Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Sunday, December 3, 2017

536. IBRA

NABI IBRAHIM DAN IBADAH HAJI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang panggilan ibadah haji dan Nabi Ibrahim?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     Ibadah haji dapat dipahami secara baik apabila kita memahami Nabi Ibrahim  dan keistimewaannya, karena ibadah haji berkaitan erat dengan pengalaman rohani Nabi Ibrahim.
    Paling sedikit, terdapat tiga keistimewaan Nabi Ibrahim yang tidak dimiliki oleh nabi yang lain, dan sekaligus dicerminkan dalam kegiatan ibadah haji.
     Pertama, Nabi Ibrahim menemukan Allah melalui pencarian dan pengalaman rohani.
     Kedua,  Nabi Ibrahim mengubah kebiasaan mengorbankan manusia sebagai sesaji atau tumbal yang dibatalkan oleh Allah dan diganti dengan dengan mengorbankan hewan ternak.
      Ketiga, Nabi Ibrahim adalah satu-satunya nabi yang bermohon agar diperlihatkan cara Allah menghidupkan makhluk yang mati, dan permohonan tersebut dikabulkan oleh Allah.
      Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan, dan keyakinan akan adanya hari akhir adalah makna terdalam dari setiap amalan ibadah haji, karena apabila tanpa menghayatinya, maka ibadah haji tidak memiliki banyak arti bagi jiwa manusia.
    Nabi Ibrahim mengumandangkan bahwa Allah adalah Tuhan sekalian alam, bukan Tuhan satu ras dan bangsa tertentu, dan bukan Tuhan yang terbatas untuk satu periode tertentu.
     Raja yang menyembah api, bertanya kepada Nabi Ibrahim, “Jika kamu tidak mau menyembah patung, mengapa kamu tidak menyembah api?” “Karena air dapat memadamkan api?” jawab Nabi Ibrahim.
      Raja melanjutkan,”Kalau begitu, mengapa kamu tidak menyembah air?” “Karena awan yang mengandung air lebih wajar daripada air," jawab Nabi Ibrahim.
    Raja berkata,”Jika demikian, maka sembahlah awan!" “Angin yang menggiringnya lebih berkuasa daripada awan,” jawab Nabi Ibrahim. Raja berkata,”Kalau demikian, mengapa kamu tidak menyembah angin?" “Manusia yang dapat menghembuskan dan menarik angin lebih hebat daripada angin”, jawab Nabi Ibrahim.
      Sebagain ulama berpendapat bahwa ibadah haji adalah ibadah murni yang tidak sah apabila dicampurkan dengan aktivitas keduniaan, seperti perdagangan dan masalah politik.
    Pendapat ini ada benarnya, meskipun tidak sepenuhnya benar, karena ketika turun surah Al-Baqarah ayat 197  yang berbicara tentang “larangan bercumbu, berkata cabul, dan bertengkar" , sebagian sahabat Nabi menduga bahwa larangan tersebut mencakup larangan berdagang, karena sering kali terjadi pertengkaran.
     Dugaan tersebut diluruskan oleh Al-Quran dalam surah Al-Baqarah, surah ke-2  ayat 198 yang menyatakan bahwa tidak ada dosa bagimu mencari rezeki karunia dari Allah dengan perniagaan pada musim haji.

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ ۚ فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ
   
  “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masyaril-haram. Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat”.
        Dalam bidang politik juga diperbolehkan, asalkan dengan cara yang sehat dan santun, dan menjadi terlarang apabila dapat mengganggu kekhusyukan jamaah dalam melaksanakan ritual ibadah haji dan umrah.
     Nabi memerintahkan umat Islam untuk mengikuti cara beliau dalam melaksanakan haji, misalnya ketika beliau tawaf, yaitu berjalan kaki mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh kali, ternyata pada tiga putaran pertama beliau berlari-lari kecil.
    Ibnu Abbas, seorang sahabat Nabi menjelaskan,”Nabi berlari-lari kecil sewaktu tawaf keliling Kakbah, karena ketika itu ada yang mengisukan bahwa Nabi Muhammad dan para pengikutnya dalam kondisi payah dan lemah”.
     Ketika orang-orang musyrik yang ada di Mekah mengintip untuk menyaksikan kebenaran isu tersebut, kemudian Nabi dan para sahabat berlari-lari kecil untuk  membantah desas-desus tersebut.
    Artinya Nabi dan para sahabat ketika melakukan tawaf mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh kali, sebenarnya juga melakukan semacam “show of force” (pamer kekuatan) terhadap lawan-lawannya.
    Setelah tiga putaran, ternyata para pengintip membubarkan diri, sehingga hanya pada sisi Kakbah tertentu saja Nabi dan para sahabat berlari-lari kecil, karena para pengintip dapat memandang dari sisi tersebut.
      Sewaktu Nabi dan para sahabat melakukan sai (berjalan kaki bolak-balik sebanyak tujuh kali, dari Sofa ke Marwa ), Nabi dan para sahabat juga berlari-lari kecil untuk tujuan yang serupa.
    Kesimpulannya, terdapat tujuan non-ibadah murni yang diperagakan oleh Nabi dan para sahabat ketika melaksanakan ibadah haji dan umrah yang dianjurkan untuk diteladani oleh seluruh umat Islam.
      Tetapi, jangan menamakan ibadah haji Nabi dan para sahabat seperti yang terlihat di atas sebagai “ibadah politik yang kotor”, karena politik dalam pandangan Nabi harus berdasarkan nilai etika, tata krama,  dan moral yang mulia.
       Artinya, Nabi dalam berpolitik dengan cara yang santun, baik, bermoral yang mulia, dan tidak mengandung kecurangan, yang bertujuan meraih kebahagian hidup di dunia dan akhirat, serta mengharapkan keridaan Allah.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

