “Hari Santri”.

Yaitu 22 Oktober 2021.

 

Guru Besar Filsafat Kebudayaan Islam Univeritas Paramadina, Prof DR Abdul Hadi, menyatakan.

 

lstilah 'santri' berasal dari kata Sansekerta 'sastri".

 

Artinya orang yang belajar suatu ajaran (sastra).

 

Kata 'santri' ialah orang yang mempelajari suatu ajaran.

Dalam hal ini ajaran agama.

 

'Kata  'talib' artinya orang menuntut ilmu.

 

Jadi kata 'santri'.

Mirip artinya dengan 'taliban'.

 

Pekerjaan taliban ialah menuntut (talab) ilmu.

 

Sekarang, selain belajar ilmu agama.

Para santri juga belajar lainnya.

 

Geertz menyelesaikan studi di Universitas Havard tahun 1956.

 

Menurut Geerzt.

Dalam penelitiannya tahun 1960-an di Mojokuto (Pare), Jawa timur.

 

Ada 2 perbedaan mencolok.

 

Antara santri dan abangan.

 

Geertz mengatakan kaum santri adalah masyarakat Jawa.

 

Yang taat pada ajaran Islam

 

Tapi lkaum abangan lebih longgar.

Dan tak terlalu taat pada ajaran Islam.

 

Kaum priyayi adalah golongan bangsawan (ningrat).

 

Yang tak terlalu taat pada ajaran Islam.

Terpesona pada adat dan kebiasaan leluhur.

 

 

GOLONGAN ABANGAN

Yaitu masyarakat Jawa.

Yang perhatian  terhadap doktrin lslam.

 

Tapi terpesona adat kebiasaan.

 

Kaum abangan suka 'slametan' .

Dan ritual adat lainnya.

 

Kaum abangan punya toleransi keyakinan agama.

 

Yaitu jalan tuhan itu banyak.

 

 

 

 

GOLONGAN SANTRI

 

Yaitu masyarakat Jawa.

Yang memberi perhatian terhadap ajaran Islam.

 

Kaum santri rajin menjalankan salat 5 waktu.

 

 

BEDANYA SANTRI DAN ABANGAN

1.      Kaum santri fokus terhadap ibadah pokok.

 

Terutama melakukan sembahyang (salat).

Hal itu tanda orang disebut santri.

 

2.      Kaum abangan mendasarkan pada unit sosial paling dasar.

 

Yaitu rumah tangga pria, isterinya, dan anak.

 

Kaum santri  membentuk komunitas umat.

 

Kaum santri melihat Islam sebagai lingkaran social.

 

Komunitas kaum santri makin lama makin lebar.

Dari lokal hingga internasional.

 

Santri juga tidak pernah memandang agama sebagai serangkaian kepercayaan semata-mata, sejenis filsafat yang abstrak,

 

Kaum santri berpusat 4 lembaga sosial, yaitu:

1.      Partai politik dan organisasi lslam.

2.      Sekolah agama.

3.      Lembaga pemerintah.

4.      Lembaga agama.

 

 

Prof DR Harsya Bachtiar dan Prof DR Selo Sumardjan berpendapat.

 

Kaum abangan dan kaum santri.

 

Merujuk agama orang Jawa.

 

Tapi kaum priyayi merujuk status  social.

Yaitu 'wong gedhe' (orang besar/ningrat).

Dan   'wong cilik' (masyarakat biasa).

 

DR Nurcholish Madjid berpendapat.

Bedanya 3 kaum abangan, santri, dan priyayi.

Terbukti tidak 'kaku' alias cair.

 

Tahun 1990 pembagian ini mencair.

 

Kaum priyayi dan abangan.

Melebur menjadi santri.

 

 

Artinya perubahan social.

 

Masyarakat Indonesia semuanya bisa jadi santri.

 

Orang Jawa sering menjadi santri.

 

Atau taat beragama seiring dengan kematangan usianya.

 

Pak Harto bergerak dari abangan, priyayi.

 

Kemudian menjadi santri.

Dan ibadah haji.

 

 

Perubahan sosial terjadi.

 

Karena pemerataan pendidikan.

 

Anak-anak kaum santri seusai datangnya zaman kemerdekaan.

 

Mendapat pendidikan baik.

 

 

Pada awal kemerdekaan.

Generasi kaum santri hanya tamat SD.

 

Mulai tahun 1970.

Generasi kaum santri mulai tamat sarjana.

 

Sepuluh tahun 1980.

 

Generasi kaum santri sudah menjadi doktor.

 

 

Sekarang kaum santri ada di mana-mana.

 

Ibadah salat sudah biasa di kantor  dan Mall.

 

Sejarawan Australia Mc Ricklefs dalam 'Mengislamkan Jawa' berpendapat.

 

Masyarakat Jawa sudah dalam penghayatan terhadap Islam.

 

Tampak jelas dengan meluasnya pengajian.

 

Dan penggunaan jilbab.

 

Semua pelosok desa dan masyarakat di Jawa.

 

Menurut Ricklefs.

 

Tidak mungkin berbalik kembali.

 

(Sumber republika)

0 comments:

Post a Comment