Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Monday, December 11, 2017

555. SOGOK

MASALAH SOGOK MENYOGOK
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang sogok menyogok menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Agama Islam melarang sogok-menyogok, bahkan mengutuk pelaku yang menerima, yang memberi dan perantaranya, karena banyak sekali teks keagamaan yang menjelaskan tentang masalah ini.
     Kata “sogok” biasanya didefinisikannya sebagai “pemberian atau penerimaan sesuatu untuk memperoleh atau memberikan sesuatu yang tidak sah”. Apabila demikian, “Apakah memberikan sesuatu untuk memperoleh hak yang sah, tidak dinamakan sogok, sehingga dapat dibenarkan?”
     Misalnya, contoh yang sederhana, kita membutuhkan dan mempunyai hak untuk  memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk) sebagai surat keterangan pengenal diri, atau kenaikan pangkat dalam jenjang kepegawaian,  atau apa pun yang menjadi hak kita.
     Tetapi, petugas yang diserahi tanggung  jawab oleh instansi pemerintah untuk menanganinya senang menunda-nunda, sehingga urusan menjadi bertele-tele, karena petugas   berpedoman, “Kalau bisa dipersulit, mengapa harus dipermudah?”.
      Kemudian kita merasa perlu untuk “menyogok” dengan memberikan “sesuatu” kepada petugas, supaya urusan kita menjadi lancar, karena ingin menghemat waktu dan tenaga untuk menyelesaikan urusan yang lain, “Apakah sikap seperti ini dapat dibenarkan?”
     Para ulama berpendapat bahwa petugas yang mempersulit urusan yang menjadi hak seseorang seperti contoh di atas telah melakukan sesuatu yang haram dan  terlarang, sehingga petugas tersebut berdosa.
      Petugas yang mempersulit seseorang yang mengurus haknya, dinilai oleh para ulama telah melakukan penganiayaan, meskipun petugas tersebut tidak menerima sesuatu sebagai sogokan.
      Nabi bersabda,”Keadilan adalah memberikan hak seseorang melalui prosedur yang mudah lagi cepat”. Nabi bersabda,”Permudahlah dan jangan dipersulit,”
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 188.

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

      “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antaramu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”.
      Abdullah bin Amr berkata,”Rasul melaknat orang yang memberikan suap dan orang yang menerima suap”.
      Sebagian ulama berpendapat bahwa apabila pemerintah yang berwenang tidak mampu memberikan jaminan hak kepada orang yang berhak menerimanya, maka pada kondisi seperti ini dibolehkan memberikan suap dan sogokan dengan terpaksa (?) hanya untuk mendapatkan haknya, maka yang berdosa adalah pihak yang berwenang.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

555. SOGOK

MASALAH SOGOK MENYOGOK
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang sogok menyogok menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Agama Islam melarang sogok-menyogok, bahkan mengutuk pelaku yang menerima, yang memberi dan perantaranya, karena banyak sekali teks keagamaan yang menjelaskan tentang masalah ini.
     Kata “sogok” biasanya didefinisikannya sebagai “pemberian atau penerimaan sesuatu untuk memperoleh atau memberikan sesuatu yang tidak sah”. Apabila demikian, “Apakah memberikan sesuatu untuk memperoleh hak yang sah, tidak dinamakan sogok, sehingga dapat dibenarkan?”
     Misalnya, contoh yang sederhana, kita membutuhkan dan mempunyai hak untuk  memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk) sebagai surat keterangan pengenal diri, atau kenaikan pangkat dalam jenjang kepegawaian,  atau apa pun yang menjadi hak kita.
     Tetapi, petugas yang diserahi tanggung  jawab oleh instansi pemerintah untuk menanganinya senang menunda-nunda, sehingga urusan menjadi bertele-tele, karena petugas   berpedoman, “Kalau bisa dipersulit, mengapa harus dipermudah?”.
      Kemudian kita merasa perlu untuk “menyogok” dengan memberikan “sesuatu” kepada petugas, supaya urusan kita menjadi lancar, karena ingin menghemat waktu dan tenaga untuk menyelesaikan urusan yang lain, “Apakah sikap seperti ini dapat dibenarkan?”
     Para ulama berpendapat bahwa petugas yang mempersulit urusan yang menjadi hak seseorang seperti contoh di atas telah melakukan sesuatu yang haram dan  terlarang, sehingga petugas tersebut berdosa.
      Petugas yang mempersulit seseorang yang mengurus haknya, dinilai oleh para ulama telah melakukan penganiayaan, meskipun petugas tersebut tidak menerima sesuatu sebagai sogokan.
      Nabi bersabda,”Keadilan adalah memberikan hak seseorang melalui prosedur yang mudah lagi cepat”. Nabi bersabda,”Permudahlah dan jangan dipersulit,”
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 188.