Saturday, December 2, 2017

535. HAJI

PANGGILAN IBADAH HAJI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang panggilan ibadah haji?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran surah Al-Haj, surah ke-22  ayat 27.

وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ

      “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh”.
    Allah memerintahkan kepada Nabi Ibrahim, “Kumandangkanlah panggilan kepada manusia untuk melaksanakan ibadah haji”. Nabi Ibrahim menjawab,”Ya Allah, suara saya tidak akan terdengar oleh seluruh manusia”. Kemudian Allah berfirman,”Yang penting serukan panggilan itu, Kami yang akan memperdengarkannya”.
     Sungguh Maha Benar Allah, sekarang ini semua umat Islam di seluruh pelosok penjuru dunia, pasti pernah mendengar adanya panggilan ibadah haji, dan memahami  adanya kewajiban ibadah haji sebagai tamu-tamu Allah.
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2  ayat 197.

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ
   
     “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.”
     Al-Quran menjelaskan kepada para tamu undangan untuk beribadah haji, “Datanglah dengan membawa bekal", itulah kelak yang akan menentukan “layanan Tuan rumah” kepada para tamu.
      Kakbah adalah “rumah” Allah tanpa warna warni yang mengesankan kesederhanaan, dan bangunan Kabah dapat mengarah ke mana saja, karena dari mana pun para tamu masuk, asalkan membawa bekal yang baik, maka para tamu akan diterima oleh Allah.
     Terdapat tata cara “protokoler” yang ditetapkan oleh Allah, yang mungkin  menimbulkan pertanyaan atau mungkin ditertawakan apabila bekal yang dibawa tidak mencukupi.
     Para tamu Allah diminta untuk mengelilingi bangunan Kakbah, mondar mandir antara bukit Sofa dan Marwa, melontar dengan kerikil kecil, mencium batu hitam Hajar Aswad, pakaian yang dikenakan oleh lelaki tidak boleh berjahit, alas kaki jangan menutup mata kaki, dan ketika berpakaian ihram, maka tidak boleh berhias lagi.
     Menyisir rambut, menggunting kuku, dan mencabut bulu apabila dilakukan akan terkena denda, lebih-lebih lagi bercumbu suami dan istri, membunuh binatang, dan  mencabut tumbuhan akan terkena “dam” (denda).
     Banyak sekali pengunjung di sekeliling Kakbah, sehingga banyak kepentingan yang dapat berbenturan, serta terdapat penggoda, setan dan iblis banyak yang berkeliaran menanti mangsa atau mencari pengikut.
      Apabila bekal kita tidak cukup, maka bukan “rumah” Allah yang kita jumpai, tetapi sarang iblis yang akan kita huni, dan bekal yang terbaik adalah “takwa”, yaitu nama  himpunan simpul keagamaan yang mencakup pengetahuan, ketabahan, keikhlasan, kesadaran akan jati diri, serta persamaan manusia dan kelemahannya di hadapan Allah.
      Dengan bekal pengetahuan, sang tamu akan sadar bahwa apa yang dilihat dan dilakukannya adalah simbol yang penuh makna, dan apabila dihayati akan mengantarkannya ke dalam pemahaman bahwa “rumah” Allah yang mengarah ke segala arah melambangkan Allah yang berada di segala arah.
    Ketika kesadaran ini muncul, maka tanpa segan para tamu akan mencium atau atau  melambaikan tangan ke arah batu hitam “Hajar Aswad”, karena melambangkan “tangan” Allah yang diulurkan untuk menerima para tamunya yang datang dan  mengikat janji setia.
     Dengan bekal kesadaran akan persamaan manusia dan kelemahannya di hadapan Allah, maka para tamu akan melepaskan atribut “kebesaran dunia” pada saat  melepaskan pakaian sehari-harinya dan menggantinya dengan  pakaian ihram.
    Sejak saat inilah para tamu Allah tidak gampang tersinggung, dan tidak cepat marah, karena perasaan “kesombongannya” telah ditinggalkannya dan diganti dengan perasaan tunduk dan patuh dihadapan Allah.
     Langkah pertama untuk memperoleh dan menjaga bekal takwa adalah dengan meluruskan niat, menyingkirkan segala rayuan, menghapus semua iming-iming dunia, dan hanya menghadapkan wajah kepada Allah semata.
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2  ayat 196.

