ABU
LAHAB DAN BUKTI KEBENARAN ALQURAN
Oleh:
Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Guru
dan Kepala UPT SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo
Dr. Zakir Naik, ahli perbandingan agama.
Berasal dari India. Ia menuturkan, banyak
bukti yang menunjukkan kebenaran Alquran. Salah satunya, surat Allahab. Surat Allahab,
berisi lima ayat. Merupakan surat ke-111 dari 114 surat dalam Alquran. Menurut
Ibnu Abbas, azbabunnuzul atau
penyebab turunnya ayat ini berkenaaan
dengan sikap dan perilaku Abu Lahab.
Abu Lahab, paman dan besan Nabi. Rumahnya
berdempetan dengan rumah Nabi. Dua putri Nabi, Ruqaiyah dan Umi Kulsum,
dinikahkan dengan Utbah dan Utaibah, dua putra Abu Lahab. Mereka dinikahkan
sebelum Nabi Muhammad diangkat menjadi
rasul. Nabi Muhammad mendapatkan wahyu pertama, di Gua Hira. Di puncak gunung
Jabal Nur. Melalui malaikat Jibril. Sekitar umur 40 tahun.
Disebut Jabal Nur bermakna “Gunung Bercahaya”.
Juga dijuluki “Bukit Iluminasi”. Wahyu pertama turun, ketika Nabi menyendiri. Di
Gua Hira. Yang berada di tebing teratas gunung Jabal Nur. Gunung di dekat kota Mekah. Termasuk daerah
Hejaz, Saudi Arabia. Sekitar 7 km dari Masjidilharam, Mekah. Arah Timur Laut
dari Mekah. Merupakan titik awal cahaya Islam. Yang menyinari seluruh dunia sepanjang masa.
Memang, pada malam hari yang gelap
gulita. Bebatuan gunung Jabal Nur seolah memancarkan sinar. Pemandangan wujud
gunung yang mestinya gelap gulita, ternyata tampak jelas. Hal ini, disebabkan tidak ada pepohonan.
Ataukah bebatuan yang memang menyimpan atau memantulkan cahaya. Atau sebab
lainnya. Entahlah, yang jelas saya sudah membuktikannya sendiri.
Musim ibadah haji tahun 2005. Kuota
jamaah haji Indonesia 205.000 orang. Kami, saya dan Haji Suherman guru
matematika SMP Negeri 4 Sidoarjo, sepakat merencanakan naik ke Gua Hira di
gunung Jabal Nur. Juga Gua Tsur di gunung Jabal Tsur.
Kenapa? Karena kami ingin mencoba
merasakan dan mengenang perjuangan Nabi pada zaman dulu. Peta kota Mekah dan
data profil gunung Jabal Nur sudah saya miliki. Ketinggian Jabal Nur sekitar
642 m dari permukaan air laut. Dengan jalan setapak bebatuan yang terjal.
Kemiringan medan bisa mencapai 60 derajat.
Suherman, sudah “bergelar” haji. Sudah
pernah melaksanakan ibadah haji. Pada musim haji beberapa tahun sebelumnya. Dia
dipanggil “Abah”. Namun, dia masih memiliki “dendam”. Belum sempat sowan dan
berkunjung ke Gua Hira di gunung Jabal Nur dan Gua Tsur di Jabal Tsur. Dia juga
merasakan hal yang sama. Ketika kami naik taksi berkeliling kota Mekah dan ke sekitarnya.
Malam hari yang gelap gulita. Langit penuh bintang kemintang. Dari kejauhan,
gunung Jabal Nur tampak seolah
“bercahaya”. Disebabkan gunung yang “botak”. Atau memang bahan bebatuan
yang menyimpan panas matahari. Boleh jadi. Yang pasti, memancarkan pemandangan
yang mengagumkan.
Hari masih gelap. Kami mulai melangkahkan kaki, keluar hotel. Tempat
menginap selama di Mekah. Dengan bekal bahasa Arab ala kadarnya. Kami mencari
mobil angkutan umum. Naik mobil taksi Toyota Camry dari pemondokan. Warga
Afganistan sebagai sopirnya. Berangkat dari wilayah Al-Aziziyah, Mekah. Menuju arah
gunung Jabal Nur. Selama perjalanan kami melihat pemandangan kota Mekah dan
sekitarnya. Yang dipenuhi bangunan beton bertingkat. Sedikit pepohonan. Dikelilingi gunung dengan bebatuan yang
“gundul”. Pemandangan yang berbeda dan “aneh”. Jika dibandingkan dengan pemandangan di Indonesia. Khususnya,
di wilayah Sidoarjo, Jawa timur.
Berangkat pagi hari. Mengapa? Perubahan cuaca di Mekah amat ekstrem. Tidak bersahabat. Malam hari, bulan Januari
dan Februari suhu berkisar 5 sampai 20 derajat Celsius. Sedangkan siang hari
melonjak 40 sampai 43 derajat Celcius. Siang hari matahari bersinar amat terik
menyengat kulit dan menyilaukan mata.