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

      “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antaramu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”.
      Abdullah bin Amr berkata,”Rasul melaknat orang yang memberikan suap dan orang yang menerima suap”.
      Sebagian ulama berpendapat bahwa apabila pemerintah yang berwenang tidak mampu memberikan jaminan hak kepada orang yang berhak menerimanya, maka pada kondisi seperti ini dibolehkan memberikan suap dan sogokan dengan terpaksa (?) hanya untuk mendapatkan haknya, maka yang berdosa adalah pihak yang berwenang.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

555. SOGOK

MASALAH SOGOK MENYOGOK
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang sogok menyogok menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Agama Islam melarang sogok-menyogok, bahkan mengutuk pelaku yang menerima, yang memberi dan perantaranya, karena banyak sekali teks keagamaan yang menjelaskan tentang masalah ini.
     Kata “sogok” biasanya didefinisikannya sebagai “pemberian atau penerimaan sesuatu untuk memperoleh atau memberikan sesuatu yang tidak sah”. Apabila demikian, “Apakah memberikan sesuatu untuk memperoleh hak yang sah, tidak dinamakan sogok, sehingga dapat dibenarkan?”
     Misalnya, contoh yang sederhana, kita membutuhkan dan mempunyai hak untuk  memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk) sebagai surat keterangan pengenal diri, atau kenaikan pangkat dalam jenjang kepegawaian,  atau apa pun yang menjadi hak kita.
     Tetapi, petugas yang diserahi tanggung  jawab oleh instansi pemerintah untuk menanganinya senang menunda-nunda, sehingga urusan menjadi bertele-tele, karena petugas   berpedoman, “Kalau bisa dipersulit, mengapa harus dipermudah?”.
      Kemudian kita merasa perlu untuk “menyogok” dengan memberikan “sesuatu” kepada petugas, supaya urusan kita menjadi lancar, karena ingin menghemat waktu dan tenaga untuk menyelesaikan urusan yang lain, “Apakah sikap seperti ini dapat dibenarkan?”
     Para ulama berpendapat bahwa petugas yang mempersulit urusan yang menjadi hak seseorang seperti contoh di atas telah melakukan sesuatu yang haram dan  terlarang, sehingga petugas tersebut berdosa.
      Petugas yang mempersulit seseorang yang mengurus haknya, dinilai oleh para ulama telah melakukan penganiayaan, meskipun petugas tersebut tidak menerima sesuatu sebagai sogokan.
      Nabi bersabda,”Keadilan adalah memberikan hak seseorang melalui prosedur yang mudah lagi cepat”. Nabi bersabda,”Permudahlah dan jangan dipersulit,”
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 188.

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

      “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antaramu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”.
      Abdullah bin Amr berkata,”Rasul melaknat orang yang memberikan suap dan orang yang menerima suap”.
      Sebagian ulama berpendapat bahwa apabila pemerintah yang berwenang tidak mampu memberikan jaminan hak kepada orang yang berhak menerimanya, maka pada kondisi seperti ini dibolehkan memberikan suap dan sogokan dengan terpaksa (?) hanya untuk mendapatkan haknya, maka yang berdosa adalah pihak yang berwenang.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