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۖ وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ ۚ فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۚ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗ ذَٰلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

      “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan `umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidiah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan `umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidiah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidilharam (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya”.
      Sempurnakan haji dan umrah karena Allah semata, karena Nabi bersabda,”Nilai setiap perbuatan ditentukan oleh niat pelakunya”.

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ

      “Sesungguhnya, semua amal perbuatan tergantung kepada niatnya”.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

535. HAJI

PANGGILAN IBADAH HAJI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang panggilan ibadah haji?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran surah Al-Haj, surah ke-22  ayat 27.

وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ

      “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh”.
    Allah memerintahkan kepada Nabi Ibrahim, “Kumandangkanlah panggilan kepada manusia untuk melaksanakan ibadah haji”. Nabi Ibrahim menjawab,”Ya Allah, suara saya tidak akan terdengar oleh seluruh manusia”. Kemudian Allah berfirman,”Yang penting serukan panggilan itu, Kami yang akan memperdengarkannya”.
     Sungguh Maha Benar Allah, sekarang ini semua umat Islam di seluruh pelosok penjuru dunia, pasti pernah mendengar adanya panggilan ibadah haji, dan memahami  adanya kewajiban ibadah haji sebagai tamu-tamu Allah.
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2  ayat 197.

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ
   
     “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.”
     Al-Quran menjelaskan kepada para tamu undangan untuk beribadah haji, “Datanglah dengan membawa bekal", itulah kelak yang akan menentukan “layanan Tuan rumah” kepada para tamu.
      Kakbah adalah “rumah” Allah tanpa warna warni yang mengesankan kesederhanaan, dan bangunan Kabah dapat mengarah ke mana saja, karena dari mana pun para tamu masuk, asalkan membawa bekal yang baik, maka para tamu akan diterima oleh Allah.
     Terdapat tata cara “protokoler” yang ditetapkan oleh Allah, yang mungkin  menimbulkan pertanyaan atau mungkin ditertawakan apabila bekal yang dibawa tidak mencukupi.
     Para tamu Allah diminta untuk mengelilingi bangunan Kakbah, mondar mandir antara bukit Sofa dan Marwa, melontar dengan kerikil kecil, mencium batu hitam Hajar Aswad, pakaian yang dikenakan oleh lelaki tidak boleh berjahit, alas kaki jangan menutup mata kaki, dan ketika berpakaian ihram, maka tidak boleh berhias lagi.
     Menyisir rambut, menggunting kuku, dan mencabut bulu apabila dilakukan akan terkena denda, lebih-lebih lagi bercumbu suami dan istri, membunuh binatang, dan  mencabut tumbuhan akan terkena “dam” (denda).
     Banyak sekali pengunjung di sekeliling Kakbah, sehingga banyak kepentingan yang dapat berbenturan, serta terdapat penggoda, setan dan iblis banyak yang berkeliaran menanti mangsa atau mencari pengikut.
      Apabila bekal kita tidak cukup, maka bukan “rumah” Allah yang kita jumpai, tetapi sarang iblis yang akan kita huni, dan bekal yang terbaik adalah “takwa”, yaitu nama  himpunan simpul keagamaan yang mencakup pengetahuan, ketabahan, keikhlasan, kesadaran akan jati diri, serta persamaan manusia dan kelemahannya di hadapan Allah.
      Dengan bekal pengetahuan, sang tamu akan sadar bahwa apa yang dilihat dan dilakukannya adalah simbol yang penuh makna, dan apabila dihayati akan mengantarkannya ke dalam pemahaman bahwa “rumah” Allah yang mengarah ke segala arah melambangkan Allah yang berada di segala arah.
    Ketika kesadaran ini muncul, maka tanpa segan para tamu akan mencium atau atau  melambaikan tangan ke arah batu hitam “Hajar Aswad”, karena melambangkan “tangan” Allah yang diulurkan untuk menerima para tamunya yang datang dan  mengikat janji setia.
     Dengan bekal kesadaran akan persamaan manusia dan kelemahannya di hadapan Allah, maka para tamu akan melepaskan atribut “kebesaran dunia” pada saat  melepaskan pakaian sehari-harinya dan menggantinya dengan  pakaian ihram.
    Sejak saat inilah para tamu Allah tidak gampang tersinggung, dan tidak cepat marah, karena perasaan “kesombongannya” telah ditinggalkannya dan diganti dengan perasaan tunduk dan patuh dihadapan Allah.
     Langkah pertama untuk memperoleh dan menjaga bekal takwa adalah dengan meluruskan niat, menyingkirkan segala rayuan, menghapus semua iming-iming dunia, dan hanya menghadapkan wajah kepada Allah semata.
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2  ayat 196.

