Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Sunday, December 3, 2017

537. KAKBAH

KAKBAH PEMERSATU UMAT
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang Kakbah adalah simbol persatuan umat Islam?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Kakbah adalah suatu bangunan berbentuk mirip balok yang terbuat dari tumpukan batu hitam dan tersusun dengan sangat sederhana, dan setiap umat Islam mengenal Kakbah sebagai arah yang dituju ketika salat dan tempat yang dikelilingi ketika melaksanakan tawaf.
     Beberapa ulama pernah mendapatkan kehormatan melaksanakan salat di ruangan dalam Kakbah, dan kemudian muncul diskusi kecil di kalangan para ulama  menyangkut salat di ruangan dalam Kakbah.
     Sebagian ulama berpendapat bahwa hanya salat sunah yang boleh dikerjakan di ruangan dalam Kakbah, dan ketika ditanyakan “Mengapa demikian?” Banyak yang terdiam, dan hanya seorang yang memberikan jawaban.
     “Salat sunah adalah salat pilihan yang boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan, seandainya setiap orang diberi kebebasan untuk melakukan salat wajib di ruangan dalam Kakbah, niscaya setiap orang pun bebas memilih arah yang ditujunya, ke arah  ke utara, selatan, timur atau barat.
     Ketika mata orang yang sedang melaksanakan salat tidak tertuju ke satu arah tertentu, maka hati mereka pun dapat mengarah ke beberapa tujuan, dan ketika salat sunah di ruangan dalam Kakbah dapat dibenarkan,  karena sifat salat sunah adalah salat pilihan.
     Salat sunah berkaitan dengan hak pilih umat Islam yang melambangkan kebebasannya untuk menghadapkn wajahnya ke arah mana pun yang dikehendaki selama masih berada di ruangan dalam Kakbah.
    Setiap orang berhak membentuk kepribadiannya, meskipun dirinya kadang kala menduga bahwa kepribadiannya adalah utuh, tetapi pemiliknya akan menghadapi banyak hal yang awalnya bertentangan satu dengan yang lain.
    Suatu ketika seseorang mungkin menginginkan makanan yang lezat, tetapi keinginannya terhalang oleh keyakinan agamanya, atau kepentingan kesehatannya, apabila membiarkan dirinya bimbang dan ragu, maka bukan kelezatan makanan yang dicapai, dan bukan ketenangan batin yang diperoleh.
     Untuk menghindari keraguan dalam memutuskan sesuatu, maka diperlukan pelita hati, pedoman atau falsafah hidup yang dapat dijadikan sebagai pedoman dan tolok ukur dalam mengatasi keraguan, dan yang akan membentuk kepribadian seseorang.
      Gambaran yang terjadi terhadap seseorang, dapat pula terjadi terhadap  sekumpulan umat manusia yang membentuk masyarakat atau bangsa, sehingga mereka harus memiliki pandangan hidup dan tolok ukur dalam mewujudkan kepribadian masyarakat dan bangsanya.
       Dalam skala yang lebih besar, maka semuanya membutuhkan arah yang jelas sebagai pedoman dan tolok ukur ketika menghadapi masalah apa pun dan dalam mencari solusinya.
     Kakbah adalah arah dan pedoman yang dituju oleh umat Islam di seluruh penjuru dunia, dan pada saat yang sama Kakbah adalah “lambang” untuk menghadap kepada Allah Yang Maha Mengetahui.
    Sehingga dalam menghadapi masalah apa pun dan di mana pun serta dalam mencari solusi apa pun, maka umat Islam harus berpedoman dan menggunaan tolok ukur kepada Allah, artinya semua perintah dan larangan dari Allah adalah pedoman utamanya.
      Hal ini tidak berarti bahwa segala perbedaan harus dihapus dan semua kepentingan maupun kecenderungan harus dilebur dalam satu wadah, tetapi terdapat satu kesatuan yang kompak.
    Ketika umat Islam melakukan salat di mana pun, maka wajahnya menghadap ke arah yang sama yaitu ke arah Kakbah, artinya umat Islam yang berada di sebelah barat Kakbah, maka salatnya menghadap ke arah timur.
       Umat Islam yang berada di sebelah timur Kakbah, maka salatnya menghadap ke  arah barat, umat Islam yang berada di utara Kakbah salatnya menghadap ke arah selatan, dan umat Islam yang berada di selatan Kakbah salatnya menghadap ke arah utara, sehingga umat Islam di seluruh dunia tampak kompak bersatu menghadapkan wajahnya ke arah yang sama ketika salat,  yaitu menghadap ke arah Kakbah.
.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

537. KAKBAH

KAKBAH PEMERSATU UMAT
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang Kakbah adalah simbol persatuan umat Islam?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Kakbah adalah suatu bangunan berbentuk mirip balok yang terbuat dari tumpukan batu hitam dan tersusun dengan sangat sederhana, dan setiap umat Islam mengenal Kakbah sebagai arah yang dituju ketika salat dan tempat yang dikelilingi ketika melaksanakan tawaf.
     Beberapa ulama pernah mendapatkan kehormatan melaksanakan salat di ruangan dalam Kakbah, dan kemudian muncul diskusi kecil di kalangan para ulama  menyangkut salat di ruangan dalam Kakbah.
     Sebagian ulama berpendapat bahwa hanya salat sunah yang boleh dikerjakan di ruangan dalam Kakbah, dan ketika ditanyakan “Mengapa demikian?” Banyak yang terdiam, dan hanya seorang yang memberikan jawaban.
     “Salat sunah adalah salat pilihan yang boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan, seandainya setiap orang diberi kebebasan untuk melakukan salat wajib di ruangan dalam Kakbah, niscaya setiap orang pun bebas memilih arah yang ditujunya, ke arah  ke utara, selatan, timur atau barat.
     Ketika mata orang yang sedang melaksanakan salat tidak tertuju ke satu arah tertentu, maka hati mereka pun dapat mengarah ke beberapa tujuan, dan ketika salat sunah di ruangan dalam Kakbah dapat dibenarkan,  karena sifat salat sunah adalah salat pilihan.
     Salat sunah berkaitan dengan hak pilih umat Islam yang melambangkan kebebasannya untuk menghadapkn wajahnya ke arah mana pun yang dikehendaki selama masih berada di ruangan dalam Kakbah.
    Setiap orang berhak membentuk kepribadiannya, meskipun dirinya kadang kala menduga bahwa kepribadiannya adalah utuh, tetapi pemiliknya akan menghadapi banyak hal yang awalnya bertentangan satu dengan yang lain.
    Suatu ketika seseorang mungkin menginginkan makanan yang lezat, tetapi keinginannya terhalang oleh keyakinan agamanya, atau kepentingan kesehatannya, apabila membiarkan dirinya bimbang dan ragu, maka bukan kelezatan makanan yang dicapai, dan bukan ketenangan batin yang diperoleh.
     Untuk menghindari keraguan dalam memutuskan sesuatu, maka diperlukan pelita hati, pedoman atau falsafah hidup yang dapat dijadikan sebagai pedoman dan tolok ukur dalam mengatasi keraguan, dan yang akan membentuk kepribadian seseorang.
      Gambaran yang terjadi terhadap seseorang, dapat pula terjadi terhadap  sekumpulan umat manusia yang membentuk masyarakat atau bangsa, sehingga mereka harus memiliki pandangan hidup dan tolok ukur dalam mewujudkan kepribadian masyarakat dan bangsanya.
       Dalam skala yang lebih besar, maka semuanya membutuhkan arah yang jelas sebagai pedoman dan tolok ukur ketika menghadapi masalah apa pun dan dalam mencari solusinya.
     Kakbah adalah arah dan pedoman yang dituju oleh umat Islam di seluruh penjuru dunia, dan pada saat yang sama Kakbah adalah “lambang” untuk menghadap kepada Allah Yang Maha Mengetahui.
    Sehingga dalam menghadapi masalah apa pun dan di mana pun serta dalam mencari solusi apa pun, maka umat Islam harus berpedoman dan menggunaan tolok ukur kepada Allah, artinya semua perintah dan larangan dari Allah adalah pedoman utamanya.
      Hal ini tidak berarti bahwa segala perbedaan harus dihapus dan semua kepentingan maupun kecenderungan harus dilebur dalam satu wadah, tetapi terdapat satu kesatuan yang kompak.
    Ketika umat Islam melakukan salat di mana pun, maka wajahnya menghadap ke arah yang sama yaitu ke arah Kakbah, artinya umat Islam yang berada di sebelah barat Kakbah, maka salatnya menghadap ke arah timur.
       Umat Islam yang berada di sebelah timur Kakbah, maka salatnya menghadap ke  arah barat, umat Islam yang berada di utara Kakbah salatnya menghadap ke arah selatan, dan umat Islam yang berada di selatan Kakbah salatnya menghadap ke arah utara, sehingga umat Islam di seluruh dunia tampak kompak bersatu menghadapkan wajahnya ke arah yang sama ketika salat,  yaitu menghadap ke arah Kakbah.
.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

