AKAL MANUSIA BISA CARI
ALASAN MEMBENARKAN YANG SALAH
Oleh Drs. HM Yusron
Hadi,MM
Nasihat Imam Malik tentang
ilmu
Ada 4 orang yang tak
boleh dijadikan guru, yaitu:
1. Orang
bodoh yang jelas bodohnya.
2. Orang
yang mengajak ikut hawa nafsu.
3. Orang
yang suka berdusta, meskipun hal yang
kecil.
4. Orang
baik dan mulia, tapi tak tahu apa yang disampaikannya.
1. Jangan
belajar kepada orang bodoh yang jelas bodohnya.
Orang bodoh adalah
orang yang bukan ahlinya.
Orang bodoh adalah
orang yang tak ahli dalam bidangnya.
Kita harus belajar
kepada orang yang sesuai dengan ilmu dan keahliannya.
Misalnya, soal fikih
harus belajar kepada ahli fikih.
Masalah filsasat,
harus belajar kepada ahli filsafat.
Tentang akhlak harus
belajar kepada orang paham tentang akhlak.
Jangan ikut orang yang
bukan ahlinya.
Perhatikan dari siapa
kamu mengambil agama.
Dan dari siapa kamu
mengambil ilmu tentang agama.
Jangan belajar kepada
orang yang tak tahu ilmunya.
Tapi kita harus bisa
memilih untuk belajar kepada orang yang sesuai dengan keahliannya.
Biasanya kita menjadi
tak kritis saat egonya yang muncul.
Misalnya, saya ikut
karena dia temanku, kelompokku, idolaku, dan sejenisnya.
2. Jangan
belajar kepada orang yang selalu mengajak ikut hawa nafsu
Jangan belajar kepada
orang yang dikendalikan hawa nafsunya.
Yaitu orang yang target
dan orientasi hidupnya hanya bersifat dunia.
Dan hal yang tak penting
lainnya.
Arti bersifat dunia
adalah berhubungan dengan harta, jabatan, dan kehormatan dunia lainnya.
Targetnya sekitar pujian
orang, kebanggaan, dan kekaguman orang lainnya.
Dia hanya ingin pamer
kepinterannya, luasnya wawasan.
Dan ingin dipuji orang
karena kehebatan lainnya.
Orang seperti ini
biasanya yang disampaikan.
Hanya yang sesuai dengan
kepentingan dan ambisinya.
Hal yang tak cocok dengan
kepentingannya.
Akan disembunyikan.
Terkadang hal yang jelek
bisa dibalik.
Dan dicarikan dalilnya
sehingga menjadi baik.
Karena akalnya pinter.
Maka dia bisa mencarikan
dalil yang sesuai dengan hawa nafsunya.
Cara melihat orang yang
menganut hawa nafsu ini, bukan pada ilmunya.
Tapi pada hawa nafsunya.
Mungkin apa yang
disampaikan memang benar dan ada dalilnya.
Tapi melihat ambisi
egonya yang hebat untuk kepentingannya sendiri.
Kata harus waspada.
Mungkin kebenaran yag
disampaikan.
Sudah direduksi sesuai
kepentingan ambisinya.
Pada zaman Yunani kuno
ada kelompok disebut kaum sofis.
Kaum sofis adalah orang
yang pinter dan logis.
Jika bicara mengagumkan
banyak orang, karena rasional dan masuk akal.
Tapi kaum sofis bersifat
oportunis.
Yaitu dia akan membela
tergantung siapa yang membayar.
Kaum sofis berpendapat bahwa kebenaran bersifat relatif.
Kaum sofis adalah cendekiawan yang pandai pidato.
Kaum sofis selalu berusaha mempengaruhi masyarakat dengan argumen menyesatkan.
Dia berpihak kepada siapa
yang membayarnya.
Maka kebenaran bisa
diatur oleh kaum sofis.
Dengan dalil logis yang
menyesatkan.
Artinya argumen bisa
dipilih secara logis sesuai dengan pesanan.
Akal manusia itu pinter
untuk menjustifikasi.
Tergantung hatinya untuk
mengarahkan.
Jika hati cenderung kebaikan.
Maka akal bisa
menunjukkan alasan logisnya.
Tapi jika hati cenderung kejelekan.
Akal juga mampu menyusun
argumen alasan logisnya.
3. Jangan
belajar kepada orang yang suka berdusta, meskipun hal yang kecil
Sebelum ikut seseorang.
Maka kita harus mengecek
rekam jejaknya.
Jika orang suka berdusta.
Maka khawatir dia
berbohong.
Khawatir dia
memelintir suatu ayat.
Sehingga maksudnya
berubah.
Arti sebenarnya A.
Tapi dibelokkan untuk
kepentingannya, menjadi B.
Bahkan jika dia hanya
berdusta dalam masalah kecil.
Tetap jangan ikuti
dia.
Karena terbiasa
berbohong.
Maka dia menjadi orang
yang tak bisa dipercaya.
Orang yang terbiasa
berbohong.
Meskipun hal yang
kecil.
Maka dia karakternya
pembohong.
Orang yang karakternya
pembohong.
Saat dia bebohong,
tampaknya biasa saja.
Karena tiap hari dia
terbiasa berbohong.
Jangan mengambil ilmu
dari para pembohong.
4. Jangan
belajar kepada orang baik dan mulia, tapi tak tahu apa yang disampaikannya
Orang ini sebenarnya
baik.
Dia menyampaian kebenaran.
Tapi dia sendiri tak
paham dengan apa disampaikannya.
Mungkin dia hanya
mengulang-ulang saja.
Mungkin dia hanya
taklid mengikuti saja.
Orang ini baik, tapi
tak kritis.
Dia tak ingin paham
dasarnya.
Yaitu orang baik yang
berbicara Sesuatu.
Tapi dia sendiri tak
paham apa maksud yang dibicarakannya.
Kesimpulannya.
Kita harus teliti dan
kritis dalam mengambil ilmu dari seserorang.
Hidup ini adalah
ujian.
Al-Quran surah
Al-Anbiya (surah ke-21) ayat 35.
كُلُّ
نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ
وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji
kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan
hanya kepada Kami kamu dikembalikan.
(Sumber Ngaji Filsafat
Dr Fahrudin Faiz)
0 comments:
Post a Comment