555. SOGOK

MASALAH SOGOK MENYOGOK
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang sogok menyogok menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Agama Islam melarang sogok-menyogok, bahkan mengutuk pelaku yang menerima, yang memberi dan perantaranya, karena banyak sekali teks keagamaan yang menjelaskan tentang masalah ini.
     Kata “sogok” biasanya didefinisikannya sebagai “pemberian atau penerimaan sesuatu untuk memperoleh atau memberikan sesuatu yang tidak sah”. Apabila demikian, “Apakah memberikan sesuatu untuk memperoleh hak yang sah, tidak dinamakan sogok, sehingga dapat dibenarkan?”
     Misalnya, contoh yang sederhana, kita membutuhkan dan mempunyai hak untuk  memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk) sebagai surat keterangan pengenal diri, atau kenaikan pangkat dalam jenjang kepegawaian,  atau apa pun yang menjadi hak kita.
     Tetapi, petugas yang diserahi tanggung  jawab oleh instansi pemerintah untuk menanganinya senang menunda-nunda, sehingga urusan menjadi bertele-tele, karena petugas   berpedoman, “Kalau bisa dipersulit, mengapa harus dipermudah?”.
      Kemudian kita merasa perlu untuk “menyogok” dengan memberikan “sesuatu” kepada petugas, supaya urusan kita menjadi lancar, karena ingin menghemat waktu dan tenaga untuk menyelesaikan urusan yang lain, “Apakah sikap seperti ini dapat dibenarkan?”
     Para ulama berpendapat bahwa petugas yang mempersulit urusan yang menjadi hak seseorang seperti contoh di atas telah melakukan sesuatu yang haram dan  terlarang, sehingga petugas tersebut berdosa.
      Petugas yang mempersulit seseorang yang mengurus haknya, dinilai oleh para ulama telah melakukan penganiayaan, meskipun petugas tersebut tidak menerima sesuatu sebagai sogokan.
      Nabi bersabda,”Keadilan adalah memberikan hak seseorang melalui prosedur yang mudah lagi cepat”. Nabi bersabda,”Permudahlah dan jangan dipersulit,”
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 188.

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

      “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antaramu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”.
      Abdullah bin Amr berkata,”Rasul melaknat orang yang memberikan suap dan orang yang menerima suap”.
      Sebagian ulama berpendapat bahwa apabila pemerintah yang berwenang tidak mampu memberikan jaminan hak kepada orang yang berhak menerimanya, maka pada kondisi seperti ini dibolehkan memberikan suap dan sogokan dengan terpaksa (?) hanya untuk mendapatkan haknya, maka yang berdosa adalah pihak yang berwenang.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

555. SOGOK

MASALAH SOGOK MENYOGOK
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang sogok menyogok menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Agama Islam melarang sogok-menyogok, bahkan mengutuk pelaku yang menerima, yang memberi dan perantaranya, karena banyak sekali teks keagamaan yang menjelaskan tentang masalah ini.
     Kata “sogok” biasanya didefinisikannya sebagai “pemberian atau penerimaan sesuatu untuk memperoleh atau memberikan sesuatu yang tidak sah”. Apabila demikian, “Apakah memberikan sesuatu untuk memperoleh hak yang sah, tidak dinamakan sogok, sehingga dapat dibenarkan?”
     Misalnya, contoh yang sederhana, kita membutuhkan dan mempunyai hak untuk  memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk) sebagai surat keterangan pengenal diri, atau kenaikan pangkat dalam jenjang kepegawaian,  atau apa pun yang menjadi hak kita.
     Tetapi, petugas yang diserahi tanggung  jawab oleh instansi pemerintah untuk menanganinya senang menunda-nunda, sehingga urusan menjadi bertele-tele, karena petugas   berpedoman, “Kalau bisa dipersulit, mengapa harus dipermudah?”.
      Kemudian kita merasa perlu untuk “menyogok” dengan memberikan “sesuatu” kepada petugas, supaya urusan kita menjadi lancar, karena ingin menghemat waktu dan tenaga untuk menyelesaikan urusan yang lain, “Apakah sikap seperti ini dapat dibenarkan?”
     Para ulama berpendapat bahwa petugas yang mempersulit urusan yang menjadi hak seseorang seperti contoh di atas telah melakukan sesuatu yang haram dan  terlarang, sehingga petugas tersebut berdosa.
      Petugas yang mempersulit seseorang yang mengurus haknya, dinilai oleh para ulama telah melakukan penganiayaan, meskipun petugas tersebut tidak menerima sesuatu sebagai sogokan.
      Nabi bersabda,”Keadilan adalah memberikan hak seseorang melalui prosedur yang mudah lagi cepat”. Nabi bersabda,”Permudahlah dan jangan dipersulit,”
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 188.

