Monday, August 15, 2022

14420. JEBAKAN LALAT MATI SATU MATI SEMUA

 

 



 

 

JEBAKAN LALAT MATI SATU MATI SEMUA

 

 

Saat menjadi wartawan.

Suami kerap cerita pengalamannya.

Termasuk saat meliput tsunami di Aceh.

 

Tiba di lokasi.

Hanya berselang sehari.

Sejak peristiwa tragis terjadi.

 

Suami bertugas di Kota Serambi Mekah.

Selama 3 bulan.

 

Ada fenomena menarik.

Yang dia kisahkan.

 

Awalnya saya tidak berpikir.

Suatu hari menuliskannya.

 

Karena tidak relevan bagi banyak orang.

Dia bercerita.

 

Beberapa hari setelah tsunami.

Bau anyir mulai tercium.

Karena ribuan jenazah belum terangkut.

 

Akibatnya.

Di sekitar posko liputan.

Beterbangan banyak lalat.

Yang mengganggu.

 

Saat itu.

Dia berhasil membeli lusinan lem lalat.

Di toko yang masih berdiri.

 

Saat membuka kemasan.

Berupa kertas tipis.

Yang bagian atasnya terlapisi lem.

 

Dia menemukan kejadian unik.

 

Setelah perekat dibuka.

Awalnya hanya 1-2 lalat.

Yang hinggap dan menempel.

 

Anehnya.

Setelah 1-2 lalat terjerat.

Puluhan lalat lain.

Tiba-tiba mengikuti jejak pendulunya.

 

Padahal lembaran lem itu.

Tidak punya aroma apa pun.

 

Tidak sampai 2 jam.

Kertas ukuran sekitar 25 sentimeter persegi.

Tertutup ratusan lalat.

 

Tiap mili bagian kosong.

Dengan cepat terisi lalat.

 

Yang terus berdatangan.

Sampai warna kertas.

Seolah berubah hitam.

 

Mengingat ini suami berkelakar.

Saat lalat ke-1 terjebak.

Mungkin tak mau menderita sendirian.

 

Ia mengundang lalat lain.

Untuk menghampiri.

 

Begitu lalat ke-2.

Dia menjebak yang lain.

 

Begitu terus.

Hingga komunitas lalat.

Yang beterbangan di sekitarnya.

 

Bersama terjerat.

Dan tak berkutik.

 

Tentu ada penjelasan ilmiah di baliknya.

Pendeknya jebakan lalat.

 

Sempat terlupa.

Teringat kembali.

 

Saat saya membaca berita.

Pembunuhan polisi yang viral.

 

Alih-alih bertanggung jawab.

Si terduga pelaku.

Yang konon perwira tinggi.

 

Ikut menjerumuskan sejumlah aparat lain.

 

Setidaknya 2 brigjen, 2 kombes, 3 AKBP, 2 kompol, dan 1 AKP.

Jadi ikut terlibat.

 

Semua orang dengan karier cukup tinggi.

 

Tidak mudah jadi bintang 1.

Atau perwira menengah.

 

Tapi perjuangan meniti jenjang karier.

Berakhir seketika.

 

Mereka mendekam di ruang isolasi khusus.

Karena dugaan terlibat kejahatan.

Yang diinisiasi atasan.

 

Meskipun awalnya.

Mereka mungkin terpaksa.

 

Saya sengaja memakai kata terpaksa.

Karena percaya.

 

Jika boleh memilih bebas.

Niscaya mereka menghindarinya.

 

Tapi mungkin dengan beragam alasan:

1)        Takut.

2)        Balas jasa.

 

3)        Sungkan.

4)        Merasa tak enak.

5)        Dan lainnya.

 

Merak turut ambil bagian.

 

Setidaknya 56 oknum polisi.

Diduga terpaut kasus ini.

 

Ironis dan semua bermula.

Dari kesalahan oknum.

Seorang inspektur jenderal.

 

Saya prihatin membayangkan.

Perasaan istri dan anak-anak.

Dari puluhan aparat itu.

 

Mereka awalnya tak tahu menahu.

Kini menanggung konsekuensi. 

 

Padahal sebelumnya.

Mereka sosok penuh harapan.

 

Yang sedang membangun karier.

Dan kebanggaan keluarga.

 

Ada istilah:

“Orang bodoh terjebak pada lubang yang sama”.

 

Apakah istilah tepat.

 

Untuk orang terjerumus lubang atau jurang.

Lalu menarik puluhan orang di sekitarnya.

 

Hingga terperosok bersama.

 

Seperti fenomena lalat.

Di awal tulisan?

 

Hanya karena 1 pemimpin.

Berbuat salah.

Puluhan lain jadi korban.

 

Lebih buruk lagi.

Institusi yang mewadahi.

Ratusan ribu polisi tercoreng.

 

Karena itu.

Meskipun menyesalkan pihak.

Yang turut terjerumus.

 

Saya mendukung upaya hukum.

Yang transparan, adil, dan menyeluruh.

 

Bagaimanapun seluruh pelaku.

Harus tanggung jawab.

Pada hilangnya 1 nyawa perwira cemerlang.

 

Kesayangan keluarga besar.

Yang hingga saat ini.

Masih menanggung duka hebat.

 

Seandainya mereka menolak.

Mungkin nasibnya berbeda.

 

Meskipun terkait relasi kuasa.

Ternyata tidak semudah itu.

 

Kita harus berani berkata: tidak.

Dan terus berpihak pada kebenaran.

 

Meskipun bertentangan.

Dengan instruksi atasan.

 

Mengikuti pemimpin berintegritas.

Untuk hal baik.

 

 Dan tegas menolak.

Bersama mereka dalam hal buruk.

 

Saya ingat kejadian viral lain.

Terkait 2 polisi .

 

Yang menghentikan mobil.

Karena sopir anak.

Tidak memenuhi syarat berkendara.

 

Dia mengatakan mengantar ibunya.

Yang sakit untuk mendapat pertolongan.

 

Polisi ke-1.

Ingin memproses sesuai prosedur.

 

Polisike2.

Memilih ambil alih kemudi.

Dan mengantar sang ibu ke rumah sakit.

 

Polisi ke-2.

Memilih mendulukan keselamatan ibu.

Yang sakit.

Dengan risiko bisa dipecat.

 

Singkat cerita.

Pihak rumah sakit.

Justru memuji tindakan humanis sang polisi.

 

Tanpa itu.

Kondisi pasien mungkin tak tertolong.

 

Sang polisi ke-2 menjelma pahlawan.

 

Dunia tak selalu menawarkan kemudahan dan keindahan.

Juga dalam pilihan- yang dibentangkan.

 

Tapi setia pada nurani.

Termasuk berani berkata: tidak.

 

Bahkan pada atasan.

Jika melawan kebaikan.

 

Semoga membuka jalan selamat.

Terhindar dari jebakan lalat.

 

(Sumber Asma Nadia)

0 comments:

Post a Comment