Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tuesday, December 1, 2020

6888. KH HASYIM ASY'ARI 1943 PERANG JIHAD

 


KH HASYIM ASY’ARI 1943: PERANG JIHAD

Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

 

 

 

PRAJOERIT PEMBELA TANAH AIR

 

 

Tulisan Mbah KH HASJIM ASJ’ARI, 30 November 1943.

 

 

Majalah Islam Soeara Moeslimin Indonesia edisi 2 Dzulhijjah 1362 atau 30 November 1943 halaman 4 memuat tulisan pendiri Nahdlatul Ulama (NU) Hadlratussyekh KH. M. Hasyim Asy’ari.

 

 

 

Tulisan itu berjudul Pradjoerit Pembela Tanah Air mengisi 1 halaman penuh 3 kolom tanpa gambar.

 

 

Majalah itu diterbitkan oleh MASYUMI.

 

 

 

Masyumi adalah Majelis Syura Muslimin Indonesia.

 

 

Setiap tanggal 1 dan 15 saban bulannya atas izin kantor Goen-Kenetsu-Han dan dipimpin oleh KH. M. Mansoer.

 

 

 

Menurut peneliti Muhammad As’ad, tulisan itu berisi dukungan Kiai Hasyim kepada masyarakat yang aktif menjadi tentara PETA (Pembela Tanah Air).

 

 

 

Namun setelah membaca secara lebih mendalam, tulisan itu lebih dari sekadar dukungan terhadap perjuangan PETA.

 

Menurut dia, ini adalah seruan jihad untuk menggerakkan semangat juang tentara PETA dan juga umat Islam Indonesia secara umum yang ikut berperang pada zaman itu.

 

Berikut tulisan lengkapnya sesuai Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia  (PUEBI):

 

 

Prajurit Pembela Tanah Air

Oleh: KH. M. Hasyim Asy’ari

 

 

Dengan nama Allah Penyayang dan Pengasih.

 

 

Sekalian puji bagi Allah yang Luhur dalam kemuliaan-Nya.

 

 

Yang berkuasa sendiri akan membalik-balikkan hati hamba-Nya.

 

 

Yang memberi percobaan dengan sesuatu hal dan lawan hal itu.

 

 

Rahmat dan salam bagi Utusan-Nya, Junjungan kita Muhammad dan keluarganya dan tentaranya.

 

 

Kemudian, maka inilah keterangan ringkas dari Al-quran dan Hadis bagi para Muslimin yang jadi prajurit pembela tanah air kita (Barisan Sukarela) umumnya.

 

 

Dan bagi orang yang berperang untuk menolak musuh, yang ingin merebut tanah air kita (Inggris, Amerika, dan golongannya) pada khususnya.

 

 

Yaitu agar mereka menjalankan pekerjaan tadi dengan mendapat kenyataan rentang hukum perbuatannya.

 

Dan agar mereka memperoleh pahala (ganjaran) dan barang rampasan (jarahan).

 

 

Dan lagi jika mati dalam perang agar matinya jadi syahid.

 

 

Ke-1:

 

Supaya kaum muslimin tersebut di atas berniat I’zazi dinil Islam (mengejar ketinggian agama Islam), yaitu menurut firman Allah:

 

 

“Dan perangi mereka itu hingga tidak ada fitnah (kemusyrikan) lagi, dan sehingga agama hanya untuk Allah semata. (Surat Albaqarah: 192)”

 

 

Ke-2:

 

Supaya berniat mempertinggi kalimat Allah, yakni kalimat Lailaha illallah Muhammadur Rasulullah.

 

 

Yaitu agar pekerjaan itu termasuk dalam arti fi sabilillah menurut keterangan dalam hadis:

 

 

“Bahwa seorang lelaki datang kepada Nabi Muhammad, lalu berkata: Setelah orang berperang untuk mendapat barang rampasan, setengahnya berperang untuk mendapat kedudukan yang dilihat orang, maka siapakah orang yang berperang fi sabilillah (dalam jalan Allah)?”

 

 

Nabi Muhammad bersabda, “Barang siapa berperang agar kalimat Allah menjadi mulia (luhur) itu yang berperang di jalan Allah.”