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

      “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antaramu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”.
      Abdullah bin Amr berkata,”Rasul melaknat orang yang memberikan suap dan orang yang menerima suap”.
      Sebagian ulama berpendapat bahwa apabila pemerintah yang berwenang tidak mampu memberikan jaminan hak kepada orang yang berhak menerimanya, maka pada kondisi seperti ini dibolehkan memberikan suap dan sogokan dengan terpaksa (?) hanya untuk mendapatkan haknya, maka yang berdosa adalah pihak yang berwenang.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

555. SOGOK

MASALAH SOGOK MENYOGOK
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang sogok menyogok menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Agama Islam melarang sogok-menyogok, bahkan mengutuk pelaku yang menerima, yang memberi dan perantaranya, karena banyak sekali teks keagamaan yang menjelaskan tentang masalah ini.
     Kata “sogok” biasanya didefinisikannya sebagai “pemberian atau penerimaan sesuatu untuk memperoleh atau memberikan sesuatu yang tidak sah”. Apabila demikian, “Apakah memberikan sesuatu untuk memperoleh hak yang sah, tidak dinamakan sogok, sehingga dapat dibenarkan?”
     Misalnya, contoh yang sederhana, kita membutuhkan dan mempunyai hak untuk  memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk) sebagai surat keterangan pengenal diri, atau kenaikan pangkat dalam jenjang kepegawaian,  atau apa pun yang menjadi hak kita.
     Tetapi, petugas yang diserahi tanggung  jawab oleh instansi pemerintah untuk menanganinya senang menunda-nunda, sehingga urusan menjadi bertele-tele, karena petugas   berpedoman, “Kalau bisa dipersulit, mengapa harus dipermudah?”.
      Kemudian kita merasa perlu untuk “menyogok” dengan memberikan “sesuatu” kepada petugas, supaya urusan kita menjadi lancar, karena ingin menghemat waktu dan tenaga untuk menyelesaikan urusan yang lain, “Apakah sikap seperti ini dapat dibenarkan?”
     Para ulama berpendapat bahwa petugas yang mempersulit urusan yang menjadi hak seseorang seperti contoh di atas telah melakukan sesuatu yang haram dan  terlarang, sehingga petugas tersebut berdosa.
      Petugas yang mempersulit seseorang yang mengurus haknya, dinilai oleh para ulama telah melakukan penganiayaan, meskipun petugas tersebut tidak menerima sesuatu sebagai sogokan.
      Nabi bersabda,”Keadilan adalah memberikan hak seseorang melalui prosedur yang mudah lagi cepat”. Nabi bersabda,”Permudahlah dan jangan dipersulit,”
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 188.

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

      “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antaramu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”.
      Abdullah bin Amr berkata,”Rasul melaknat orang yang memberikan suap dan orang yang menerima suap”.
      Sebagian ulama berpendapat bahwa apabila pemerintah yang berwenang tidak mampu memberikan jaminan hak kepada orang yang berhak menerimanya, maka pada kondisi seperti ini dibolehkan memberikan suap dan sogokan dengan terpaksa (?) hanya untuk mendapatkan haknya, maka yang berdosa adalah pihak yang berwenang.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