537. KAKBAH

KAKBAH PEMERSATU UMAT
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang Kakbah adalah simbol persatuan umat Islam?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Kakbah adalah suatu bangunan berbentuk mirip balok yang terbuat dari tumpukan batu hitam dan tersusun dengan sangat sederhana, dan setiap umat Islam mengenal Kakbah sebagai arah yang dituju ketika salat dan tempat yang dikelilingi ketika melaksanakan tawaf.
     Beberapa ulama pernah mendapatkan kehormatan melaksanakan salat di ruangan dalam Kakbah, dan kemudian muncul diskusi kecil di kalangan para ulama  menyangkut salat di ruangan dalam Kakbah.
     Sebagian ulama berpendapat bahwa hanya salat sunah yang boleh dikerjakan di ruangan dalam Kakbah, dan ketika ditanyakan “Mengapa demikian?” Banyak yang terdiam, dan hanya seorang yang memberikan jawaban.
     “Salat sunah adalah salat pilihan yang boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan, seandainya setiap orang diberi kebebasan untuk melakukan salat wajib di ruangan dalam Kakbah, niscaya setiap orang pun bebas memilih arah yang ditujunya, ke arah  ke utara, selatan, timur atau barat.
     Ketika mata orang yang sedang melaksanakan salat tidak tertuju ke satu arah tertentu, maka hati mereka pun dapat mengarah ke beberapa tujuan, dan ketika salat sunah di ruangan dalam Kakbah dapat dibenarkan,  karena sifat salat sunah adalah salat pilihan.
     Salat sunah berkaitan dengan hak pilih umat Islam yang melambangkan kebebasannya untuk menghadapkn wajahnya ke arah mana pun yang dikehendaki selama masih berada di ruangan dalam Kakbah.
    Setiap orang berhak membentuk kepribadiannya, meskipun dirinya kadang kala menduga bahwa kepribadiannya adalah utuh, tetapi pemiliknya akan menghadapi banyak hal yang awalnya bertentangan satu dengan yang lain.
    Suatu ketika seseorang mungkin menginginkan makanan yang lezat, tetapi keinginannya terhalang oleh keyakinan agamanya, atau kepentingan kesehatannya, apabila membiarkan dirinya bimbang dan ragu, maka bukan kelezatan makanan yang dicapai, dan bukan ketenangan batin yang diperoleh.
     Untuk menghindari keraguan dalam memutuskan sesuatu, maka diperlukan pelita hati, pedoman atau falsafah hidup yang dapat dijadikan sebagai pedoman dan tolok ukur dalam mengatasi keraguan, dan yang akan membentuk kepribadian seseorang.
      Gambaran yang terjadi terhadap seseorang, dapat pula terjadi terhadap  sekumpulan umat manusia yang membentuk masyarakat atau bangsa, sehingga mereka harus memiliki pandangan hidup dan tolok ukur dalam mewujudkan kepribadian masyarakat dan bangsanya.
       Dalam skala yang lebih besar, maka semuanya membutuhkan arah yang jelas sebagai pedoman dan tolok ukur ketika menghadapi masalah apa pun dan dalam mencari solusinya.
     Kakbah adalah arah dan pedoman yang dituju oleh umat Islam di seluruh penjuru dunia, dan pada saat yang sama Kakbah adalah “lambang” untuk menghadap kepada Allah Yang Maha Mengetahui.
    Sehingga dalam menghadapi masalah apa pun dan di mana pun serta dalam mencari solusi apa pun, maka umat Islam harus berpedoman dan menggunaan tolok ukur kepada Allah, artinya semua perintah dan larangan dari Allah adalah pedoman utamanya.
      Hal ini tidak berarti bahwa segala perbedaan harus dihapus dan semua kepentingan maupun kecenderungan harus dilebur dalam satu wadah, tetapi terdapat satu kesatuan yang kompak.
    Ketika umat Islam melakukan salat di mana pun, maka wajahnya menghadap ke arah yang sama yaitu ke arah Kakbah, artinya umat Islam yang berada di sebelah barat Kakbah, maka salatnya menghadap ke arah timur.
       Umat Islam yang berada di sebelah timur Kakbah, maka salatnya menghadap ke  arah barat, umat Islam yang berada di utara Kakbah salatnya menghadap ke arah selatan, dan umat Islam yang berada di selatan Kakbah salatnya menghadap ke arah utara, sehingga umat Islam di seluruh dunia tampak kompak bersatu menghadapkan wajahnya ke arah yang sama ketika salat,  yaitu menghadap ke arah Kakbah.
.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

537. KAKBAH

KAKBAH PEMERSATU UMAT
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang Kakbah adalah simbol persatuan umat Islam?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Kakbah adalah suatu bangunan berbentuk mirip balok yang terbuat dari tumpukan batu hitam dan tersusun dengan sangat sederhana, dan setiap umat Islam mengenal Kakbah sebagai arah yang dituju ketika salat dan tempat yang dikelilingi ketika melaksanakan tawaf.
     Beberapa ulama pernah mendapatkan kehormatan melaksanakan salat di ruangan dalam Kakbah, dan kemudian muncul diskusi kecil di kalangan para ulama  menyangkut salat di ruangan dalam Kakbah.
     Sebagian ulama berpendapat bahwa hanya salat sunah yang boleh dikerjakan di ruangan dalam Kakbah, dan ketika ditanyakan “Mengapa demikian?” Banyak yang terdiam, dan hanya seorang yang memberikan jawaban.
     “Salat sunah adalah salat pilihan yang boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan, seandainya setiap orang diberi kebebasan untuk melakukan salat wajib di ruangan dalam Kakbah, niscaya setiap orang pun bebas memilih arah yang ditujunya, ke arah  ke utara, selatan, timur atau barat.
     Ketika mata orang yang sedang melaksanakan salat tidak tertuju ke satu arah tertentu, maka hati mereka pun dapat mengarah ke beberapa tujuan, dan ketika salat sunah di ruangan dalam Kakbah dapat dibenarkan,  karena sifat salat sunah adalah salat pilihan.
     Salat sunah berkaitan dengan hak pilih umat Islam yang melambangkan kebebasannya untuk menghadapkn wajahnya ke arah mana pun yang dikehendaki selama masih berada di ruangan dalam Kakbah.
    Setiap orang berhak membentuk kepribadiannya, meskipun dirinya kadang kala menduga bahwa kepribadiannya adalah utuh, tetapi pemiliknya akan menghadapi banyak hal yang awalnya bertentangan satu dengan yang lain.
    Suatu ketika seseorang mungkin menginginkan makanan yang lezat, tetapi keinginannya terhalang oleh keyakinan agamanya, atau kepentingan kesehatannya, apabila membiarkan dirinya bimbang dan ragu, maka bukan kelezatan makanan yang dicapai, dan bukan ketenangan batin yang diperoleh.
     Untuk menghindari keraguan dalam memutuskan sesuatu, maka diperlukan pelita hati, pedoman atau falsafah hidup yang dapat dijadikan sebagai pedoman dan tolok ukur dalam mengatasi keraguan, dan yang akan membentuk kepribadian seseorang.
      Gambaran yang terjadi terhadap seseorang, dapat pula terjadi terhadap  sekumpulan umat manusia yang membentuk masyarakat atau bangsa, sehingga mereka harus memiliki pandangan hidup dan tolok ukur dalam mewujudkan kepribadian masyarakat dan bangsanya.
       Dalam skala yang lebih besar, maka semuanya membutuhkan arah yang jelas sebagai pedoman dan tolok ukur ketika menghadapi masalah apa pun dan dalam mencari solusinya.
     Kakbah adalah arah dan pedoman yang dituju oleh umat Islam di seluruh penjuru dunia, dan pada saat yang sama Kakbah adalah “lambang” untuk menghadap kepada Allah Yang Maha Mengetahui.
    Sehingga dalam menghadapi masalah apa pun dan di mana pun serta dalam mencari solusi apa pun, maka umat Islam harus berpedoman dan menggunaan tolok ukur kepada Allah, artinya semua perintah dan larangan dari Allah adalah pedoman utamanya.
      Hal ini tidak berarti bahwa segala perbedaan harus dihapus dan semua kepentingan maupun kecenderungan harus dilebur dalam satu wadah, tetapi terdapat satu kesatuan yang kompak.
    Ketika umat Islam melakukan salat di mana pun, maka wajahnya menghadap ke arah yang sama yaitu ke arah Kakbah, artinya umat Islam yang berada di sebelah barat Kakbah, maka salatnya menghadap ke arah timur.
       Umat Islam yang berada di sebelah timur Kakbah, maka salatnya menghadap ke  arah barat, umat Islam yang berada di utara Kakbah salatnya menghadap ke arah selatan, dan umat Islam yang berada di selatan Kakbah salatnya menghadap ke arah utara, sehingga umat Islam di seluruh dunia tampak kompak bersatu menghadapkan wajahnya ke arah yang sama ketika salat,  yaitu menghadap ke arah Kakbah.
.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

