KHILAFIAH CARA WUDU
MENGUSAP KEPALA
Oleh:
Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M
Perbedaan pendapat para ulama tentang cara mengusap kepala
ketika wudu.
Al-Quran
surah Al-Maidah (surah ke-5) ayat 6.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى
الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ
وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ
جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ
أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا
مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ
مِنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَٰكِنْ يُرِيدُ
لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Hai
orang-orang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan SAPULAH
KEPALAMU dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu
junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali
dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak
memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu
dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia
hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu
bersyukur.
Contoh
ikhtilaf (perbedaan pendapat) para ulama dalam memahami ayat Al-Quran.
Al-Quran
surah Al-Maidah (5:6)
َوامْسَحُوا ِبُرُءوسِكُمْ
Dan
usaplah kepalamu.
Ibnu
Mughirah berkata,
“Sesungguhnya
Rasulullah berwudu.
Beliau
mengusap ubun-ubun.
Mengusap
bagian atas sorban.
Dan
bagian atas kedua sepatu khufnya.”
Anas
bin Malik berkata,
“Saya
melihat Rasulullah berwudu.
Di
atas kepala beliau ada sorban buatan Qatar.
Rasulullah
memasukkan tangan dari bawah sorban.
Beliau
mengusap bagian depan kepala.
Beliau
tidak melepas sorbannya”.
Hadis
Bukhari dan Muslim,
”Kemudian
Rasulullah mengusap kepala.
Menjalankan
kedua telapak tangan beliau ke depan dan ke belakang.
Diawali
dari bagian depan kepala.
Hingga
kedua telapak tangan ke tengkuk.
Kemudian
beliau kembalikan lagi ke tempat semula.”
Muncul ikhtilaf (perbedaan pendapat)
Bagaimana cara mengusap kepala ketika berwudu’?
Apakah
cukup menempelkan telapak tangan yang basah ke bagian atas rambut?
Atau telapak tangan mesti dijalankan di atas kepala?
Apakah cukup mengusap ubun-ubun saja?
Atau mesti mengusap seluruh kepala?
Para
ulama berijtihad tentang wudu mengusap kepala.
Mazhab Hanafi
Wajib
mengusap seperempat kepala, sebanyak 1 kali.
Seukuran
ubun-ubun, di atas 2 daun telinga.
Bukan
mengusap ujung rambut yang dikepang/diikat.
Meskipun
hanya terkena air hujan, atau basah bekas sisa air mandi.
Tetapi
tidak boleh diambil dari air bekas basuhan pada anggota wudu yang lain.
Misalnya
air yang menetes dari pipi diusapkan ke kepala, ini tidak sah.
Mazhab
Maliki
Wajib
mengusap seluruh kepala.
Orang
yang mengusap kepala tidak mesti melepas ikatan rambutnya dan tidak mesti
mengusap rambut yang terurai dari kepala.
Tidak
sah, jika hanya mengusap rambut yang terurai dari kepala.
Sah, jika mengusap rambut yang tidak turun dari tempat yang
diwajibkan untuk diusap.
Jika rambut tidak ada, maka yang diusap adalah kulit kepala,
karena kulit kepala itu bagian permukaan kepala bagi orang yang tidak punya
rambut.
Cukup diusap 1 kali.
Tidak dianjurkan mengusap kepala dan telinga beberapa kali
usapan.
Mazhab Syafii
Wajib
mengusap sebagian kepala.
Boleh membasuh kepala, karena membasuh berarti usapan dan lebih
dari sekedar usapan.
Boleh hanya sekedar meletakkan tangan di atas kepala, tanpa
menjalankan tangan itu di atas kepala.
Karena tujuan mengusap kepala telah tercapai dengan sampainya
air membasahi kepala.
Mazhab Hambali
Seperti mazhab Maliki, dengan sedikit perbedaan.
Wajib
mengusap seluruh kepala hanya bagi laki-laki saja.
Wanita cukup mengusap kepala bagian depan saja.
Karena Aisyah (istri Rasulullah) mengusap bagian depan
kepalanya.
Wajib mengusap 2 daun telinga, bagian luar dan bagian dalam daun
telinga.
Kesimpulannya
Mazhab
bukan agama.
Mazhab adalah pemahaman para
ulama terhadap ayat Al-Quran dan hadis Nabi dengan ilmu
yang mereka miliki.
Perbedaan
pendapat (ikhtilaf) di antara para ulama adalah terhadap masalah “furu”
(cabang).
Bukan
pada “ushul” (dasar/prinsip).
Para ulama tidak “ikhtilaf” (berbeda pendapat) tentang hukum
wudu.
Tetapi
yang diperselisihkan adalah masalah cabangnya.
Yaitu ketika berwudu mengusap seluruh kepala atau sebagian
kepala saja.
lkhtilaf
(perbedaan pendapat) dalam tata cara salat.
Semua ulama sepakat bahwa salat adalah wajib.
Para ulama hanya “ikhtilaf” (berbeda pendapat) tentang cabang
dalam salat.
Misalnya
tentang membaca basmalah dengan “sirr” (pelan) atau “jahr” (keras).
Mengangkat
tangan takbiratul ihram sampai bahu atau telinga, dan lainnya.
Jangan gampang membid’ahkan, mengharamkan, dan mengafirkan umat
Islam yang lain.
Hanya karena berbeda tata cara melakukannya.
Misalnya umat Islam yang berwudu dengan mengusap seluruh kepala.
Tidak boleh membid’ahkan umat Islam lain yang mengusap sebagian
kepala.
Dan sebaliknya.
Perbedaan
pendapat (ikhtilaf) tidak hanya terjadi pada zaman generasi khalaf
(belakangan).
Tetapi juga terjadi ikhtilaf (perbedaan pendapat) pada generasi
salaf (generasi 3 abad pertama Hijriah) dalam masalah tertentu.
Daftar
Pustaka
1. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 77 Tanya-Jawab
Seputar Salat, 2017.
2. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 99 Tanya-Jawab
Seputar Salat, 2017.
3. Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 37 Tanya-Jawab
Masalah Populer, 2017.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver
3.2
5. Tafsirq.com online
0 comments:
Post a Comment