555. SOGOK

MASALAH SOGOK MENYOGOK
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang sogok menyogok menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Agama Islam melarang sogok-menyogok, bahkan mengutuk pelaku yang menerima, yang memberi dan perantaranya, karena banyak sekali teks keagamaan yang menjelaskan tentang masalah ini.
     Kata “sogok” biasanya didefinisikannya sebagai “pemberian atau penerimaan sesuatu untuk memperoleh atau memberikan sesuatu yang tidak sah”. Apabila demikian, “Apakah memberikan sesuatu untuk memperoleh hak yang sah, tidak dinamakan sogok, sehingga dapat dibenarkan?”
     Misalnya, contoh yang sederhana, kita membutuhkan dan mempunyai hak untuk  memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk) sebagai surat keterangan pengenal diri, atau kenaikan pangkat dalam jenjang kepegawaian,  atau apa pun yang menjadi hak kita.
     Tetapi, petugas yang diserahi tanggung  jawab oleh instansi pemerintah untuk menanganinya senang menunda-nunda, sehingga urusan menjadi bertele-tele, karena petugas   berpedoman, “Kalau bisa dipersulit, mengapa harus dipermudah?”.
      Kemudian kita merasa perlu untuk “menyogok” dengan memberikan “sesuatu” kepada petugas, supaya urusan kita menjadi lancar, karena ingin menghemat waktu dan tenaga untuk menyelesaikan urusan yang lain, “Apakah sikap seperti ini dapat dibenarkan?”
     Para ulama berpendapat bahwa petugas yang mempersulit urusan yang menjadi hak seseorang seperti contoh di atas telah melakukan sesuatu yang haram dan  terlarang, sehingga petugas tersebut berdosa.
      Petugas yang mempersulit seseorang yang mengurus haknya, dinilai oleh para ulama telah melakukan penganiayaan, meskipun petugas tersebut tidak menerima sesuatu sebagai sogokan.
      Nabi bersabda,”Keadilan adalah memberikan hak seseorang melalui prosedur yang mudah lagi cepat”. Nabi bersabda,”Permudahlah dan jangan dipersulit,”
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 188.

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

      “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antaramu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”.
      Abdullah bin Amr berkata,”Rasul melaknat orang yang memberikan suap dan orang yang menerima suap”.
      Sebagian ulama berpendapat bahwa apabila pemerintah yang berwenang tidak mampu memberikan jaminan hak kepada orang yang berhak menerimanya, maka pada kondisi seperti ini dibolehkan memberikan suap dan sogokan dengan terpaksa (?) hanya untuk mendapatkan haknya, maka yang berdosa adalah pihak yang berwenang.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

Sunday, December 10, 2017

554. AJAR

SIKAP KURANG AJAR YANG TEPAT
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang sikap kurang ajar yang tepat?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Seorang ulama menjelaskan tentang “catatan harian” seorang ayah yang kaya raya, tetapi mengalami “krisis pemikiran” karena hatinya sedih, gelisah, dan risau dengan masa depan anak-anaknya.
       Si ayah sangat mendambakan semua anaknya sukses dalam hidup dan dalam bisnisnya yang dibuktikan dengan harta kekayaan yang melimpah dan pengaruh yang luar biasa, tetapi si ayah mengharapkan semua anaknya tetap mampu menjaga etika, moral, susila, dan norma agama yang baik.
     Masalahnya, si ayah berpendapat bahwa seseorang yang sukses mencapai kedudukan terpandang dalam lingkungan masyarakat, sering kali mengabaikan dan melanggar norma etika, moral, susila, dan nilai-nilai agama, dan inilah pokok pangkal masalahnya.
     Si ayah berkata,”Saya tidak berani menyampaikan hal ini kepada anakku, saya bimbang dan ragu apakah saya akan mengajarkan, misalnya norma “tawadu” (rendah hati) kepadanya, sedangkan saya tahu bahwa norma-norma yang baik sering kali menghalangi pencapaian kedudukan dan jabatan yang terpandang, yang oleh masyarakat diidentikkan dengan kekuasaan dan kepemimpinan.
      Karena salah satu syarat untuk mencapai kesuksesan dan menjadi orang yang terpandang dalam masyarakat adalah “kemampuan untuk bersikap kurang ajar, tetapi dengan cara yang tepat dan sesuai”.  Jangan tertawa membaca ini!
      Yang dimaksudkan dengan “sikap kurang ajar” adalah kemampuan seseorang dalam bertindak dengan menghalalkan segala cara, tetapi sikapnya dilakukan dengan cara dan siasat yang sesuai dengan waktu dan tempatnya, sehingga dia mampu “naik ke atas”, menjadi orang yang sukses dan terhormat.
      Kesimpulannya, dalam kehidupan manusia di dunia ini sering kali muncul “keistimewaan atau keganjilan” yang membuktikan bahwa tidak ada manusia yang sempurna, karena orang yang mampu “naik ke atas” dan dapat mencapai kedudukan dan karier yang terpandang dalam masyarakat adalah orang yang mampu “bersikap kurang ajar yang tepat”.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

