BEDA
PENDAPAT TENTANG ISRA MIKRAJ RASULULLAH
Oleh: Drs. H. M.
Yusron Hadi, M.M
Beda
pendapat tentang peristiwa isra mikraj Rasulullah.
Aisyah (istri Nabi) adalah
ulama besar.
Aisyah yakin tak terjadi peristiwa
mikraj.
Tapi hanya terjadi peristiwa
isra saja.
Menurut keyakinan Aisyah, Nabi itu hanya isra saja.
Tapi keyakinan ulama
sedunia, Nabi juga mengalami mikraj dan berdialog dengan Allah.
Nabi melihat Allah di
Sidratul Muntaha.
Muslim meriwayatkan bahwa Aisyah berkata,
من زعم أن محمدًا رأى ربه فقد أعظم
الفرية على الله
“Siapa
yang meyakini bahwa Nabi Muhammad pernah melihat Tuhannya.
Berarti
dia membuat kedustaan besar atas nama
Allah.”
Jika kita yakin bahwa Nabi Muhammad melihat Tuhannya.
Desain imajinasi kita
pasti Tuhan bertahta dan bertempat.
Itu yang tidak diinginkan Aisyah.
Lalu, imajinasi desain
kita bahwa Nabi ngobrol dengan Allah.
Di sana ada meja, ada
kursi.
Hal ini menabrak kaidah
keyakinan kita bahwa Allah tidak bertempat.
Aisyah berkata,
“Tidak ada dialog antara
Nabi Muhammad dengan Allah.”
Aisyah menguatkan pendapatnya dengan ayat Al-Quran.
1.
Al-Quran surah Al-An’am
(surah ke-6) ayat 103.
لَا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ
الْأَبْصَارَ ۖ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ
Dia (Allah) tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata,
sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dia Yang Maha Halus lagi
Maha Mengetahui.
Sebagian ulama tafsir berpendapat menolak Rasulullah bisa melihat Allah dengan
ayat ini kurang tepat.
Karena yang ditiadakan
dalam ayat di atas adalah al-idrak (meliputi).
Sedangkan yang dibahas adalah
ar-rukyah (melihat).
Melihat berbeda dengan meliputi.
2.
Al-Quran surah Asy-Suara
(surah ke-42) ayat 51.
۞ وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلَّا وَحْيًا
أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولًا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا
يَشَاءُ ۚ إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ
Dan tidak mungkin bagi
seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan
perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan
(malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki.
Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.
Abu Dzar, sahabat Rasulullah, juga
menolak bahwa Rasulullah berbicara dengan Allah.
Abu Dzar bertanya kepada Rasulullah,
“Apakah Nabi melihat Allah
ketika isra mikraj?”
Rasulullah bersabda,
نور أنى أراه
“Ada cahaya, bagaimana aku
melihat-Nya.”
Dalam riwayat lain.
Rasulullah bersabda,
“Aku melihat cahaya.”
Semua ulama sepakat bahwa tidak ada seorang pun di dunia ini yang bisa melihat
Allah dengan mata kepalanya sendiri.
Rasulullah bersabda,
تعلَّموا أنه لن يرى أحد منكم ربه عز وجل
حتى يموت
“Yakini, bahwa di antara kalian tidak akan bisa melihat Tuhannya sampai dia
mati.”
Yang menjadi perbedaan ulama adalah,
Apakah Rasulullah melihat
Allah ketika isra mi’raj atau tidak?
Ada beda pendapat tentang
apakah Rasulullah melihat Allah pada peristiwa isra mikraj.
1.
Mayoritas ulama ahli sunah
berpendapat bahwa Rasulullah melihat Allah.
2.
Ulama lain berpendapat
Rasulullah melihat Allah dengan hati.
3.
Ulama yang lain lagi tidak
mengambil sikap.
Keterangan Ibnu Abbas tentang firman Allah dalam surah An-Najm.
Yang artinya,
‘Sesungguhnya Muhammad
telah melihat-nya pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha.’
Ibnu Abbas menjelaskan
tentang ayat ini,
رأى ربه فتدلى فكان قاب قوسين أو أدنى
Beliau melihat Tuhannya
dan mendekat.
Sehingga jaraknya seperti dua
busur atau lebih dekat.
Dari Qatadah, bahwa Anas bin Malik berkata,
رأى محمدٌ ربَّه
“Nabi Muhammad melihat Tuhannya” .
Tapi riwayat ini dinilai
lemah oleh sebagian ulama.
Abu Hurairah ditanya oleh Marwan bin Hakam,
“Apakah Nabi Muhammad melihat
Tuhannya.”
Jawab beliau,
‘Ya, beliau telah
melihatnya.’
Pendapat lainnya adalah Nabi Muhammad melihat Allah dengan hati.
Ada hadis yang mendukung pendapat ini, tapi hadisnya daif.
رأيته بفؤادي، ولم أره بعيني
“Saya melihat dengan mata
hatiku dan tidak dengan mata kepalaku.”
أن النبي صلى الله عليه وسلم رأى ربه
بفؤاده مرتين
Pendapat terakhir adalah tawaqquf.
Yaitu tidak mengambil
sikap.
Sa’id bin Jubair, ulama tabiin, murid Ibnu Abbas berkata,
“Saya tidak berpendapat
Nabi melihat Allah.
Tapi tidak pula
berpendapat beliau tidak melihat Allah.”
Al-Qodhi Iyadh, ulama Syafi’i, berkata,
“Beberapa guru kami tidak mengambil sikap
dalam perselisihan ini.
Mereka beralasan tidak ada
dalil yang tegas dalam hal ini.
Meskipun secara logika memungkinkan
terjadi.”
(Sumber Gus Baha)

0 comments:
Post a Comment