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۖ وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ ۚ فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۚ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗ ذَٰلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

      “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan `umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidiah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan `umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidiah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidilharam (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya”.
      Sempurnakan haji dan umrah karena Allah semata, karena Nabi bersabda,”Nilai setiap perbuatan ditentukan oleh niat pelakunya”.

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ

      “Sesungguhnya, semua amal perbuatan tergantung kepada niatnya”.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

535. HAJI

PANGGILAN IBADAH HAJI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang panggilan ibadah haji?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran surah Al-Haj, surah ke-22  ayat 27.

وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ

      “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh”.
    Allah memerintahkan kepada Nabi Ibrahim, “Kumandangkanlah panggilan kepada manusia untuk melaksanakan ibadah haji”. Nabi Ibrahim menjawab,”Ya Allah, suara saya tidak akan terdengar oleh seluruh manusia”. Kemudian Allah berfirman,”Yang penting serukan panggilan itu, Kami yang akan memperdengarkannya”.
     Sungguh Maha Benar Allah, sekarang ini semua umat Islam di seluruh pelosok penjuru dunia, pasti pernah mendengar adanya panggilan ibadah haji, dan memahami  adanya kewajiban ibadah haji sebagai tamu-tamu Allah.
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2  ayat 197.

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ
   
     “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.”
     Al-Quran menjelaskan kepada para tamu undangan untuk beribadah haji, “Datanglah dengan membawa bekal", itulah kelak yang akan menentukan “layanan Tuan rumah” kepada para tamu.
      Kakbah adalah “rumah” Allah tanpa warna warni yang mengesankan kesederhanaan, dan bangunan Kabah dapat mengarah ke mana saja, karena dari mana pun para tamu masuk, asalkan membawa bekal yang baik, maka para tamu akan diterima oleh Allah.
     Terdapat tata cara “protokoler” yang ditetapkan oleh Allah, yang mungkin  menimbulkan pertanyaan atau mungkin ditertawakan apabila bekal yang dibawa tidak mencukupi.
     Para tamu Allah diminta untuk mengelilingi bangunan Kakbah, mondar mandir antara bukit Sofa dan Marwa, melontar dengan kerikil kecil, mencium batu hitam Hajar Aswad, pakaian yang dikenakan oleh lelaki tidak boleh berjahit, alas kaki jangan menutup mata kaki, dan ketika berpakaian ihram, maka tidak boleh berhias lagi.
     Menyisir rambut, menggunting kuku, dan mencabut bulu apabila dilakukan akan terkena denda, lebih-lebih lagi bercumbu suami dan istri, membunuh binatang, dan  mencabut tumbuhan akan terkena “dam” (denda).
     Banyak sekali pengunjung di sekeliling Kakbah, sehingga banyak kepentingan yang dapat berbenturan, serta terdapat penggoda, setan dan iblis banyak yang berkeliaran menanti mangsa atau mencari pengikut.
      Apabila bekal kita tidak cukup, maka bukan “rumah” Allah yang kita jumpai, tetapi sarang iblis yang akan kita huni, dan bekal yang terbaik adalah “takwa”, yaitu nama  himpunan simpul keagamaan yang mencakup pengetahuan, ketabahan, keikhlasan, kesadaran akan jati diri, serta persamaan manusia dan kelemahannya di hadapan Allah.
      Dengan bekal pengetahuan, sang tamu akan sadar bahwa apa yang dilihat dan dilakukannya adalah simbol yang penuh makna, dan apabila dihayati akan mengantarkannya ke dalam pemahaman bahwa “rumah” Allah yang mengarah ke segala arah melambangkan Allah yang berada di segala arah.
    Ketika kesadaran ini muncul, maka tanpa segan para tamu akan mencium atau atau  melambaikan tangan ke arah batu hitam “Hajar Aswad”, karena melambangkan “tangan” Allah yang diulurkan untuk menerima para tamunya yang datang dan  mengikat janji setia.
     Dengan bekal kesadaran akan persamaan manusia dan kelemahannya di hadapan Allah, maka para tamu akan melepaskan atribut “kebesaran dunia” pada saat  melepaskan pakaian sehari-harinya dan menggantinya dengan  pakaian ihram.
    Sejak saat inilah para tamu Allah tidak gampang tersinggung, dan tidak cepat marah, karena perasaan “kesombongannya” telah ditinggalkannya dan diganti dengan perasaan tunduk dan patuh dihadapan Allah.
     Langkah pertama untuk memperoleh dan menjaga bekal takwa adalah dengan meluruskan niat, menyingkirkan segala rayuan, menghapus semua iming-iming dunia, dan hanya menghadapkan wajah kepada Allah semata.
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2  ayat 196.