536. IBRA

NABI IBRAHIM DAN IBADAH HAJI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang panggilan ibadah haji dan Nabi Ibrahim?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Ibadah haji dapat dipahami secara baik apabila kita memahami Nabi Ibrahim  dan keistimewaannya, karena ibadah haji berkaitan erat dengan pengalaman rohani Nabi Ibrahim.
    Paling sedikit, terdapat tiga keistimewaan Nabi Ibrahim yang tidak dimiliki oleh nabi yang lain, dan sekaligus dicerminkan dalam kegiatan ibadah haji.
     Pertama, Nabi Ibrahim menemukan Allah melalui pencarian dan pengalaman rohani.
     Kedua,  Nabi Ibrahim mengubah kebiasaan mengorbankan manusia sebagai sesaji atau tumbal yang dibatalkan oleh Allah dan diganti dengan dengan mengorbankan hewan ternak.
      Ketiga, Nabi Ibrahim adalah satu-satunya nabi yang bermohon agar diperlihatkan cara Allah menghidupkan makhluk yang mati, dan permohonan tersebut dikabulkan oleh Allah.
      Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan, dan keyakinan akan adanya hari akhir adalah makna terdalam dari setiap amalan ibadah haji, karena apabila tanpa menghayatinya, maka ibadah haji tidak memiliki banyak arti bagi jiwa manusia.
    Nabi Ibrahim mengumandangkan bahwa Allah adalah Tuhan sekalian alam, bukan Tuhan satu ras dan bangsa tertentu, dan bukan Tuhan yang terbatas untuk satu periode tertentu.
     Raja yang menyembah api, bertanya kepada Nabi Ibrahim, “Jika kamu tidak mau menyembah patung, mengapa kamu tidak menyembah api?” “Karena air dapat memadamkan api?” jawab Nabi Ibrahim.
      Raja melanjutkan,”Kalau begitu, mengapa kamu tidak menyembah air?” “Karena awan yang mengandung air lebih wajar daripada air," jawab Nabi Ibrahim.
    Raja berkata,”Jika demikian, maka sembahlah awan!" “Angin yang menggiringnya lebih berkuasa daripada awan,” jawab Nabi Ibrahim. Raja berkata,”Kalau demikian, mengapa kamu tidak menyembah angin?" “Manusia yang dapat menghembuskan dan menarik angin lebih hebat daripada angin”, jawab Nabi Ibrahim.
      Sebagain ulama berpendapat bahwa ibadah haji adalah ibadah murni yang tidak sah apabila dicampurkan dengan aktivitas keduniaan, seperti perdagangan dan masalah politik.
    Pendapat ini ada benarnya, meskipun tidak sepenuhnya benar, karena ketika turun surah Al-Baqarah ayat 197  yang berbicara tentang “larangan bercumbu, berkata cabul, dan bertengkar" , sebagian sahabat Nabi menduga bahwa larangan tersebut mencakup larangan berdagang, karena sering kali terjadi pertengkaran.
     Dugaan tersebut diluruskan oleh Al-Quran dalam surah Al-Baqarah, surah ke-2  ayat 198 yang menyatakan bahwa tidak ada dosa bagimu mencari rezeki karunia dari Allah dengan perniagaan pada musim haji.

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ ۚ فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ
   
  “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masyaril-haram. Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat”.
        Dalam bidang politik juga diperbolehkan, asalkan dengan cara yang sehat dan santun, dan menjadi terlarang apabila dapat mengganggu kekhusyukan jamaah dalam melaksanakan ritual ibadah haji dan umrah.
     Nabi memerintahkan umat Islam untuk mengikuti cara beliau dalam melaksanakan haji, misalnya ketika beliau tawaf, yaitu berjalan kaki mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh kali, ternyata pada tiga putaran pertama beliau berlari-lari kecil.
    Ibnu Abbas, seorang sahabat Nabi menjelaskan,”Nabi berlari-lari kecil sewaktu tawaf keliling Kakbah, karena ketika itu ada yang mengisukan bahwa Nabi Muhammad dan para pengikutnya dalam kondisi payah dan lemah”.
     Ketika orang-orang musyrik yang ada di Mekah mengintip untuk menyaksikan kebenaran isu tersebut, kemudian Nabi dan para sahabat berlari-lari kecil untuk  membantah desas-desus tersebut.
    Artinya Nabi dan para sahabat ketika melakukan tawaf mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh kali, sebenarnya juga melakukan semacam “show of force” (pamer kekuatan) terhadap lawan-lawannya.
    Setelah tiga putaran, ternyata para pengintip membubarkan diri, sehingga hanya pada sisi Kakbah tertentu saja Nabi dan para sahabat berlari-lari kecil, karena para pengintip dapat memandang dari sisi tersebut.
      Sewaktu Nabi dan para sahabat melakukan sai (berjalan kaki bolak-balik sebanyak tujuh kali, dari Sofa ke Marwa ), Nabi dan para sahabat juga berlari-lari kecil untuk tujuan yang serupa.
    Kesimpulannya, terdapat tujuan non-ibadah murni yang diperagakan oleh Nabi dan para sahabat ketika melaksanakan ibadah haji dan umrah yang dianjurkan untuk diteladani oleh seluruh umat Islam.
      Tetapi, jangan menamakan ibadah haji Nabi dan para sahabat seperti yang terlihat di atas sebagai “ibadah politik yang kotor”, karena politik dalam pandangan Nabi harus berdasarkan nilai etika, tata krama,  dan moral yang mulia.
       Artinya, Nabi dalam berpolitik dengan cara yang santun, baik, bermoral yang mulia, dan tidak mengandung kecurangan, yang bertujuan meraih kebahagian hidup di dunia dan akhirat, serta mengharapkan keridaan Allah.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

536. IBRA

NABI IBRAHIM DAN IBADAH HAJI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang panggilan ibadah haji dan Nabi Ibrahim?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Ibadah haji dapat dipahami secara baik apabila kita memahami Nabi Ibrahim  dan keistimewaannya, karena ibadah haji berkaitan erat dengan pengalaman rohani Nabi Ibrahim.
    Paling sedikit, terdapat tiga keistimewaan Nabi Ibrahim yang tidak dimiliki oleh nabi yang lain, dan sekaligus dicerminkan dalam kegiatan ibadah haji.
     Pertama, Nabi Ibrahim menemukan Allah melalui pencarian dan pengalaman rohani.
     Kedua,  Nabi Ibrahim mengubah kebiasaan mengorbankan manusia sebagai sesaji atau tumbal yang dibatalkan oleh Allah dan diganti dengan dengan mengorbankan hewan ternak.
      Ketiga, Nabi Ibrahim adalah satu-satunya nabi yang bermohon agar diperlihatkan cara Allah menghidupkan makhluk yang mati, dan permohonan tersebut dikabulkan oleh Allah.
      Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan, dan keyakinan akan adanya hari akhir adalah makna terdalam dari setiap amalan ibadah haji, karena apabila tanpa menghayatinya, maka ibadah haji tidak memiliki banyak arti bagi jiwa manusia.
    Nabi Ibrahim mengumandangkan bahwa Allah adalah Tuhan sekalian alam, bukan Tuhan satu ras dan bangsa tertentu, dan bukan Tuhan yang terbatas untuk satu periode tertentu.
     Raja yang menyembah api, bertanya kepada Nabi Ibrahim, “Jika kamu tidak mau menyembah patung, mengapa kamu tidak menyembah api?” “Karena air dapat memadamkan api?” jawab Nabi Ibrahim.
      Raja melanjutkan,”Kalau begitu, mengapa kamu tidak menyembah air?” “Karena awan yang mengandung air lebih wajar daripada air," jawab Nabi Ibrahim.
    Raja berkata,”Jika demikian, maka sembahlah awan!" “Angin yang menggiringnya lebih berkuasa daripada awan,” jawab Nabi Ibrahim. Raja berkata,”Kalau demikian, mengapa kamu tidak menyembah angin?" “Manusia yang dapat menghembuskan dan menarik angin lebih hebat daripada angin”, jawab Nabi Ibrahim.
      Sebagain ulama berpendapat bahwa ibadah haji adalah ibadah murni yang tidak sah apabila dicampurkan dengan aktivitas keduniaan, seperti perdagangan dan masalah politik.
    Pendapat ini ada benarnya, meskipun tidak sepenuhnya benar, karena ketika turun surah Al-Baqarah ayat 197  yang berbicara tentang “larangan bercumbu, berkata cabul, dan bertengkar" , sebagian sahabat Nabi menduga bahwa larangan tersebut mencakup larangan berdagang, karena sering kali terjadi pertengkaran.
     Dugaan tersebut diluruskan oleh Al-Quran dalam surah Al-Baqarah, surah ke-2  ayat 198 yang menyatakan bahwa tidak ada dosa bagimu mencari rezeki karunia dari Allah dengan perniagaan pada musim haji.

