Thursday, May 31, 2018

864. HALAL

ARTI HALAL BIHALAL
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang pengertian halal bihalal menurut agama Islam?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Halal bihalal adalah dua kata ciri khas Islam Indonesia yang sering diucapkan dalam suasana Hari Raya Idul Fitri, biasanya disertai dengan kalimat “Minal Aizin Wal Faizin” dan “Mohon Maaf Lahir Batin”.
     Arti halal bihalal adalah berikut ini.
    Ke-1, Dalam pengertian hukum Islam, biasanya kata “halal” dihadapkan dengan kata “haram”. Kata “haram” artinya “sesuatu yang terlarang, yang melanggar berdosa dan mengundang siksa”, sedangkan kata “halal” artinya “sesuatu yang dibolehkan dan tidak mengundang dosa”.
      Kalimat “halal bihalal” dapat diartikan “menjadikan sikap kita terhadap pihak lain yang semula haram dan berakibat dosa berubah menjadi halal dengan cara memohon maaf”.
       Ke-2, Dalam pengertian bahasa, akar kata “halal” membentuk berbagai kata dan memiliki arti beraneka ragam sesuai dengan rangkaian kata berikutnya. Kata “halal” dapat diartikan “menyelesaikan masalah, meluruskan benang kusut, melepaskan ikatan dan mencairkan yang beku”.
      Kegiatan halal bihalal adalah bentuk aktifitas yang mengantarkan para pelaku  meluruskan benang kusut, menghangatkan hubungan yang membeku sehingga cair kembali, melepaskan ikatan yang membelenggu dan menyelesaikan masalah yang mengganggu, sehingga harmonis kembali.
      Itulah substansi halal bihalal, bungkusnya memang unik, salah satu ciri khas umat Islam Indonesia, tetapi hakikatnya merupakan ajaran Islam.
      Halal Bihalal (menurut KBBI V) adalah “hal maaf memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan”. Biasanya diadakan di sebuah tempat tertentu berupa aula, auditorium dan sebagainya. Berhalal bihalal artinya bermaaf-maafan pada saat Lebaran dan saling memaafkan pada waktu Hari Raya Idul Fitri.
      Kata “halal” terulang 6 kali dalam Al-Quran, yang 4 kali dalam perintah “makan” yang disifati dengan kata “Thayyibah”, yang artinya “baik” dan “menyenangkan” serta 2 kali dalam konteks “kecaman”.
     Istilah halal mencakup empat hal, yaitu wajib (harus dikerjakan), sunah (dianjurkan), makruh (tidak disukai) dan mubah (pilihan bebas, boleh dilakukan dan boleh tidak dikerjakan).
          Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2, ayat 168.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

      “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal dan baik yang terdapat di bumi. Jangan kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh nyata bagimu.”
      Al-Quran surah Al-Anfal, surah ke-8, ayat 69.

فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

      “Maka makanlah sebagian rampasan perang yang kamu ambil. Sebagai makanan halal dan baik. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
      Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5, ayat 88.

وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ

      “Dan makanlah makanan halal dan baik yang Allah telah rezekikan kepadamu. Bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.”
      Al-Quran surah An-Nahl, surah ke16, ayat 114.

فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

      “Makanlah yang halal dan baik rezeki yang diberikan Allah kepadamu. Syukuri nikmat Allah. Jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.”
      Setiap tahun mendekati Hari Raya Idul Fitri arus mudik amat besar, banyak penduduk kota pulang ke desa, kembali ke kampung halaman mereka.
     Mereka bersilaturahmi menyambung tali persaudaraan, berlibur, dan bernostalgia, meskipun sebagian orang berpendapat dalam kegiatan mudik terdapat orang-orang yang memamerkan keberhasilan dan menunjukkan hasil  kesuksesan yang diraih di kota.
     Mudik yang terkait dengan silaturahmi adalah ajaran yang dianjurkan Islam, karena kata “silaturahmi” berasal dari kata “silat” dan “rahim”.
       Kata “silat” artinya “menyambung” dan “menghimpun”,  serta kata “rahim” berarti “kasih sayang” dan “peranakan” atau “kandungan”, karena anak yang dikandung memperoleh curahan kasih sayang.
      Hubungan yang renggang, bahkan terputus, antara orang yang berada di kota dengan orang di kampung halaman, karena aneka faktor dan berbagai alasan diharapkan akan tersambung dengan silaturahmi.
     Hakikat halal bihalal dan silaturahmi adalah memulihkan hubungan dan menyambung tali yang putus yang terjadi di antara saudara, keluarga, teman, dan pihak lainnya.
      Nabi Bersabda, “Bukan silaturahmi namanya, orang yang membalas kunjungan atau pemberian, tetapi yang dinamakan silaturahmi adalah menyambung yang putus.”
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
3. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.
4. Tafsirq.com online

0 comments:

Post a Comment