Friday, December 1, 2017

530. NIKMAT

KENIKMATAN BERPUASA
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang kenikmatan berpuasa  Ramadan menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
    Kata “puasa” atau “shiam” dalam bahasa Al-Quran artinya “menahan diri”,  dan  Al-Quran ketika menetapkan kewajiban puasa tidak menegaskan bahwa kewajiban tersebut datangnya dari Allah, tetapi redaksi yang digunakan adalah dalam bentuk pasif, yaitu ”Diwajibkan atas kamu berpuasa”.
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 183.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

       “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.
      Agaknya, redaksi tersebut sengaja dipilih untuk mengisyaratkan bahwa kewajiban berpuasa tidak harus datangnya dari Allah, tetapi manusia itu sendiri akan mewajibkan dirinya sendiri berpuasa  apabila menyadari betapa banyaknya manfaat berpuasa.
     Manusia diciptakan oleh Allah dari unsur tanah dan roh AIlah, maka unsur tanah mendorongnya memenuhi kebutuhan jasmani, sedangkan roh Allah mengantarkannya kepada hal yang bersifat rohaniah.
     Kebutuhan jasmani manusia, terutama kebutuhan “fa'ali”, yaitu kebutuhan makan, minum dan hubungan seks menempati tempat teratas dari segala macam kebutuhan manusia, dan daya tarik makan, minum, dan hubungan seks sangat kuat sehingga sering kali menjerumuskan.
    Orang yang mampu mengendalikan dirinya dalam kebutuhan dasarnya, diharapkan mampu mengontrol dirinya dari kebutuhan nafsu lainnya, sehingga mudah dipahami bahwa syarat sahnya puasa dalam ajaran Islam adalah “menahan diri dari makan, minum dan hubungan seksual”.
     Naluri para binatang secara alami telah mengatur jenis, kadar, waktu makan, waktu tidur dan hubungan seksualnya, sedangkan naluri manusia tidak seperti binatang, karena manusia memperoleh kebebasan yang dapat menguntungkan dan malah membahayakan manusia sendiri.
     Agama datang untuk mengatur kebebasan manusia dalam mengendalikan nafsunya, karena kenyataan menunjukkan bahwa manusia yang mengosumsi makanan melebihi kebutuhan jasmaninya, maka dia tidak dapat menikmati makanan dan minuman tersebut yang akan mengurangi aktivitas dan menjadikannya lesu sepanjang hari.
    Naluri hubungan seksual dan kebutuhan nafsu lainnya apabila diikuti tidak akan pernah terpuaskan, seperti perasaan gatal (eksim), semakin digaruk akan semakin tidak menyembuhkan bahkan akan menimbulkan infeksi.
     Manusia memerlukan obat yang mujarab sebagai latihan untuk mengendalikan kebutuhan nafsunya, dan salah satu obat yang ditempuh oleh agama untuk mengendalian nafsu adalah syariat berpuasa.
       Nabi bersabda,”Terdapat dua kegembiraan dan kenikmatan yang diperoleh oleh orang-orang yang berpuasa, yaitu kenikmatan pada waktu berbuka dan kenikmatan pada saat kelak ketika berjumpa dengan Allah”.
      Besarnya kenikmatan rohani melebihi kenikmatan jasmani, seperti kenikmatan rohani dalam berpuasa hanya dapat dirasakan oleh yang mengalaminya sendiri, sungguh disayangkan apabila terdapat orang yang tidak pernah merasakan kenikmatan berpuasa karena tidak pernah mencobanya.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

0 comments:

Post a Comment