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ ۚ فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ
   
  “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masyaril-haram. Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat”.
        Dalam bidang politik juga diperbolehkan, asalkan dengan cara yang sehat dan santun, dan menjadi terlarang apabila dapat mengganggu kekhusyukan jamaah dalam melaksanakan ritual ibadah haji dan umrah.
     Nabi memerintahkan umat Islam untuk mengikuti cara beliau dalam melaksanakan haji, misalnya ketika beliau tawaf, yaitu berjalan kaki mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh kali, ternyata pada tiga putaran pertama beliau berlari-lari kecil.
    Ibnu Abbas, seorang sahabat Nabi menjelaskan,”Nabi berlari-lari kecil sewaktu tawaf keliling Kakbah, karena ketika itu ada yang mengisukan bahwa Nabi Muhammad dan para pengikutnya dalam kondisi payah dan lemah”.
     Ketika orang-orang musyrik yang ada di Mekah mengintip untuk menyaksikan kebenaran isu tersebut, kemudian Nabi dan para sahabat berlari-lari kecil untuk  membantah desas-desus tersebut.
    Artinya Nabi dan para sahabat ketika melakukan tawaf mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh kali, sebenarnya juga melakukan semacam “show of force” (pamer kekuatan) terhadap lawan-lawannya.
    Setelah tiga putaran, ternyata para pengintip membubarkan diri, sehingga hanya pada sisi Kakbah tertentu saja Nabi dan para sahabat berlari-lari kecil, karena para pengintip dapat memandang dari sisi tersebut.
      Sewaktu Nabi dan para sahabat melakukan sai (berjalan kaki bolak-balik sebanyak tujuh kali, dari Sofa ke Marwa ), Nabi dan para sahabat juga berlari-lari kecil untuk tujuan yang serupa.
    Kesimpulannya, terdapat tujuan non-ibadah murni yang diperagakan oleh Nabi dan para sahabat ketika melaksanakan ibadah haji dan umrah yang dianjurkan untuk diteladani oleh seluruh umat Islam.
      Tetapi, jangan menamakan ibadah haji Nabi dan para sahabat seperti yang terlihat di atas sebagai “ibadah politik yang kotor”, karena politik dalam pandangan Nabi harus berdasarkan nilai etika, tata krama,  dan moral yang mulia.
       Artinya, Nabi dalam berpolitik dengan cara yang santun, baik, bermoral yang mulia, dan tidak mengandung kecurangan, yang bertujuan meraih kebahagian hidup di dunia dan akhirat, serta mengharapkan keridaan Allah.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

536. IBRA

NABI IBRAHIM DAN IBADAH HAJI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang panggilan ibadah haji dan Nabi Ibrahim?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Ibadah haji dapat dipahami secara baik apabila kita memahami Nabi Ibrahim  dan keistimewaannya, karena ibadah haji berkaitan erat dengan pengalaman rohani Nabi Ibrahim.
    Paling sedikit, terdapat tiga keistimewaan Nabi Ibrahim yang tidak dimiliki oleh nabi yang lain, dan sekaligus dicerminkan dalam kegiatan ibadah haji.
     Pertama, Nabi Ibrahim menemukan Allah melalui pencarian dan pengalaman rohani.
     Kedua,  Nabi Ibrahim mengubah kebiasaan mengorbankan manusia sebagai sesaji atau tumbal yang dibatalkan oleh Allah dan diganti dengan dengan mengorbankan hewan ternak.
      Ketiga, Nabi Ibrahim adalah satu-satunya nabi yang bermohon agar diperlihatkan cara Allah menghidupkan makhluk yang mati, dan permohonan tersebut dikabulkan oleh Allah.
      Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan, dan keyakinan akan adanya hari akhir adalah makna terdalam dari setiap amalan ibadah haji, karena apabila tanpa menghayatinya, maka ibadah haji tidak memiliki banyak arti bagi jiwa manusia.
    Nabi Ibrahim mengumandangkan bahwa Allah adalah Tuhan sekalian alam, bukan Tuhan satu ras dan bangsa tertentu, dan bukan Tuhan yang terbatas untuk satu periode tertentu.
     Raja yang menyembah api, bertanya kepada Nabi Ibrahim, “Jika kamu tidak mau menyembah patung, mengapa kamu tidak menyembah api?” “Karena air dapat memadamkan api?” jawab Nabi Ibrahim.
      Raja melanjutkan,”Kalau begitu, mengapa kamu tidak menyembah air?” “Karena awan yang mengandung air lebih wajar daripada air," jawab Nabi Ibrahim.
    Raja berkata,”Jika demikian, maka sembahlah awan!" “Angin yang menggiringnya lebih berkuasa daripada awan,” jawab Nabi Ibrahim. Raja berkata,”Kalau demikian, mengapa kamu tidak menyembah angin?" “Manusia yang dapat menghembuskan dan menarik angin lebih hebat daripada angin”, jawab Nabi Ibrahim.
      Sebagain ulama berpendapat bahwa ibadah haji adalah ibadah murni yang tidak sah apabila dicampurkan dengan aktivitas keduniaan, seperti perdagangan dan masalah politik.
    Pendapat ini ada benarnya, meskipun tidak sepenuhnya benar, karena ketika turun surah Al-Baqarah ayat 197  yang berbicara tentang “larangan bercumbu, berkata cabul, dan bertengkar" , sebagian sahabat Nabi menduga bahwa larangan tersebut mencakup larangan berdagang, karena sering kali terjadi pertengkaran.
     Dugaan tersebut diluruskan oleh Al-Quran dalam surah Al-Baqarah, surah ke-2  ayat 198 yang menyatakan bahwa tidak ada dosa bagimu mencari rezeki karunia dari Allah dengan perniagaan pada musim haji.

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ ۚ فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ
   
  “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masyaril-haram. Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat”.
        Dalam bidang politik juga diperbolehkan, asalkan dengan cara yang sehat dan santun, dan menjadi terlarang apabila dapat mengganggu kekhusyukan jamaah dalam melaksanakan ritual ibadah haji dan umrah.
     Nabi memerintahkan umat Islam untuk mengikuti cara beliau dalam melaksanakan haji, misalnya ketika beliau tawaf, yaitu berjalan kaki mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh kali, ternyata pada tiga putaran pertama beliau berlari-lari kecil.
    Ibnu Abbas, seorang sahabat Nabi menjelaskan,”Nabi berlari-lari kecil sewaktu tawaf keliling Kakbah, karena ketika itu ada yang mengisukan bahwa Nabi Muhammad dan para pengikutnya dalam kondisi payah dan lemah”.
     Ketika orang-orang musyrik yang ada di Mekah mengintip untuk menyaksikan kebenaran isu tersebut, kemudian Nabi dan para sahabat berlari-lari kecil untuk  membantah desas-desus tersebut.
    Artinya Nabi dan para sahabat ketika melakukan tawaf mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh kali, sebenarnya juga melakukan semacam “show of force” (pamer kekuatan) terhadap lawan-lawannya.
    Setelah tiga putaran, ternyata para pengintip membubarkan diri, sehingga hanya pada sisi Kakbah tertentu saja Nabi dan para sahabat berlari-lari kecil, karena para pengintip dapat memandang dari sisi tersebut.
      Sewaktu Nabi dan para sahabat melakukan sai (berjalan kaki bolak-balik sebanyak tujuh kali, dari Sofa ke Marwa ), Nabi dan para sahabat juga berlari-lari kecil untuk tujuan yang serupa.
    Kesimpulannya, terdapat tujuan non-ibadah murni yang diperagakan oleh Nabi dan para sahabat ketika melaksanakan ibadah haji dan umrah yang dianjurkan untuk diteladani oleh seluruh umat Islam.
      Tetapi, jangan menamakan ibadah haji Nabi dan para sahabat seperti yang terlihat di atas sebagai “ibadah politik yang kotor”, karena politik dalam pandangan Nabi harus berdasarkan nilai etika, tata krama,  dan moral yang mulia.
       Artinya, Nabi dalam berpolitik dengan cara yang santun, baik, bermoral yang mulia, dan tidak mengandung kecurangan, yang bertujuan meraih kebahagian hidup di dunia dan akhirat, serta mengharapkan keridaan Allah.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