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۖ وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ ۚ فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۚ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗ ذَٰلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

      “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan `umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidiah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan `umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidiah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidilharam (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya”.
      Sempurnakan haji dan umrah karena Allah semata, karena Nabi bersabda,”Nilai setiap perbuatan ditentukan oleh niat pelakunya”.

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ

      “Sesungguhnya, semua amal perbuatan tergantung kepada niatnya”.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

535. HAJI

PANGGILAN IBADAH HAJI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang panggilan ibadah haji?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran surah Al-Haj, surah ke-22  ayat 27.

وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ

      “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh”.
    Allah memerintahkan kepada Nabi Ibrahim, “Kumandangkanlah panggilan kepada manusia untuk melaksanakan ibadah haji”. Nabi Ibrahim menjawab,”Ya Allah, suara saya tidak akan terdengar oleh seluruh manusia”. Kemudian Allah berfirman,”Yang penting serukan panggilan itu, Kami yang akan memperdengarkannya”.
     Sungguh Maha Benar Allah, sekarang ini semua umat Islam di seluruh pelosok penjuru dunia, pasti pernah mendengar adanya panggilan ibadah haji, dan memahami  adanya kewajiban ibadah haji sebagai tamu-tamu Allah.
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2  ayat 197.

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ
   
     “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.”
     Al-Quran menjelaskan kepada para tamu undangan untuk beribadah haji, “Datanglah dengan membawa bekal", itulah kelak yang akan menentukan “layanan Tuan rumah” kepada para tamu.
      Kakbah adalah “rumah” Allah tanpa warna warni yang mengesankan kesederhanaan, dan bangunan Kabah dapat mengarah ke mana saja, karena dari mana pun para tamu masuk, asalkan membawa bekal yang baik, maka para tamu akan diterima oleh Allah.
     Terdapat tata cara “protokoler” yang ditetapkan oleh Allah, yang mungkin  menimbulkan pertanyaan atau mungkin ditertawakan apabila bekal yang dibawa tidak mencukupi.
     Para tamu Allah diminta untuk mengelilingi bangunan Kakbah, mondar mandir antara bukit Sofa dan Marwa, melontar dengan kerikil kecil, mencium batu hitam Hajar Aswad, pakaian yang dikenakan oleh lelaki tidak boleh berjahit, alas kaki jangan menutup mata kaki, dan ketika berpakaian ihram, maka tidak boleh berhias lagi.
     Menyisir rambut, menggunting kuku, dan mencabut bulu apabila dilakukan akan terkena denda, lebih-lebih lagi bercumbu suami dan istri, membunuh binatang, dan  mencabut tumbuhan akan terkena “dam” (denda).
     Banyak sekali pengunjung di sekeliling Kakbah, sehingga banyak kepentingan yang dapat berbenturan, serta terdapat penggoda, setan dan iblis banyak yang berkeliaran menanti mangsa atau mencari pengikut.
      Apabila bekal kita tidak cukup, maka bukan “rumah” Allah yang kita jumpai, tetapi sarang iblis yang akan kita huni, dan bekal yang terbaik adalah “takwa”, yaitu nama  himpunan simpul keagamaan yang mencakup pengetahuan, ketabahan, keikhlasan, kesadaran akan jati diri, serta persamaan manusia dan kelemahannya di hadapan Allah.
      Dengan bekal pengetahuan, sang tamu akan sadar bahwa apa yang dilihat dan dilakukannya adalah simbol yang penuh makna, dan apabila dihayati akan mengantarkannya ke dalam pemahaman bahwa “rumah” Allah yang mengarah ke segala arah melambangkan Allah yang berada di segala arah.
    Ketika kesadaran ini muncul, maka tanpa segan para tamu akan mencium atau atau  melambaikan tangan ke arah batu hitam “Hajar Aswad”, karena melambangkan “tangan” Allah yang diulurkan untuk menerima para tamunya yang datang dan  mengikat janji setia.
     Dengan bekal kesadaran akan persamaan manusia dan kelemahannya di hadapan Allah, maka para tamu akan melepaskan atribut “kebesaran dunia” pada saat  melepaskan pakaian sehari-harinya dan menggantinya dengan  pakaian ihram.
    Sejak saat inilah para tamu Allah tidak gampang tersinggung, dan tidak cepat marah, karena perasaan “kesombongannya” telah ditinggalkannya dan diganti dengan perasaan tunduk dan patuh dihadapan Allah.
     Langkah pertama untuk memperoleh dan menjaga bekal takwa adalah dengan meluruskan niat, menyingkirkan segala rayuan, menghapus semua iming-iming dunia, dan hanya menghadapkan wajah kepada Allah semata.
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2  ayat 196.