(Bukhari II/94).

 

Ada pun sebabnya, maka diminta berniat yang demikian itu ialah menurut sabda Nabi Muhammad:

 

 

“Bahwa sekalian amal (perbuatan) itu adalah bergantung pada niatnya. Dan tiap-tiap orang itu akan memperoleh hasil sebagai yang diniati.”

(Bukhari I/6).

 

Dan kaum muslimin yang punya biat seperti disebutkan tadi, tidaklah berhalangan akan bekerja bersama dengan golongan lain muslimin, yaitu untuk menolak musuh.

 

 

Hal itu sebagai keterangan dalam hadis Bukhari:

 

 

“Fasal dalam menceritakan jihad adalah langsung bersama dengan orang bagus-bagus (beragama Islam) dan lainnya.

 

 

Yaitu menutut sabda Nabi Muhammad: “Kuda (untuk berperang) adalah bergantung padanya perkata baik hingga hari kiamat (perkara baik artinya: pahala dan barang-barang rampasan).”

Bukhari II/98.

 

Dan menurut sabda Nabi Muhammad:

 

 

“Jika Allah menurunkan siksa pada suatu golongan, siksa itu mengenai sekalian orang di dalam lingkungan golongan itu: kemudian kelak mereka akan dibangunkan (di akhirat) menurut pekerjaannya masing-masing.”

Bukhari IV/162.

 

 

Dan jika kaum muslimin yang berperang itu meninggal dalam peperangan, setelah mempunyai niat tersebut di atas, maka akan mendapat derajat syahid dunia dan akhirat.

 

 

Yaitu menurut keterangan hadis:

 

 

“Orang syahid adalah lima orang:

1.      meninggal dunia karena penyakit thaun.

 

2.      meninggal karena sakit perut.

 

3.      Meninggal karena tenggelam.

 

4.      Meninggal karena kerobohan.

 

5.      Meninggal syahid dalam jalan Allah.”

(Bukhari II/96).

 

Dan lagi menurut hadis Sahabat Abdullah bin Amrin, katanya, “Saya mendengar Nabi bersabda: Barang siapa meninggal karena mempertahankan harta bendanya maka ia itu mati syahid.”

(Bukhari, II/49).

 

 

 (Sumber: internet Fathurrochman Karyadi)

 


6887. BELANDA TAKUT TERHADAP HAJI JIHAD KHALIFAH

 


BELANDA TAKUT TERHADAP HAJI, JIHAD, KHALIFAH

Oleh: Drs. H.M. YusronHadi, M.M.

 

 

 

 

 

Snouck Hurgronje lahir di Oosterhout, Belanda tahun 1857, ia hidup dalam lautan akademik.

 

 

 

Ia menjadi mahasiswa di Leiden, kemudian mendapat gelar doktoralnya tahun 1880 dengan judul Het Mekaansche Fest (Perayaan Mekah).

 

 

Pengetahuannya tentang Mekkah semakin bertambah setelahberkunjung ke Mekah pada tahun 1884-1885. (Dietrich Jung: 2010)

 

 

 

Larangan bagi non-muslim untuk masuk ke tanah suci diakalinya dengan (berpura-pura) masuk agama Islam.

 

 

 

Di sana ia berinteraksi dengan berbagai figure, dari ulama hingga jamaah haji, termasuk para haji dari nusantara.

 

 

Jejaring inilah yang kemudian membantunya dalam pekerjaannya sebagai penasehat resmi pemerintah Kolonial.

 

 

Termasuk ketika membantu pemerintah kolonial Belanda menaklukkan perlawanan Aceh yang telah berlangsung hingga 40 tahun.

 

 

 

Pandangan Snouck Hurgronje bisa jadi dianggap aneh bagi para pejabat kolonial, terutama terkait persoalan haji.

 

 

Jika para pejabat colonial menganggap jamaah haji adalah para pembuat masalah, maka Snouck Hurgronje berpandangan sebaliknya.

 

 

 Ia menentang berbagai bentuk peraturan yang menyulitkan ibadah haji muslim nusantara.