536. IBRA

NABI IBRAHIM DAN IBADAH HAJI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang panggilan ibadah haji dan Nabi Ibrahim?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Ibadah haji dapat dipahami secara baik apabila kita memahami Nabi Ibrahim  dan keistimewaannya, karena ibadah haji berkaitan erat dengan pengalaman rohani Nabi Ibrahim.
    Paling sedikit, terdapat tiga keistimewaan Nabi Ibrahim yang tidak dimiliki oleh nabi yang lain, dan sekaligus dicerminkan dalam kegiatan ibadah haji.
     Pertama, Nabi Ibrahim menemukan Allah melalui pencarian dan pengalaman rohani.
     Kedua,  Nabi Ibrahim mengubah kebiasaan mengorbankan manusia sebagai sesaji atau tumbal yang dibatalkan oleh Allah dan diganti dengan dengan mengorbankan hewan ternak.
      Ketiga, Nabi Ibrahim adalah satu-satunya nabi yang bermohon agar diperlihatkan cara Allah menghidupkan makhluk yang mati, dan permohonan tersebut dikabulkan oleh Allah.
      Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan, dan keyakinan akan adanya hari akhir adalah makna terdalam dari setiap amalan ibadah haji, karena apabila tanpa menghayatinya, maka ibadah haji tidak memiliki banyak arti bagi jiwa manusia.
    Nabi Ibrahim mengumandangkan bahwa Allah adalah Tuhan sekalian alam, bukan Tuhan satu ras dan bangsa tertentu, dan bukan Tuhan yang terbatas untuk satu periode tertentu.
     Raja yang menyembah api, bertanya kepada Nabi Ibrahim, “Jika kamu tidak mau menyembah patung, mengapa kamu tidak menyembah api?” “Karena air dapat memadamkan api?” jawab Nabi Ibrahim.
      Raja melanjutkan,”Kalau begitu, mengapa kamu tidak menyembah air?” “Karena awan yang mengandung air lebih wajar daripada air," jawab Nabi Ibrahim.
    Raja berkata,”Jika demikian, maka sembahlah awan!" “Angin yang menggiringnya lebih berkuasa daripada awan,” jawab Nabi Ibrahim. Raja berkata,”Kalau demikian, mengapa kamu tidak menyembah angin?" “Manusia yang dapat menghembuskan dan menarik angin lebih hebat daripada angin”, jawab Nabi Ibrahim.
      Sebagain ulama berpendapat bahwa ibadah haji adalah ibadah murni yang tidak sah apabila dicampurkan dengan aktivitas keduniaan, seperti perdagangan dan masalah politik.
    Pendapat ini ada benarnya, meskipun tidak sepenuhnya benar, karena ketika turun surah Al-Baqarah ayat 197  yang berbicara tentang “larangan bercumbu, berkata cabul, dan bertengkar" , sebagian sahabat Nabi menduga bahwa larangan tersebut mencakup larangan berdagang, karena sering kali terjadi pertengkaran.
     Dugaan tersebut diluruskan oleh Al-Quran dalam surah Al-Baqarah, surah ke-2  ayat 198 yang menyatakan bahwa tidak ada dosa bagimu mencari rezeki karunia dari Allah dengan perniagaan pada musim haji.

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ ۚ فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ
   
  “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masyaril-haram. Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat”.
        Dalam bidang politik juga diperbolehkan, asalkan dengan cara yang sehat dan santun, dan menjadi terlarang apabila dapat mengganggu kekhusyukan jamaah dalam melaksanakan ritual ibadah haji dan umrah.
     Nabi memerintahkan umat Islam untuk mengikuti cara beliau dalam melaksanakan haji, misalnya ketika beliau tawaf, yaitu berjalan kaki mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh kali, ternyata pada tiga putaran pertama beliau berlari-lari kecil.
    Ibnu Abbas, seorang sahabat Nabi menjelaskan,”Nabi berlari-lari kecil sewaktu tawaf keliling Kakbah, karena ketika itu ada yang mengisukan bahwa Nabi Muhammad dan para pengikutnya dalam kondisi payah dan lemah”.
     Ketika orang-orang musyrik yang ada di Mekah mengintip untuk menyaksikan kebenaran isu tersebut, kemudian Nabi dan para sahabat berlari-lari kecil untuk  membantah desas-desus tersebut.
    Artinya Nabi dan para sahabat ketika melakukan tawaf mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh kali, sebenarnya juga melakukan semacam “show of force” (pamer kekuatan) terhadap lawan-lawannya.
    Setelah tiga putaran, ternyata para pengintip membubarkan diri, sehingga hanya pada sisi Kakbah tertentu saja Nabi dan para sahabat berlari-lari kecil, karena para pengintip dapat memandang dari sisi tersebut.
      Sewaktu Nabi dan para sahabat melakukan sai (berjalan kaki bolak-balik sebanyak tujuh kali, dari Sofa ke Marwa ), Nabi dan para sahabat juga berlari-lari kecil untuk tujuan yang serupa.
    Kesimpulannya, terdapat tujuan non-ibadah murni yang diperagakan oleh Nabi dan para sahabat ketika melaksanakan ibadah haji dan umrah yang dianjurkan untuk diteladani oleh seluruh umat Islam.
      Tetapi, jangan menamakan ibadah haji Nabi dan para sahabat seperti yang terlihat di atas sebagai “ibadah politik yang kotor”, karena politik dalam pandangan Nabi harus berdasarkan nilai etika, tata krama,  dan moral yang mulia.
       Artinya, Nabi dalam berpolitik dengan cara yang santun, baik, bermoral yang mulia, dan tidak mengandung kecurangan, yang bertujuan meraih kebahagian hidup di dunia dan akhirat, serta mengharapkan keridaan Allah.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

536. IBRA

NABI IBRAHIM DAN IBADAH HAJI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang panggilan ibadah haji dan Nabi Ibrahim?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Ibadah haji dapat dipahami secara baik apabila kita memahami Nabi Ibrahim  dan keistimewaannya, karena ibadah haji berkaitan erat dengan pengalaman rohani Nabi Ibrahim.
    Paling sedikit, terdapat tiga keistimewaan Nabi Ibrahim yang tidak dimiliki oleh nabi yang lain, dan sekaligus dicerminkan dalam kegiatan ibadah haji.
     Pertama, Nabi Ibrahim menemukan Allah melalui pencarian dan pengalaman rohani.
     Kedua,  Nabi Ibrahim mengubah kebiasaan mengorbankan manusia sebagai sesaji atau tumbal yang dibatalkan oleh Allah dan diganti dengan dengan mengorbankan hewan ternak.
      Ketiga, Nabi Ibrahim adalah satu-satunya nabi yang bermohon agar diperlihatkan cara Allah menghidupkan makhluk yang mati, dan permohonan tersebut dikabulkan oleh Allah.
      Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan, dan keyakinan akan adanya hari akhir adalah makna terdalam dari setiap amalan ibadah haji, karena apabila tanpa menghayatinya, maka ibadah haji tidak memiliki banyak arti bagi jiwa manusia.
    Nabi Ibrahim mengumandangkan bahwa Allah adalah Tuhan sekalian alam, bukan Tuhan satu ras dan bangsa tertentu, dan bukan Tuhan yang terbatas untuk satu periode tertentu.
     Raja yang menyembah api, bertanya kepada Nabi Ibrahim, “Jika kamu tidak mau menyembah patung, mengapa kamu tidak menyembah api?” “Karena air dapat memadamkan api?” jawab Nabi Ibrahim.
      Raja melanjutkan,”Kalau begitu, mengapa kamu tidak menyembah air?” “Karena awan yang mengandung air lebih wajar daripada air," jawab Nabi Ibrahim.
    Raja berkata,”Jika demikian, maka sembahlah awan!" “Angin yang menggiringnya lebih berkuasa daripada awan,” jawab Nabi Ibrahim. Raja berkata,”Kalau demikian, mengapa kamu tidak menyembah angin?" “Manusia yang dapat menghembuskan dan menarik angin lebih hebat daripada angin”, jawab Nabi Ibrahim.
      Sebagain ulama berpendapat bahwa ibadah haji adalah ibadah murni yang tidak sah apabila dicampurkan dengan aktivitas keduniaan, seperti perdagangan dan masalah politik.
    Pendapat ini ada benarnya, meskipun tidak sepenuhnya benar, karena ketika turun surah Al-Baqarah ayat 197  yang berbicara tentang “larangan bercumbu, berkata cabul, dan bertengkar" , sebagian sahabat Nabi menduga bahwa larangan tersebut mencakup larangan berdagang, karena sering kali terjadi pertengkaran.
     Dugaan tersebut diluruskan oleh Al-Quran dalam surah Al-Baqarah, surah ke-2  ayat 198 yang menyatakan bahwa tidak ada dosa bagimu mencari rezeki karunia dari Allah dengan perniagaan pada musim haji.