554. AJAR

SIKAP KURANG AJAR YANG TEPAT
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang sikap kurang ajar yang tepat?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Seorang ulama menjelaskan tentang “catatan harian” seorang ayah yang kaya raya, tetapi mengalami “krisis pemikiran” karena hatinya sedih, gelisah, dan risau dengan masa depan anak-anaknya.
       Si ayah sangat mendambakan semua anaknya sukses dalam hidup dan dalam bisnisnya yang dibuktikan dengan harta kekayaan yang melimpah dan pengaruh yang luar biasa, tetapi si ayah mengharapkan semua anaknya tetap mampu menjaga etika, moral, susila, dan norma agama yang baik.
     Masalahnya, si ayah berpendapat bahwa seseorang yang sukses mencapai kedudukan terpandang dalam lingkungan masyarakat, sering kali mengabaikan dan melanggar norma etika, moral, susila, dan nilai-nilai agama, dan inilah pokok pangkal masalahnya.
     Si ayah berkata,”Saya tidak berani menyampaikan hal ini kepada anakku, saya bimbang dan ragu apakah saya akan mengajarkan, misalnya norma “tawadu” (rendah hati) kepadanya, sedangkan saya tahu bahwa norma-norma yang baik sering kali menghalangi pencapaian kedudukan dan jabatan yang terpandang, yang oleh masyarakat diidentikkan dengan kekuasaan dan kepemimpinan.
      Karena salah satu syarat untuk mencapai kesuksesan dan menjadi orang yang terpandang dalam masyarakat adalah “kemampuan untuk bersikap kurang ajar, tetapi dengan cara yang tepat dan sesuai”.  Jangan tertawa membaca ini!
      Yang dimaksudkan dengan “sikap kurang ajar” adalah kemampuan seseorang dalam bertindak dengan menghalalkan segala cara, tetapi sikapnya dilakukan dengan cara dan siasat yang sesuai dengan waktu dan tempatnya, sehingga dia mampu “naik ke atas”, menjadi orang yang sukses dan terhormat.
      Kesimpulannya, dalam kehidupan manusia di dunia ini sering kali muncul “keistimewaan atau keganjilan” yang membuktikan bahwa tidak ada manusia yang sempurna, karena orang yang mampu “naik ke atas” dan dapat mencapai kedudukan dan karier yang terpandang dalam masyarakat adalah orang yang mampu “bersikap kurang ajar yang tepat”.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

554. AJAR

SIKAP KURANG AJAR YANG TEPAT
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang sikap kurang ajar yang tepat?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Seorang ulama menjelaskan tentang “catatan harian” seorang ayah yang kaya raya, tetapi mengalami “krisis pemikiran” karena hatinya sedih, gelisah, dan risau dengan masa depan anak-anaknya.
       Si ayah sangat mendambakan semua anaknya sukses dalam hidup dan dalam bisnisnya yang dibuktikan dengan harta kekayaan yang melimpah dan pengaruh yang luar biasa, tetapi si ayah mengharapkan semua anaknya tetap mampu menjaga etika, moral, susila, dan norma agama yang baik.
     Masalahnya, si ayah berpendapat bahwa seseorang yang sukses mencapai kedudukan terpandang dalam lingkungan masyarakat, sering kali mengabaikan dan melanggar norma etika, moral, susila, dan nilai-nilai agama, dan inilah pokok pangkal masalahnya.
     Si ayah berkata,”Saya tidak berani menyampaikan hal ini kepada anakku, saya bimbang dan ragu apakah saya akan mengajarkan, misalnya norma “tawadu” (rendah hati) kepadanya, sedangkan saya tahu bahwa norma-norma yang baik sering kali menghalangi pencapaian kedudukan dan jabatan yang terpandang, yang oleh masyarakat diidentikkan dengan kekuasaan dan kepemimpinan.
      Karena salah satu syarat untuk mencapai kesuksesan dan menjadi orang yang terpandang dalam masyarakat adalah “kemampuan untuk bersikap kurang ajar, tetapi dengan cara yang tepat dan sesuai”.  Jangan tertawa membaca ini!
      Yang dimaksudkan dengan “sikap kurang ajar” adalah kemampuan seseorang dalam bertindak dengan menghalalkan segala cara, tetapi sikapnya dilakukan dengan cara dan siasat yang sesuai dengan waktu dan tempatnya, sehingga dia mampu “naik ke atas”, menjadi orang yang sukses dan terhormat.
      Kesimpulannya, dalam kehidupan manusia di dunia ini sering kali muncul “keistimewaan atau keganjilan” yang membuktikan bahwa tidak ada manusia yang sempurna, karena orang yang mampu “naik ke atas” dan dapat mencapai kedudukan dan karier yang terpandang dalam masyarakat adalah orang yang mampu “bersikap kurang ajar yang tepat”.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