 

 

Ia mengkritik peraturan pemerintah kolonial yang menerapkan aturan financial bagi para jemaah haji.

 

 

Menurutnya, perilaku pemerintah mempersulit itu dilakukan karena mereka tak mengenal dekat masyarakat pribumi.

 

 

“Barang siapa mengenal penduduk pribumi dari dekat, terutama penduduk Jawa, dengan segala tingkah lakunya, tidak akan menaruh ilusi sedikit pun.

 

 

Bahkan mengenai akibat dari pengawasan terhadap uang perjalanan yang benar-benar keras, yang tidak mungkin dilaksanakan dengan sarana yang ada,'' kata Snouck menegaskan.

 

 

 

Aturan pemerintah kolonial yang mempersulit muslim untuk naik haji menurut Snouck Hurgronje hanya akan menimbulkan kecurigaan masyarakat Muslim.

 

 

Misalnya, ketika pemerintah colonial hendak melarang berangkat jemaah haji karena ada wabah di tanah suci, maka Snouck Hurgronje menganggap;

 

 

“Semua nasihat dan peringatan justru hanya berakibat lebih membangkitkan kegiatan naik haji, kecurigaan terhadap maksud pemerintah.

 

 

Atau bahkan melecehkan para pejabat Pemerintah Daerah yang menasihati,” tegas Snouck Hurgronje.

 

 

 

Nyatanya menurut Snouck Hurgronje, segala aturan pemerintah yang menyulitkan tentang haji hanya berakibat dicemoohnya pemerintah colonial oleh masyarakat

 

 

 

Maka saya berani menganjurkan dengan sungguh-sungguh agar mereka yang mau naik haji, jika tidak ada keberatan khusus lainnya yang menghalangi niatnya.

 

 

Hendaknya diberi paspor yang mereka minta tanpa bicara panjang lebar, seperti terhadap orang-orang yang bepergian lainnya,” tukas orientalis tersebut.

 

 

Bagi Snouck Hurgronje, politik haji pemerintah kolonial yang disebutnya politik burung unta tersebut justru berbahaya jika semakin represif terhadap kaum ‘Mohammedan’ (demikian Snouck Hurgronje menyebut kaum muslimin).

          

 

 

Aksi represif ini justru akan semakin membuat alas an untuk menentang kehadiran Belanda.

 

 

 

Terutama Turki Usmani yang semakin gencar mengibarkan bendera kekhalifahannya di Negara muslim yang terjajah.

 

 

Snouck menuding Turki Usmani memanfaatkan jemaah yang ada di tanah suci untuk melakukan propaganda mereka.

 

 

 

Terutama kepada,

“…orang-orang terjajah, dan agar dari kalangan mereka dikerahkan prajurit untuk perjuangan suci bagi Islam, maka ketika itu demi kepentingan politik Hindia Belanda saya anggap menjadi tindakan yang harus dilakukan.

 

 

 

Agar perjalanan haji dilarang dan diberantas keras, selama adanya propaganda fanatik yang berbahaya, yang menganggap kota suci tersebut sebagai medan gerakan yang paling memberikan harapan.

 

 

Masih juga mengherankan bagi saya, bahwa Pemerintah Jajahan ketika itu tidak mengeluarkan surat keputusan yang bertujuan demikian,” tukas Snouck Hurgronje.

 

 

 

Di sinilah kita dapat melihat ‘politik haji’ Snouck Hurgronje.

 

 

 

Kepada pemerintah colonial ia meminta agar jemaah haji jangan dipersulit apalagi dilarang.

 

 

Namun jika jamaah tersebut terindikasi membawa pesan politik perlawanan, maka ia meminta agar diberantas keras.

 

 

Terlebih jika jemaah tersebut membawa pesan jihad.

 

 

Ketakutan Snouck Hurgronje pada politik Islam lebih-lebih pada ajaran jihad dalam agama Islam.

 

 

Berdasarkan pengamatannya bahwa ajaran inilah yang membuat kaum pribumi (umat Islam) menentang terus menerus kehadiran pemerintah kolonial Belanda.