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ ۚ فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ
   
  “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masyaril-haram. Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat”.
        Dalam bidang politik juga diperbolehkan, asalkan dengan cara yang sehat dan santun, dan menjadi terlarang apabila dapat mengganggu kekhusyukan jamaah dalam melaksanakan ritual ibadah haji dan umrah.
     Nabi memerintahkan umat Islam untuk mengikuti cara beliau dalam melaksanakan haji, misalnya ketika beliau tawaf, yaitu berjalan kaki mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh kali, ternyata pada tiga putaran pertama beliau berlari-lari kecil.
    Ibnu Abbas, seorang sahabat Nabi menjelaskan,”Nabi berlari-lari kecil sewaktu tawaf keliling Kakbah, karena ketika itu ada yang mengisukan bahwa Nabi Muhammad dan para pengikutnya dalam kondisi payah dan lemah”.
     Ketika orang-orang musyrik yang ada di Mekah mengintip untuk menyaksikan kebenaran isu tersebut, kemudian Nabi dan para sahabat berlari-lari kecil untuk  membantah desas-desus tersebut.
    Artinya Nabi dan para sahabat ketika melakukan tawaf mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh kali, sebenarnya juga melakukan semacam “show of force” (pamer kekuatan) terhadap lawan-lawannya.
    Setelah tiga putaran, ternyata para pengintip membubarkan diri, sehingga hanya pada sisi Kakbah tertentu saja Nabi dan para sahabat berlari-lari kecil, karena para pengintip dapat memandang dari sisi tersebut.
      Sewaktu Nabi dan para sahabat melakukan sai (berjalan kaki bolak-balik sebanyak tujuh kali, dari Sofa ke Marwa ), Nabi dan para sahabat juga berlari-lari kecil untuk tujuan yang serupa.
    Kesimpulannya, terdapat tujuan non-ibadah murni yang diperagakan oleh Nabi dan para sahabat ketika melaksanakan ibadah haji dan umrah yang dianjurkan untuk diteladani oleh seluruh umat Islam.
      Tetapi, jangan menamakan ibadah haji Nabi dan para sahabat seperti yang terlihat di atas sebagai “ibadah politik yang kotor”, karena politik dalam pandangan Nabi harus berdasarkan nilai etika, tata krama,  dan moral yang mulia.
       Artinya, Nabi dalam berpolitik dengan cara yang santun, baik, bermoral yang mulia, dan tidak mengandung kecurangan, yang bertujuan meraih kebahagian hidup di dunia dan akhirat, serta mengharapkan keridaan Allah.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

536. IBRA

NABI IBRAHIM DAN IBADAH HAJI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang panggilan ibadah haji dan Nabi Ibrahim?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Ibadah haji dapat dipahami secara baik apabila kita memahami Nabi Ibrahim  dan keistimewaannya, karena ibadah haji berkaitan erat dengan pengalaman rohani Nabi Ibrahim.
    Paling sedikit, terdapat tiga keistimewaan Nabi Ibrahim yang tidak dimiliki oleh nabi yang lain, dan sekaligus dicerminkan dalam kegiatan ibadah haji.
     Pertama, Nabi Ibrahim menemukan Allah melalui pencarian dan pengalaman rohani.
     Kedua,  Nabi Ibrahim mengubah kebiasaan mengorbankan manusia sebagai sesaji atau tumbal yang dibatalkan oleh Allah dan diganti dengan dengan mengorbankan hewan ternak.
      Ketiga, Nabi Ibrahim adalah satu-satunya nabi yang bermohon agar diperlihatkan cara Allah menghidupkan makhluk yang mati, dan permohonan tersebut dikabulkan oleh Allah.
      Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan, dan keyakinan akan adanya hari akhir adalah makna terdalam dari setiap amalan ibadah haji, karena apabila tanpa menghayatinya, maka ibadah haji tidak memiliki banyak arti bagi jiwa manusia.
    Nabi Ibrahim mengumandangkan bahwa Allah adalah Tuhan sekalian alam, bukan Tuhan satu ras dan bangsa tertentu, dan bukan Tuhan yang terbatas untuk satu periode tertentu.
     Raja yang menyembah api, bertanya kepada Nabi Ibrahim, “Jika kamu tidak mau menyembah patung, mengapa kamu tidak menyembah api?” “Karena air dapat memadamkan api?” jawab Nabi Ibrahim.
      Raja melanjutkan,”Kalau begitu, mengapa kamu tidak menyembah air?” “Karena awan yang mengandung air lebih wajar daripada air," jawab Nabi Ibrahim.
    Raja berkata,”Jika demikian, maka sembahlah awan!" “Angin yang menggiringnya lebih berkuasa daripada awan,” jawab Nabi Ibrahim. Raja berkata,”Kalau demikian, mengapa kamu tidak menyembah angin?" “Manusia yang dapat menghembuskan dan menarik angin lebih hebat daripada angin”, jawab Nabi Ibrahim.
      Sebagain ulama berpendapat bahwa ibadah haji adalah ibadah murni yang tidak sah apabila dicampurkan dengan aktivitas keduniaan, seperti perdagangan dan masalah politik.
    Pendapat ini ada benarnya, meskipun tidak sepenuhnya benar, karena ketika turun surah Al-Baqarah ayat 197  yang berbicara tentang “larangan bercumbu, berkata cabul, dan bertengkar" , sebagian sahabat Nabi menduga bahwa larangan tersebut mencakup larangan berdagang, karena sering kali terjadi pertengkaran.
     Dugaan tersebut diluruskan oleh Al-Quran dalam surah Al-Baqarah, surah ke-2  ayat 198 yang menyatakan bahwa tidak ada dosa bagimu mencari rezeki karunia dari Allah dengan perniagaan pada musim haji.

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ ۚ فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ
   
  “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masyaril-haram. Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat”.
        Dalam bidang politik juga diperbolehkan, asalkan dengan cara yang sehat dan santun, dan menjadi terlarang apabila dapat mengganggu kekhusyukan jamaah dalam melaksanakan ritual ibadah haji dan umrah.
     Nabi memerintahkan umat Islam untuk mengikuti cara beliau dalam melaksanakan haji, misalnya ketika beliau tawaf, yaitu berjalan kaki mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh kali, ternyata pada tiga putaran pertama beliau berlari-lari kecil.
    Ibnu Abbas, seorang sahabat Nabi menjelaskan,”Nabi berlari-lari kecil sewaktu tawaf keliling Kakbah, karena ketika itu ada yang mengisukan bahwa Nabi Muhammad dan para pengikutnya dalam kondisi payah dan lemah”.
     Ketika orang-orang musyrik yang ada di Mekah mengintip untuk menyaksikan kebenaran isu tersebut, kemudian Nabi dan para sahabat berlari-lari kecil untuk  membantah desas-desus tersebut.
    Artinya Nabi dan para sahabat ketika melakukan tawaf mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh kali, sebenarnya juga melakukan semacam “show of force” (pamer kekuatan) terhadap lawan-lawannya.
    Setelah tiga putaran, ternyata para pengintip membubarkan diri, sehingga hanya pada sisi Kakbah tertentu saja Nabi dan para sahabat berlari-lari kecil, karena para pengintip dapat memandang dari sisi tersebut.
      Sewaktu Nabi dan para sahabat melakukan sai (berjalan kaki bolak-balik sebanyak tujuh kali, dari Sofa ke Marwa ), Nabi dan para sahabat juga berlari-lari kecil untuk tujuan yang serupa.
    Kesimpulannya, terdapat tujuan non-ibadah murni yang diperagakan oleh Nabi dan para sahabat ketika melaksanakan ibadah haji dan umrah yang dianjurkan untuk diteladani oleh seluruh umat Islam.
      Tetapi, jangan menamakan ibadah haji Nabi dan para sahabat seperti yang terlihat di atas sebagai “ibadah politik yang kotor”, karena politik dalam pandangan Nabi harus berdasarkan nilai etika, tata krama,  dan moral yang mulia.
       Artinya, Nabi dalam berpolitik dengan cara yang santun, baik, bermoral yang mulia, dan tidak mengandung kecurangan, yang bertujuan meraih kebahagian hidup di dunia dan akhirat, serta mengharapkan keridaan Allah.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