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۖ وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ ۚ فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۚ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗ ذَٰلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

      “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan `umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidiah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan `umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidiah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidilharam (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya”.
      Sempurnakan haji dan umrah karena Allah semata, karena Nabi bersabda,”Nilai setiap perbuatan ditentukan oleh niat pelakunya”.

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ

      “Sesungguhnya, semua amal perbuatan tergantung kepada niatnya”.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

535. HAJI

PANGGILAN IBADAH HAJI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang panggilan ibadah haji?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran surah Al-Haj, surah ke-22  ayat 27.

وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ

      “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh”.
    Allah memerintahkan kepada Nabi Ibrahim, “Kumandangkanlah panggilan kepada manusia untuk melaksanakan ibadah haji”. Nabi Ibrahim menjawab,”Ya Allah, suara saya tidak akan terdengar oleh seluruh manusia”. Kemudian Allah berfirman,”Yang penting serukan panggilan itu, Kami yang akan memperdengarkannya”.
     Sungguh Maha Benar Allah, sekarang ini semua umat Islam di seluruh pelosok penjuru dunia, pasti pernah mendengar adanya panggilan ibadah haji, dan memahami  adanya kewajiban ibadah haji sebagai tamu-tamu Allah.
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2  ayat 197.

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ
   
     “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.”
     Al-Quran menjelaskan kepada para tamu undangan untuk beribadah haji, “Datanglah dengan membawa bekal", itulah kelak yang akan menentukan “layanan Tuan rumah” kepada para tamu.
      Kakbah adalah “rumah” Allah tanpa warna warni yang mengesankan kesederhanaan, dan bangunan Kabah dapat mengarah ke mana saja, karena dari mana pun para tamu masuk, asalkan membawa bekal yang baik, maka para tamu akan diterima oleh Allah.
     Terdapat tata cara “protokoler” yang ditetapkan oleh Allah, yang mungkin  menimbulkan pertanyaan atau mungkin ditertawakan apabila bekal yang dibawa tidak mencukupi.
     Para tamu Allah diminta untuk mengelilingi bangunan Kakbah, mondar mandir antara bukit Sofa dan Marwa, melontar dengan kerikil kecil, mencium batu hitam Hajar Aswad, pakaian yang dikenakan oleh lelaki tidak boleh berjahit, alas kaki jangan menutup mata kaki, dan ketika berpakaian ihram, maka tidak boleh berhias lagi.
     Menyisir rambut, menggunting kuku, dan mencabut bulu apabila dilakukan akan terkena denda, lebih-lebih lagi bercumbu suami dan istri, membunuh binatang, dan  mencabut tumbuhan akan terkena “dam” (denda).
     Banyak sekali pengunjung di sekeliling Kakbah, sehingga banyak kepentingan yang dapat berbenturan, serta terdapat penggoda, setan dan iblis banyak yang berkeliaran menanti mangsa atau mencari pengikut.
      Apabila bekal kita tidak cukup, maka bukan “rumah” Allah yang kita jumpai, tetapi sarang iblis yang akan kita huni, dan bekal yang terbaik adalah “takwa”, yaitu nama  himpunan simpul keagamaan yang mencakup pengetahuan, ketabahan, keikhlasan, kesadaran akan jati diri, serta persamaan manusia dan kelemahannya di hadapan Allah.
      Dengan bekal pengetahuan, sang tamu akan sadar bahwa apa yang dilihat dan dilakukannya adalah simbol yang penuh makna, dan apabila dihayati akan mengantarkannya ke dalam pemahaman bahwa “rumah” Allah yang mengarah ke segala arah melambangkan Allah yang berada di segala arah.
    Ketika kesadaran ini muncul, maka tanpa segan para tamu akan mencium atau atau  melambaikan tangan ke arah batu hitam “Hajar Aswad”, karena melambangkan “tangan” Allah yang diulurkan untuk menerima para tamunya yang datang dan  mengikat janji setia.
     Dengan bekal kesadaran akan persamaan manusia dan kelemahannya di hadapan Allah, maka para tamu akan melepaskan atribut “kebesaran dunia” pada saat  melepaskan pakaian sehari-harinya dan menggantinya dengan  pakaian ihram.
    Sejak saat inilah para tamu Allah tidak gampang tersinggung, dan tidak cepat marah, karena perasaan “kesombongannya” telah ditinggalkannya dan diganti dengan perasaan tunduk dan patuh dihadapan Allah.
     Langkah pertama untuk memperoleh dan menjaga bekal takwa adalah dengan meluruskan niat, menyingkirkan segala rayuan, menghapus semua iming-iming dunia, dan hanya menghadapkan wajah kepada Allah semata.
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2  ayat 196.