554. AJAR

SIKAP KURANG AJAR YANG TEPAT
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang sikap kurang ajar yang tepat?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Seorang ulama menjelaskan tentang “catatan harian” seorang ayah yang kaya raya, tetapi mengalami “krisis pemikiran” karena hatinya sedih, gelisah, dan risau dengan masa depan anak-anaknya.
       Si ayah sangat mendambakan semua anaknya sukses dalam hidup dan dalam bisnisnya yang dibuktikan dengan harta kekayaan yang melimpah dan pengaruh yang luar biasa, tetapi si ayah mengharapkan semua anaknya tetap mampu menjaga etika, moral, susila, dan norma agama yang baik.
     Masalahnya, si ayah berpendapat bahwa seseorang yang sukses mencapai kedudukan terpandang dalam lingkungan masyarakat, sering kali mengabaikan dan melanggar norma etika, moral, susila, dan nilai-nilai agama, dan inilah pokok pangkal masalahnya.
     Si ayah berkata,”Saya tidak berani menyampaikan hal ini kepada anakku, saya bimbang dan ragu apakah saya akan mengajarkan, misalnya norma “tawadu” (rendah hati) kepadanya, sedangkan saya tahu bahwa norma-norma yang baik sering kali menghalangi pencapaian kedudukan dan jabatan yang terpandang, yang oleh masyarakat diidentikkan dengan kekuasaan dan kepemimpinan.
      Karena salah satu syarat untuk mencapai kesuksesan dan menjadi orang yang terpandang dalam masyarakat adalah “kemampuan untuk bersikap kurang ajar, tetapi dengan cara yang tepat dan sesuai”.  Jangan tertawa membaca ini!
      Yang dimaksudkan dengan “sikap kurang ajar” adalah kemampuan seseorang dalam bertindak dengan menghalalkan segala cara, tetapi sikapnya dilakukan dengan cara dan siasat yang sesuai dengan waktu dan tempatnya, sehingga dia mampu “naik ke atas”, menjadi orang yang sukses dan terhormat.
      Kesimpulannya, dalam kehidupan manusia di dunia ini sering kali muncul “keistimewaan atau keganjilan” yang membuktikan bahwa tidak ada manusia yang sempurna, karena orang yang mampu “naik ke atas” dan dapat mencapai kedudukan dan karier yang terpandang dalam masyarakat adalah orang yang mampu “bersikap kurang ajar yang tepat”.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