536. IBRA

NABI IBRAHIM DAN IBADAH HAJI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang panggilan ibadah haji dan Nabi Ibrahim?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Ibadah haji dapat dipahami secara baik apabila kita memahami Nabi Ibrahim  dan keistimewaannya, karena ibadah haji berkaitan erat dengan pengalaman rohani Nabi Ibrahim.
    Paling sedikit, terdapat tiga keistimewaan Nabi Ibrahim yang tidak dimiliki oleh nabi yang lain, dan sekaligus dicerminkan dalam kegiatan ibadah haji.
     Pertama, Nabi Ibrahim menemukan Allah melalui pencarian dan pengalaman rohani.
     Kedua,  Nabi Ibrahim mengubah kebiasaan mengorbankan manusia sebagai sesaji atau tumbal yang dibatalkan oleh Allah dan diganti dengan dengan mengorbankan hewan ternak.
      Ketiga, Nabi Ibrahim adalah satu-satunya nabi yang bermohon agar diperlihatkan cara Allah menghidupkan makhluk yang mati, dan permohonan tersebut dikabulkan oleh Allah.
      Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan, dan keyakinan akan adanya hari akhir adalah makna terdalam dari setiap amalan ibadah haji, karena apabila tanpa menghayatinya, maka ibadah haji tidak memiliki banyak arti bagi jiwa manusia.
    Nabi Ibrahim mengumandangkan bahwa Allah adalah Tuhan sekalian alam, bukan Tuhan satu ras dan bangsa tertentu, dan bukan Tuhan yang terbatas untuk satu periode tertentu.
     Raja yang menyembah api, bertanya kepada Nabi Ibrahim, “Jika kamu tidak mau menyembah patung, mengapa kamu tidak menyembah api?” “Karena air dapat memadamkan api?” jawab Nabi Ibrahim.
      Raja melanjutkan,”Kalau begitu, mengapa kamu tidak menyembah air?” “Karena awan yang mengandung air lebih wajar daripada air," jawab Nabi Ibrahim.
    Raja berkata,”Jika demikian, maka sembahlah awan!" “Angin yang menggiringnya lebih berkuasa daripada awan,” jawab Nabi Ibrahim. Raja berkata,”Kalau demikian, mengapa kamu tidak menyembah angin?" “Manusia yang dapat menghembuskan dan menarik angin lebih hebat daripada angin”, jawab Nabi Ibrahim.
      Sebagain ulama berpendapat bahwa ibadah haji adalah ibadah murni yang tidak sah apabila dicampurkan dengan aktivitas keduniaan, seperti perdagangan dan masalah politik.
    Pendapat ini ada benarnya, meskipun tidak sepenuhnya benar, karena ketika turun surah Al-Baqarah ayat 197  yang berbicara tentang “larangan bercumbu, berkata cabul, dan bertengkar" , sebagian sahabat Nabi menduga bahwa larangan tersebut mencakup larangan berdagang, karena sering kali terjadi pertengkaran.
     Dugaan tersebut diluruskan oleh Al-Quran dalam surah Al-Baqarah, surah ke-2  ayat 198 yang menyatakan bahwa tidak ada dosa bagimu mencari rezeki karunia dari Allah dengan perniagaan pada musim haji.

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ ۚ فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ
   
  “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masyaril-haram. Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat”.
        Dalam bidang politik juga diperbolehkan, asalkan dengan cara yang sehat dan santun, dan menjadi terlarang apabila dapat mengganggu kekhusyukan jamaah dalam melaksanakan ritual ibadah haji dan umrah.
     Nabi memerintahkan umat Islam untuk mengikuti cara beliau dalam melaksanakan haji, misalnya ketika beliau tawaf, yaitu berjalan kaki mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh kali, ternyata pada tiga putaran pertama beliau berlari-lari kecil.
    Ibnu Abbas, seorang sahabat Nabi menjelaskan,”Nabi berlari-lari kecil sewaktu tawaf keliling Kakbah, karena ketika itu ada yang mengisukan bahwa Nabi Muhammad dan para pengikutnya dalam kondisi payah dan lemah”.
     Ketika orang-orang musyrik yang ada di Mekah mengintip untuk menyaksikan kebenaran isu tersebut, kemudian Nabi dan para sahabat berlari-lari kecil untuk  membantah desas-desus tersebut.
    Artinya Nabi dan para sahabat ketika melakukan tawaf mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh kali, sebenarnya juga melakukan semacam “show of force” (pamer kekuatan) terhadap lawan-lawannya.
    Setelah tiga putaran, ternyata para pengintip membubarkan diri, sehingga hanya pada sisi Kakbah tertentu saja Nabi dan para sahabat berlari-lari kecil, karena para pengintip dapat memandang dari sisi tersebut.
      Sewaktu Nabi dan para sahabat melakukan sai (berjalan kaki bolak-balik sebanyak tujuh kali, dari Sofa ke Marwa ), Nabi dan para sahabat juga berlari-lari kecil untuk tujuan yang serupa.
    Kesimpulannya, terdapat tujuan non-ibadah murni yang diperagakan oleh Nabi dan para sahabat ketika melaksanakan ibadah haji dan umrah yang dianjurkan untuk diteladani oleh seluruh umat Islam.
      Tetapi, jangan menamakan ibadah haji Nabi dan para sahabat seperti yang terlihat di atas sebagai “ibadah politik yang kotor”, karena politik dalam pandangan Nabi harus berdasarkan nilai etika, tata krama,  dan moral yang mulia.
       Artinya, Nabi dalam berpolitik dengan cara yang santun, baik, bermoral yang mulia, dan tidak mengandung kecurangan, yang bertujuan meraih kebahagian hidup di dunia dan akhirat, serta mengharapkan keridaan Allah.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

536. IBRA

NABI IBRAHIM DAN IBADAH HAJI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang panggilan ibadah haji dan Nabi Ibrahim?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Ibadah haji dapat dipahami secara baik apabila kita memahami Nabi Ibrahim  dan keistimewaannya, karena ibadah haji berkaitan erat dengan pengalaman rohani Nabi Ibrahim.
    Paling sedikit, terdapat tiga keistimewaan Nabi Ibrahim yang tidak dimiliki oleh nabi yang lain, dan sekaligus dicerminkan dalam kegiatan ibadah haji.
     Pertama, Nabi Ibrahim menemukan Allah melalui pencarian dan pengalaman rohani.
     Kedua,  Nabi Ibrahim mengubah kebiasaan mengorbankan manusia sebagai sesaji atau tumbal yang dibatalkan oleh Allah dan diganti dengan dengan mengorbankan hewan ternak.
      Ketiga, Nabi Ibrahim adalah satu-satunya nabi yang bermohon agar diperlihatkan cara Allah menghidupkan makhluk yang mati, dan permohonan tersebut dikabulkan oleh Allah.
      Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan, dan keyakinan akan adanya hari akhir adalah makna terdalam dari setiap amalan ibadah haji, karena apabila tanpa menghayatinya, maka ibadah haji tidak memiliki banyak arti bagi jiwa manusia.
    Nabi Ibrahim mengumandangkan bahwa Allah adalah Tuhan sekalian alam, bukan Tuhan satu ras dan bangsa tertentu, dan bukan Tuhan yang terbatas untuk satu periode tertentu.
     Raja yang menyembah api, bertanya kepada Nabi Ibrahim, “Jika kamu tidak mau menyembah patung, mengapa kamu tidak menyembah api?” “Karena air dapat memadamkan api?” jawab Nabi Ibrahim.
      Raja melanjutkan,”Kalau begitu, mengapa kamu tidak menyembah air?” “Karena awan yang mengandung air lebih wajar daripada air," jawab Nabi Ibrahim.
    Raja berkata,”Jika demikian, maka sembahlah awan!" “Angin yang menggiringnya lebih berkuasa daripada awan,” jawab Nabi Ibrahim. Raja berkata,”Kalau demikian, mengapa kamu tidak menyembah angin?" “Manusia yang dapat menghembuskan dan menarik angin lebih hebat daripada angin”, jawab Nabi Ibrahim.
      Sebagain ulama berpendapat bahwa ibadah haji adalah ibadah murni yang tidak sah apabila dicampurkan dengan aktivitas keduniaan, seperti perdagangan dan masalah politik.
    Pendapat ini ada benarnya, meskipun tidak sepenuhnya benar, karena ketika turun surah Al-Baqarah ayat 197  yang berbicara tentang “larangan bercumbu, berkata cabul, dan bertengkar" , sebagian sahabat Nabi menduga bahwa larangan tersebut mencakup larangan berdagang, karena sering kali terjadi pertengkaran.
     Dugaan tersebut diluruskan oleh Al-Quran dalam surah Al-Baqarah, surah ke-2  ayat 198 yang menyatakan bahwa tidak ada dosa bagimu mencari rezeki karunia dari Allah dengan perniagaan pada musim haji.

