Friday, April 12, 2024

33390. SABAR MEKAH NASIKH MANSUKH PERANG MADINAH

 


SABAR DI MEKAH NASIKH MANSUKH PERANG DI MADINAH

Oleh: Drs. HM. Yusron Hadi, M.M.

 

 

 

 

 

Kata “naskh”.

Dipakai dalam beberapa arti.

 

Yaitu:

 

1)        Pembatalan.

2)        Penghapusan.

 

3)        Pemindahan dari wadah ke wadah lain.

4)        Pengubahan.

 

5)        Dan sejenisnya.

 

Nasikh.

Artinya:

1)        Membatalkan.

2)        Menghapus.

 

3)        Memindahkan.

4)        Dan semacamnya.

 

Mansukh.

Artinya:

 

1)        Dibatalkan.

2)        Dihapus.

 

3)        Dipindahkan.

4)        Dan sebagainya.

 

Sebagian ulama anggap.

Aturan hukum dalam kondisi tertentu.

 

Jadi “mansukh” (dibatalkan).

Jika beda kondisi.

 

Misalnya.

Perintah “bersabar”.

 

Pada periode Mekah.

Saat kondisi umat Islam lemah.

 

Dinasikhkan (dibatalkan).

Oleh “perintah/izin berperang”.

 

Pada periode Madinah.

Saat umat Islam kuat.

 

Ulama pendukung “nasikh dan mansukh”.

Menyatakan,

 

“Hukum diundangkan.

Untuk maslahat manusia.

 

Hukum bisa lain.

Akibat beda waktu dan tempat.”

 

Ulama pendukung “nasikh dan mansukh”.

 Sebut Al-Quran surah An-Nahl (surah ke-16) ayat 101.

 

وَإِذَا بَدَّلْنَا آيَةً مَكَانَ آيَةٍ ۙ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا يُنَزِّلُ قَالُوا إِنَّمَا أَنْتَ مُفْتَرٍ ۚ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ

      

Dan jika Kami letakkan suatu ayat di tempat ayat lain sebagai penggantinya padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata,”Sesungguhnya kamu orang mengada-adakan saja”. Bahkan kebanyakan mereka tidak tahu.”

 

 

Ulama pendukung “nasikh dan mansukh”.

Mengakui nasikh dan Mansukh.

Bisa dilakukan.

 

Jika ada 2 ayat hukum.

Saling bertolak belakang.

Tak bisa kompromi.

 

Tapi harus yakin.

Urutan kronologis turunnya ayat.

 

Ayat turun lebih dahulu.

Di “mansukh” atau “diganti”.

 

Ayat  turun kemudian.

Jadi “nasikh” atau “mengganti”.

 

Artinya.

Semua ayat Al-Quran tetap berlaku.

 

Tak ada pertentangan.

Tapi hanya ganti hukum.

 

 Sebab kondisi berbeda.

 

Ayat hukum tak berlaku lagi.

Bagi zaman tertentu.

 

Bisa  tetap berlaku.

Bagi warga lain.

 

Yang kondisinya sama.

Dengan kondisi semula.

 

 Paham ini.

Membantu dakwah Islam.

 

Ayat hukum bertahap dijalankan.

Oleh umat Islam.

 

 Yang kondisinya mirip.

Dengan zaman awal dahulu.

 

Jika ada nasikh dan mansukh.

Dalam ayat Al-Quran.

 

Maka siapa berwenang.

Melakukan nasikh dan mansukh?

 

Para ulama beda pendapat.

 “Apakah Nabi Muhammad.

 

Boleh nasikh dan mansukh.

Untuk ayat Al-Quran?”

 

Jawabnya.

1)        Boleh.

2)        Tak boleh.

 

Para ulama membolehkan.

 Nabi Muhammad untuk nasikh dan Mansukh.

 

Pada ayat Al-Quran.

Secara teoretis.

 

Berbeda paham.

 “Apakah secara factual.

 Ada hadis Nabi.

 

Isyarat nasikh dan mansukh.

Pada ayat  Al-Quran?”

 

Sebagian ulama menolak.

Hadis boleh nasikh dan mansukh.

 

Meskipun teoretis.

Pada ayat Al-Quran.

 

Sebagian ulama lain memandang.

Tak ada halangan logis.

 

Bagi nasikh dan mansukh.

Pada ayat Al-Quran.

 

Para ulama beda pendapat.

Hadis bolehkan nasikh dan mansukh.

 

Pada ayat Al-Quran.

Tapi secara umum.

 

Semua ulama sepakat.

Yang bisa nasikh dan mansukh.

 

Pada ayat Al-Quran.

Hanya wahyu Allah.

Yang bersifat mutawatir.

 

Mutawatir.

Yaitu sifat hadis punya banyak sanad.

 

Diriwayatkan banyak perawi pada sanadnya.

Mustahil banyak perawi.

 

Sepakat berdusta.

Atau memalsukan hadis.

  

“Suatu hukum terbukti pasti.

Tak mungkin me-naskh-nya.

Kecuali atas pembuktian yang pasti pula”.

 

Sangat riskan.

Membatalkan yang pasti.

Berdasar hal belum pasti.

 

Atas dasar itu.

Beralih soal teoretis.

Jadi bahas praktis.

 

Apakah ada hadis Nabi.

Yang mutawatir membatalkan ayat Al-Quran?

 

Ada 4 hadis “ahad”.

Tak mutawatir.

 

Dinilai sebagian ulama.

Me-nasikh-kan ayat Al-Quran.

 

Kesimpulan.

 

Tidak ditemukan hadis Nabi mutawatir.

Me-nasikh-kan ayat Al-Quran.

 

Hadis “La washiyyata li warits”.

Tak dibenarkan wasiat untuk penerima warisan.

 

Oleh sebagian ulama.

Me-naskh-kan ayat “wajib berwasiat”.

 

Surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 180.

 

“Sesungguhnya Allah telah memberi kepada tiap yang berhak haknya, dengan demikian tak ada (tak dibenarkan) wasiat kepada penerima warisan”.

 

 

Kata-kata “Sesungguhnya Allah telah memberikan…” dan seterusnya.

 Menunjuk kepada ayat waris.

 

Hadis itu menyatakan.

Me-nasikh-kan ayat waris.

 

Bukan hadis Nabi.

Yang bersifat ahad.

 

Jika naskh adalah “pergantian”.

Maka  perlu para ahli.

 

Untuk tentukan pilihan.

Dari banyak alternatif ayat hukum.

 

Ditetapkan dalam Al-Quran.

Terkait kasus yang dihadapi.

 

Pilihan berdasar kondisi social.

Atau kenyataan objektif.

Masing-masing orang.

 

Misalnya.

 

Ada 3 ayat hukum berbeda.

Terkait khamr (minuman keras).

 

Ketiganya tidak batal.

Tapi berubah sesuai kondisi.

 

Para ahli memilih.

Sesuai kondisi.

 

Bentuk plural.

Surah An-Nahl (surah ke-16) ayat 101.

 

 “Jika Kami mengganti suatu ayat ...”.

 

Kata “Kami”.

Secara umum pengganti nama Allah.

 

Tapi terlibat selain Allah.

Yaitu manusia dalam perbuatan.

 

Digambarkan kata kerja.

Pada masing-masing ayat.

 

Para ahli perlu terlibat.

Untuk pilih alternatif.

 

Banyak pilihan ayat Al-Quran.

Yang mansukh (diganti).  

 

 

 

Daftar Pustaka

1.    Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  

2.    Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.

3.    Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.

4.    Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2,

5.    Tafsirq.com online.      

 

Related Posts:

0 comments:

Post a Comment