554. AJAR

SIKAP KURANG AJAR YANG TEPAT
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang sikap kurang ajar yang tepat?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Seorang ulama menjelaskan tentang “catatan harian” seorang ayah yang kaya raya, tetapi mengalami “krisis pemikiran” karena hatinya sedih, gelisah, dan risau dengan masa depan anak-anaknya.
       Si ayah sangat mendambakan semua anaknya sukses dalam hidup dan dalam bisnisnya yang dibuktikan dengan harta kekayaan yang melimpah dan pengaruh yang luar biasa, tetapi si ayah mengharapkan semua anaknya tetap mampu menjaga etika, moral, susila, dan norma agama yang baik.
     Masalahnya, si ayah berpendapat bahwa seseorang yang sukses mencapai kedudukan terpandang dalam lingkungan masyarakat, sering kali mengabaikan dan melanggar norma etika, moral, susila, dan nilai-nilai agama, dan inilah pokok pangkal masalahnya.
     Si ayah berkata,”Saya tidak berani menyampaikan hal ini kepada anakku, saya bimbang dan ragu apakah saya akan mengajarkan, misalnya norma “tawadu” (rendah hati) kepadanya, sedangkan saya tahu bahwa norma-norma yang baik sering kali menghalangi pencapaian kedudukan dan jabatan yang terpandang, yang oleh masyarakat diidentikkan dengan kekuasaan dan kepemimpinan.
      Karena salah satu syarat untuk mencapai kesuksesan dan menjadi orang yang terpandang dalam masyarakat adalah “kemampuan untuk bersikap kurang ajar, tetapi dengan cara yang tepat dan sesuai”.  Jangan tertawa membaca ini!
      Yang dimaksudkan dengan “sikap kurang ajar” adalah kemampuan seseorang dalam bertindak dengan menghalalkan segala cara, tetapi sikapnya dilakukan dengan cara dan siasat yang sesuai dengan waktu dan tempatnya, sehingga dia mampu “naik ke atas”, menjadi orang yang sukses dan terhormat.
      Kesimpulannya, dalam kehidupan manusia di dunia ini sering kali muncul “keistimewaan atau keganjilan” yang membuktikan bahwa tidak ada manusia yang sempurna, karena orang yang mampu “naik ke atas” dan dapat mencapai kedudukan dan karier yang terpandang dalam masyarakat adalah orang yang mampu “bersikap kurang ajar yang tepat”.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

554. AJAR

SIKAP KURANG AJAR YANG TEPAT
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

     Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang sikap kurang ajar yang tepat?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Seorang ulama menjelaskan tentang “catatan harian” seorang ayah yang kaya raya, tetapi mengalami “krisis pemikiran” karena hatinya sedih, gelisah, dan risau dengan masa depan anak-anaknya.
       Si ayah sangat mendambakan semua anaknya sukses dalam hidup dan dalam bisnisnya yang dibuktikan dengan harta kekayaan yang melimpah dan pengaruh yang luar biasa, tetapi si ayah mengharapkan semua anaknya tetap mampu menjaga etika, moral, susila, dan norma agama yang baik.
     Masalahnya, si ayah berpendapat bahwa seseorang yang sukses mencapai kedudukan terpandang dalam lingkungan masyarakat, sering kali mengabaikan dan melanggar norma etika, moral, susila, dan nilai-nilai agama, dan inilah pokok pangkal masalahnya.
     Si ayah berkata,”Saya tidak berani menyampaikan hal ini kepada anakku, saya bimbang dan ragu apakah saya akan mengajarkan, misalnya norma “tawadu” (rendah hati) kepadanya, sedangkan saya tahu bahwa norma-norma yang baik sering kali menghalangi pencapaian kedudukan dan jabatan yang terpandang, yang oleh masyarakat diidentikkan dengan kekuasaan dan kepemimpinan.
      Karena salah satu syarat untuk mencapai kesuksesan dan menjadi orang yang terpandang dalam masyarakat adalah “kemampuan untuk bersikap kurang ajar, tetapi dengan cara yang tepat dan sesuai”.  Jangan tertawa membaca ini!
      Yang dimaksudkan dengan “sikap kurang ajar” adalah kemampuan seseorang dalam bertindak dengan menghalalkan segala cara, tetapi sikapnya dilakukan dengan cara dan siasat yang sesuai dengan waktu dan tempatnya, sehingga dia mampu “naik ke atas”, menjadi orang yang sukses dan terhormat.
      Kesimpulannya, dalam kehidupan manusia di dunia ini sering kali muncul “keistimewaan atau keganjilan” yang membuktikan bahwa tidak ada manusia yang sempurna, karena orang yang mampu “naik ke atas” dan dapat mencapai kedudukan dan karier yang terpandang dalam masyarakat adalah orang yang mampu “bersikap kurang ajar yang tepat”.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online