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ ۚ فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ
   
  “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masyaril-haram. Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat”.
        Dalam bidang politik juga diperbolehkan, asalkan dengan cara yang sehat dan santun, dan menjadi terlarang apabila dapat mengganggu kekhusyukan jamaah dalam melaksanakan ritual ibadah haji dan umrah.
     Nabi memerintahkan umat Islam untuk mengikuti cara beliau dalam melaksanakan haji, misalnya ketika beliau tawaf, yaitu berjalan kaki mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh kali, ternyata pada tiga putaran pertama beliau berlari-lari kecil.
    Ibnu Abbas, seorang sahabat Nabi menjelaskan,”Nabi berlari-lari kecil sewaktu tawaf keliling Kakbah, karena ketika itu ada yang mengisukan bahwa Nabi Muhammad dan para pengikutnya dalam kondisi payah dan lemah”.
     Ketika orang-orang musyrik yang ada di Mekah mengintip untuk menyaksikan kebenaran isu tersebut, kemudian Nabi dan para sahabat berlari-lari kecil untuk  membantah desas-desus tersebut.
    Artinya Nabi dan para sahabat ketika melakukan tawaf mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh kali, sebenarnya juga melakukan semacam “show of force” (pamer kekuatan) terhadap lawan-lawannya.
    Setelah tiga putaran, ternyata para pengintip membubarkan diri, sehingga hanya pada sisi Kakbah tertentu saja Nabi dan para sahabat berlari-lari kecil, karena para pengintip dapat memandang dari sisi tersebut.
      Sewaktu Nabi dan para sahabat melakukan sai (berjalan kaki bolak-balik sebanyak tujuh kali, dari Sofa ke Marwa ), Nabi dan para sahabat juga berlari-lari kecil untuk tujuan yang serupa.
    Kesimpulannya, terdapat tujuan non-ibadah murni yang diperagakan oleh Nabi dan para sahabat ketika melaksanakan ibadah haji dan umrah yang dianjurkan untuk diteladani oleh seluruh umat Islam.
      Tetapi, jangan menamakan ibadah haji Nabi dan para sahabat seperti yang terlihat di atas sebagai “ibadah politik yang kotor”, karena politik dalam pandangan Nabi harus berdasarkan nilai etika, tata krama,  dan moral yang mulia.
       Artinya, Nabi dalam berpolitik dengan cara yang santun, baik, bermoral yang mulia, dan tidak mengandung kecurangan, yang bertujuan meraih kebahagian hidup di dunia dan akhirat, serta mengharapkan keridaan Allah.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

536. IBRA

NABI IBRAHIM DAN IBADAH HAJI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang panggilan ibadah haji dan Nabi Ibrahim?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Ibadah haji dapat dipahami secara baik apabila kita memahami Nabi Ibrahim  dan keistimewaannya, karena ibadah haji berkaitan erat dengan pengalaman rohani Nabi Ibrahim.
    Paling sedikit, terdapat tiga keistimewaan Nabi Ibrahim yang tidak dimiliki oleh nabi yang lain, dan sekaligus dicerminkan dalam kegiatan ibadah haji.
     Pertama, Nabi Ibrahim menemukan Allah melalui pencarian dan pengalaman rohani.
     Kedua,  Nabi Ibrahim mengubah kebiasaan mengorbankan manusia sebagai sesaji atau tumbal yang dibatalkan oleh Allah dan diganti dengan dengan mengorbankan hewan ternak.
      Ketiga, Nabi Ibrahim adalah satu-satunya nabi yang bermohon agar diperlihatkan cara Allah menghidupkan makhluk yang mati, dan permohonan tersebut dikabulkan oleh Allah.
      Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan, dan keyakinan akan adanya hari akhir adalah makna terdalam dari setiap amalan ibadah haji, karena apabila tanpa menghayatinya, maka ibadah haji tidak memiliki banyak arti bagi jiwa manusia.
    Nabi Ibrahim mengumandangkan bahwa Allah adalah Tuhan sekalian alam, bukan Tuhan satu ras dan bangsa tertentu, dan bukan Tuhan yang terbatas untuk satu periode tertentu.
     Raja yang menyembah api, bertanya kepada Nabi Ibrahim, “Jika kamu tidak mau menyembah patung, mengapa kamu tidak menyembah api?” “Karena air dapat memadamkan api?” jawab Nabi Ibrahim.
      Raja melanjutkan,”Kalau begitu, mengapa kamu tidak menyembah air?” “Karena awan yang mengandung air lebih wajar daripada air," jawab Nabi Ibrahim.
    Raja berkata,”Jika demikian, maka sembahlah awan!" “Angin yang menggiringnya lebih berkuasa daripada awan,” jawab Nabi Ibrahim. Raja berkata,”Kalau demikian, mengapa kamu tidak menyembah angin?" “Manusia yang dapat menghembuskan dan menarik angin lebih hebat daripada angin”, jawab Nabi Ibrahim.
      Sebagain ulama berpendapat bahwa ibadah haji adalah ibadah murni yang tidak sah apabila dicampurkan dengan aktivitas keduniaan, seperti perdagangan dan masalah politik.
    Pendapat ini ada benarnya, meskipun tidak sepenuhnya benar, karena ketika turun surah Al-Baqarah ayat 197  yang berbicara tentang “larangan bercumbu, berkata cabul, dan bertengkar" , sebagian sahabat Nabi menduga bahwa larangan tersebut mencakup larangan berdagang, karena sering kali terjadi pertengkaran.
     Dugaan tersebut diluruskan oleh Al-Quran dalam surah Al-Baqarah, surah ke-2  ayat 198 yang menyatakan bahwa tidak ada dosa bagimu mencari rezeki karunia dari Allah dengan perniagaan pada musim haji.

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ ۚ فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ
   
  “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masyaril-haram. Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat”.
        Dalam bidang politik juga diperbolehkan, asalkan dengan cara yang sehat dan santun, dan menjadi terlarang apabila dapat mengganggu kekhusyukan jamaah dalam melaksanakan ritual ibadah haji dan umrah.
     Nabi memerintahkan umat Islam untuk mengikuti cara beliau dalam melaksanakan haji, misalnya ketika beliau tawaf, yaitu berjalan kaki mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh kali, ternyata pada tiga putaran pertama beliau berlari-lari kecil.
    Ibnu Abbas, seorang sahabat Nabi menjelaskan,”Nabi berlari-lari kecil sewaktu tawaf keliling Kakbah, karena ketika itu ada yang mengisukan bahwa Nabi Muhammad dan para pengikutnya dalam kondisi payah dan lemah”.
     Ketika orang-orang musyrik yang ada di Mekah mengintip untuk menyaksikan kebenaran isu tersebut, kemudian Nabi dan para sahabat berlari-lari kecil untuk  membantah desas-desus tersebut.
    Artinya Nabi dan para sahabat ketika melakukan tawaf mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh kali, sebenarnya juga melakukan semacam “show of force” (pamer kekuatan) terhadap lawan-lawannya.
    Setelah tiga putaran, ternyata para pengintip membubarkan diri, sehingga hanya pada sisi Kakbah tertentu saja Nabi dan para sahabat berlari-lari kecil, karena para pengintip dapat memandang dari sisi tersebut.
      Sewaktu Nabi dan para sahabat melakukan sai (berjalan kaki bolak-balik sebanyak tujuh kali, dari Sofa ke Marwa ), Nabi dan para sahabat juga berlari-lari kecil untuk tujuan yang serupa.
    Kesimpulannya, terdapat tujuan non-ibadah murni yang diperagakan oleh Nabi dan para sahabat ketika melaksanakan ibadah haji dan umrah yang dianjurkan untuk diteladani oleh seluruh umat Islam.
      Tetapi, jangan menamakan ibadah haji Nabi dan para sahabat seperti yang terlihat di atas sebagai “ibadah politik yang kotor”, karena politik dalam pandangan Nabi harus berdasarkan nilai etika, tata krama,  dan moral yang mulia.
       Artinya, Nabi dalam berpolitik dengan cara yang santun, baik, bermoral yang mulia, dan tidak mengandung kecurangan, yang bertujuan meraih kebahagian hidup di dunia dan akhirat, serta mengharapkan keridaan Allah.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online