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۖ وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ ۚ فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۚ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗ ذَٰلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

      “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan `umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidiah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan `umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidiah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidilharam (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya”.
      Sempurnakan haji dan umrah karena Allah semata, karena Nabi bersabda,”Nilai setiap perbuatan ditentukan oleh niat pelakunya”.

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ

      “Sesungguhnya, semua amal perbuatan tergantung kepada niatnya”.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

535. HAJI

PANGGILAN IBADAH HAJI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang panggilan ibadah haji?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran surah Al-Haj, surah ke-22  ayat 27.

وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ

      “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh”.
    Allah memerintahkan kepada Nabi Ibrahim, “Kumandangkanlah panggilan kepada manusia untuk melaksanakan ibadah haji”. Nabi Ibrahim menjawab,”Ya Allah, suara saya tidak akan terdengar oleh seluruh manusia”. Kemudian Allah berfirman,”Yang penting serukan panggilan itu, Kami yang akan memperdengarkannya”.
     Sungguh Maha Benar Allah, sekarang ini semua umat Islam di seluruh pelosok penjuru dunia, pasti pernah mendengar adanya panggilan ibadah haji, dan memahami  adanya kewajiban ibadah haji sebagai tamu-tamu Allah.
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2  ayat 197.

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ
   
     “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.”
     Al-Quran menjelaskan kepada para tamu undangan untuk beribadah haji, “Datanglah dengan membawa bekal", itulah kelak yang akan menentukan “layanan Tuan rumah” kepada para tamu.
      Kakbah adalah “rumah” Allah tanpa warna warni yang mengesankan kesederhanaan, dan bangunan Kabah dapat mengarah ke mana saja, karena dari mana pun para tamu masuk, asalkan membawa bekal yang baik, maka para tamu akan diterima oleh Allah.
     Terdapat tata cara “protokoler” yang ditetapkan oleh Allah, yang mungkin  menimbulkan pertanyaan atau mungkin ditertawakan apabila bekal yang dibawa tidak mencukupi.
     Para tamu Allah diminta untuk mengelilingi bangunan Kakbah, mondar mandir antara bukit Sofa dan Marwa, melontar dengan kerikil kecil, mencium batu hitam Hajar Aswad, pakaian yang dikenakan oleh lelaki tidak boleh berjahit, alas kaki jangan menutup mata kaki, dan ketika berpakaian ihram, maka tidak boleh berhias lagi.
     Menyisir rambut, menggunting kuku, dan mencabut bulu apabila dilakukan akan terkena denda, lebih-lebih lagi bercumbu suami dan istri, membunuh binatang, dan  mencabut tumbuhan akan terkena “dam” (denda).
     Banyak sekali pengunjung di sekeliling Kakbah, sehingga banyak kepentingan yang dapat berbenturan, serta terdapat penggoda, setan dan iblis banyak yang berkeliaran menanti mangsa atau mencari pengikut.
      Apabila bekal kita tidak cukup, maka bukan “rumah” Allah yang kita jumpai, tetapi sarang iblis yang akan kita huni, dan bekal yang terbaik adalah “takwa”, yaitu nama  himpunan simpul keagamaan yang mencakup pengetahuan, ketabahan, keikhlasan, kesadaran akan jati diri, serta persamaan manusia dan kelemahannya di hadapan Allah.
      Dengan bekal pengetahuan, sang tamu akan sadar bahwa apa yang dilihat dan dilakukannya adalah simbol yang penuh makna, dan apabila dihayati akan mengantarkannya ke dalam pemahaman bahwa “rumah” Allah yang mengarah ke segala arah melambangkan Allah yang berada di segala arah.
    Ketika kesadaran ini muncul, maka tanpa segan para tamu akan mencium atau atau  melambaikan tangan ke arah batu hitam “Hajar Aswad”, karena melambangkan “tangan” Allah yang diulurkan untuk menerima para tamunya yang datang dan  mengikat janji setia.
     Dengan bekal kesadaran akan persamaan manusia dan kelemahannya di hadapan Allah, maka para tamu akan melepaskan atribut “kebesaran dunia” pada saat  melepaskan pakaian sehari-harinya dan menggantinya dengan  pakaian ihram.
    Sejak saat inilah para tamu Allah tidak gampang tersinggung, dan tidak cepat marah, karena perasaan “kesombongannya” telah ditinggalkannya dan diganti dengan perasaan tunduk dan patuh dihadapan Allah.
     Langkah pertama untuk memperoleh dan menjaga bekal takwa adalah dengan meluruskan niat, menyingkirkan segala rayuan, menghapus semua iming-iming dunia, dan hanya menghadapkan wajah kepada Allah semata.
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2  ayat 196.

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۖ وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ ۚ فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۚ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗ ذَٰلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

      “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan `umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidiah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan `umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidiah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidilharam (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya”.
      Sempurnakan haji dan umrah karena Allah semata, karena Nabi bersabda,”Nilai setiap perbuatan ditentukan oleh niat pelakunya”.