 

 

Hal itu dikemukakannya ketika ia melihat perlawanan rakyat Aceh terhadap kehadiran Belanda di sana. Menurutnya,

 

 

“Semua pihak harus mengakui bahwa doktrin jihad menimbulkan hambatan yang serius bagi pembinaan serupa itu.

 

 

Kendatipun kaum Muslimin yang menyadari kenyataan duniawi dan menganut peradaban modern, mau mengabaikan adanya doktrin jihad atau menampilkannya sebagai hal yang tidak dapat ditetapkan di negeri bersangkutan.

 

 

Para tokoh hukum jihad terus saja mengajarkan kepada rakyat banyak bahwa senjata mereka hanya boleh tersimpan sepanjang tidak ada harapan memetik sukses dalam perang melawan kaum kafir.

 

 

Dalam situasi serupa ini tidak mungkin mencapai perdamaian sejati, melainkan sekedar gencatan senjata yang berkepanjangan,'' kata Snouck Hurgronje lagi.

 

 

Bagi Hurgronje, tak ada cara lain dalam menaklukkan umat Islam kecuali dengan jalan menghapus ajaran jihad dan menundukkan politik Islam ke dalam politik modern (barat) yang sekuler.

 

 

“Cara menginterpretasikan doktrin jihad oleh para guru agama dan dianut secara kurang sistematis oleh rakyat banyak.

 

 

Merupakan indikasi yang cukup baik tentang kemajuan Islam ke arah tersebut yang dipaksakan dengan dorongan lebih kuat oleh kondisi politik zaman modern.

 

 

Pada akhirnya doktrin Islam akan tunduk sama sekali pada dorongan itu.

 

 

Garis perkembangannya secara jujur harus meninggalkan ketentuan jihad dan mengikuti doktrin yang praktis tidak menimbulkan gejolak.

 

 

Di mana pada akhir masa akan tampil seorang Mahdi untuk menyelamatkan dunia ini," ujarnya.

 

 

Dengan demikian, lanjut Hurgronye, Islam hanya berbeda dengan agama lain dalam hal ia menjunjung etika dan ritual lain sebagai alat untuk mencapai keselamatan abadi.

 

 

"Tetapi sebelum masa itu tiba, kubu politik Islam yang terakhir mungkin sudah dikuasai oleh pengaruh Eropa dan semua bangsa-bangsa Islam yang peradabannya lebih rendah akan dipaksa tunduk di bawah kendali pemerintahan Eropa yang kukuh,” jelas Snouck Hurgronje.

 

 

Snouck Hurgronje melihat kebebasan beribadah harus diberikan oleh pemerintah colonial selama tidak membawa-bawa persoalan politik.

 

 

Ketika umat Islam menyentuh soal politik baru hal itu harus dihancurkan.

 

 

Bagi Hurgronje, ada 3 aspek politik umat Islam yang dapat diterapkan oleh pemerintah kolonial.

 

 

Ke-1.

 

Hukum adat bisa dipkai menaklukkan pengaruh normatif hukum Islam.

 

 

Ke-2

 

Dia menyerukan untuk memisahkan agama Islam dari politik.

 

 

Dalam masalah “murni ibadah”, penguasa harus tetap netral.

 

 

Tetapi jika timbul penyebaran Islam sebagai ideologi, maka harus ditumpas dengan kekuatan militer yang represif.

 

 

 

 

Ke-3

 

Dia menyokong dibangunnya sistem pendidikan moderen.

 

 

Cara pandang Snouck Hurgronje mewakili cara pandang kaum liberal barat pada masanya.

 

 

Menganggap mereka sebagai bapak dari kaum pribumi dan mencoba mengintegrasikan Hindia Belanda di bawah ketiak Belanda.

 

 

Cara pandang Snouck Hurgronje ini terus dilestarikan bukan saja oleh para penerusnya di Kantor Penasehat Urusan Pribumi di Hindia Belanda, tetapi bahkan hingga kini.

 

 

Upaya memisahkan Islam dari politik dan menjauhkan ajaran jihad dalam Islam dilestarikan para pengasong asekularisme di tanah air.

 

(Sumber: internet)