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ

      “Sesungguhnya, semua amal perbuatan tergantung kepada niatnya”.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

535. HAJI

PANGGILAN IBADAH HAJI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang panggilan ibadah haji?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Al-Quran surah Al-Haj, surah ke-22  ayat 27.

وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ

      “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh”.
    Allah memerintahkan kepada Nabi Ibrahim, “Kumandangkanlah panggilan kepada manusia untuk melaksanakan ibadah haji”. Nabi Ibrahim menjawab,”Ya Allah, suara saya tidak akan terdengar oleh seluruh manusia”. Kemudian Allah berfirman,”Yang penting serukan panggilan itu, Kami yang akan memperdengarkannya”.
     Sungguh Maha Benar Allah, sekarang ini semua umat Islam di seluruh pelosok penjuru dunia, pasti pernah mendengar adanya panggilan ibadah haji, dan memahami  adanya kewajiban ibadah haji sebagai tamu-tamu Allah.
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2  ayat 197.

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ
   
     “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.”
     Al-Quran menjelaskan kepada para tamu undangan untuk beribadah haji, “Datanglah dengan membawa bekal", itulah kelak yang akan menentukan “layanan Tuan rumah” kepada para tamu.
      Kakbah adalah “rumah” Allah tanpa warna warni yang mengesankan kesederhanaan, dan bangunan Kabah dapat mengarah ke mana saja, karena dari mana pun para tamu masuk, asalkan membawa bekal yang baik, maka para tamu akan diterima oleh Allah.
     Terdapat tata cara “protokoler” yang ditetapkan oleh Allah, yang mungkin  menimbulkan pertanyaan atau mungkin ditertawakan apabila bekal yang dibawa tidak mencukupi.
     Para tamu Allah diminta untuk mengelilingi bangunan Kakbah, mondar mandir antara bukit Sofa dan Marwa, melontar dengan kerikil kecil, mencium batu hitam Hajar Aswad, pakaian yang dikenakan oleh lelaki tidak boleh berjahit, alas kaki jangan menutup mata kaki, dan ketika berpakaian ihram, maka tidak boleh berhias lagi.
     Menyisir rambut, menggunting kuku, dan mencabut bulu apabila dilakukan akan terkena denda, lebih-lebih lagi bercumbu suami dan istri, membunuh binatang, dan  mencabut tumbuhan akan terkena “dam” (denda).
     Banyak sekali pengunjung di sekeliling Kakbah, sehingga banyak kepentingan yang dapat berbenturan, serta terdapat penggoda, setan dan iblis banyak yang berkeliaran menanti mangsa atau mencari pengikut.
      Apabila bekal kita tidak cukup, maka bukan “rumah” Allah yang kita jumpai, tetapi sarang iblis yang akan kita huni, dan bekal yang terbaik adalah “takwa”, yaitu nama  himpunan simpul keagamaan yang mencakup pengetahuan, ketabahan, keikhlasan, kesadaran akan jati diri, serta persamaan manusia dan kelemahannya di hadapan Allah.
      Dengan bekal pengetahuan, sang tamu akan sadar bahwa apa yang dilihat dan dilakukannya adalah simbol yang penuh makna, dan apabila dihayati akan mengantarkannya ke dalam pemahaman bahwa “rumah” Allah yang mengarah ke segala arah melambangkan Allah yang berada di segala arah.
    Ketika kesadaran ini muncul, maka tanpa segan para tamu akan mencium atau atau  melambaikan tangan ke arah batu hitam “Hajar Aswad”, karena melambangkan “tangan” Allah yang diulurkan untuk menerima para tamunya yang datang dan  mengikat janji setia.
     Dengan bekal kesadaran akan persamaan manusia dan kelemahannya di hadapan Allah, maka para tamu akan melepaskan atribut “kebesaran dunia” pada saat  melepaskan pakaian sehari-harinya dan menggantinya dengan  pakaian ihram.
    Sejak saat inilah para tamu Allah tidak gampang tersinggung, dan tidak cepat marah, karena perasaan “kesombongannya” telah ditinggalkannya dan diganti dengan perasaan tunduk dan patuh dihadapan Allah.
     Langkah pertama untuk memperoleh dan menjaga bekal takwa adalah dengan meluruskan niat, menyingkirkan segala rayuan, menghapus semua iming-iming dunia, dan hanya menghadapkan wajah kepada Allah semata.
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2  ayat 196.

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۖ وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ ۚ فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۚ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗ ذَٰلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

      “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan `umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidiah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan `umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidiah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidilharam (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya”.
      Sempurnakan haji dan umrah karena Allah semata, karena Nabi bersabda,”Nilai setiap perbuatan ditentukan oleh niat pelakunya”.

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ

      “Sesungguhnya, semua amal perbuatan tergantung kepada niatnya”.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online