Kami berjalan kaki bersandal jepit. Membawa
bekal sedikit makanan dan minuman. Juga payung. Dengan seragam jamaah haji
Indonesia yang khas. Jaket batik Sidoarjo, dan kopiah hitam. Kami berdoa memohon
kepada Allah Yang Mahakuasa. Agar perjalanan lancar sampai puncak. Kemudian
bisa kembali lagi ke bawah, ke pemondokan. Tetap sehat dan selamat.
Di kaki gunung, terdapat papan pengumuman.
Semacam imbauan. Dalam berbagai bahasa. Berisi peringatan. Nabi Muhammad tidak
pernah menyarankan atau memerintahkan umat Islam untuk ziarah atau mengunjungi
Gua Hira. Yang terletak di puncak gunung Jabal Nur. Tapi, juga tidak melarangnya. Oleh karena
itu, Pemerintah Saudi tidak menyiapkan sarana dan prasarana apapun. Dibiarkan
alami. Asli apa adanya.
Saya dan Haji Suherman mulai menyiapkan
diri. Haji Suherman terpaksa menjadi “bujangan lokal”. Karena istrinya tidak
ikut mendaki. Ditinggal di kaki gunung.
Kami mulai melangkahkan kaki. Bersama jamaah haji dari seluruh dunia. Yang
berminat. Dengan tujuan yang sama. Menuju Gua Hira. Di belahan tertinggi gunung
Jabal Nur. Tentu saja, yang kuat fisik. Terutama mentalnya. Beberapa jamaah
dari Turki. Yang sudah berumur. Tampak semangat mendaki gunung. Mengikuti jalan
setapak.
Berderet-deret barisan manusia mengular
berjalan kaki dari bawah ke atas. Juga ada
yang dari atas ke bawah. Menuju Gua
Hira, dan sebaliknya. Pemandangan yang menakjubkan. Selama di perjalanan kami
sempat mengambil foto. Bergantian. Menggunakan kamera sederhana. Yang kami
bawa.
Beberapa kali kami menyaksikan jamaah
yang “show of force”. Menunjukkan “kesaktian”. Mungkin jamaah haji lokal.
Mereka berlompatan di antara bebatuan yang terjal dengan santai. Seolah
memiliki ilmu terbang. Tidak melewati jalan setapak yang biasa. Tapi seolah “menclok”
di tepi gunung. Berpindah dari ujung batu ke ujung yang lain. Pemandangan yang
menarik sekaligus mendebarkan. Khawatir ada yang jatuh terpeleset. Alhamdulillah. Selama kami berada di gunung
Jabal Nur. Tidak terjadi musibah apa-apa.
Beberapa kali kami berhenti. Di semacam
pos pemberhentian yang beratap sekadarnya. Kami istirahat sejenak. Menikmati
makanan dan minuman. Melihat pemandangan sekitar. Saya berusaha mengingat, menelusuri, dan
membayangkan jejak Nabi. Sewaktu Nabi, beberapa
abad lampau. Menyendiri di Gua Hira. Di tebing puncak gunung Jabal Nur.
Dengan kondisi alam yang masih alami,
keras, dan “liar”. Sungguh berat. Amat
melelahkan. Perlu mental yang kuat. Butuh motivasi hebat. Memerlukan
keimanan yang sangat kokoh. Berangkat
dan pulang. Naik dan turun. Mendaki dan menuruni gunung. Hanya satu tujuan. Gua
Hira. Di tebing “piramida” puncak gunung Jabal Nur. Tidak terasa, air mata
menetes di pipi. Mengenangkan betapa berat tugas Nabi Muhammad, masa itu.
Setelah berjalan sekitar dua jam,
termasuk beberapa kali istirahat sejenak. Akhirnya, kami sampai di puncak
gunung. Di atas Gua Hira. Gua yang bersejarah. Syaikh Syafiyyurrahman
menguraikan dalam Sirah Nabawiyah: menjelang usia 40 tahun, Nabi sering menyendiri di gua ini. Dengan
bekal roti yang terbuat dari gandum dan air minum. Keluarga Nabi terkadang
menyertai ke sana.
Selama bulan Ramadan Nabi berada di gua
ini. Juga memberikan sebagian bekal makanan kepada orang miskin yang berada di
sekitar. Beliau menghabiskan waktunya. Untuk beribadah. Memikirkan keadaan alam
sekitar. Kekuatan tidak terhingga di balik alam. Tidak puas dengan kondisi
kaumnya yang penuh kemusyrikan.
Alhamdulillah. Kami berhasil melaksanakan
semacam “napak tilas” jejak perjalanan Nabi. Sewaktu Nabi menerima wahyu
pertama. Di Gua Hira. Gua berukuran panjang sekitar 3,5 m dengan lebar 1,5 m.
Berada sekitar 4 m di bawah puncak. Di tebing teratas gunung Jabal Nur, Mekah. Kami
duduk di bebatuan. Melihat pemandangan kota Mekah yang indah. Pemandangan
sekitar yang hebat.
Saya membayangkan beberapa abad lalu. Nabi
berada di puncak gunung melihat kota Mekah. Menyaksikan rumahnya dari kejauhan.
Dengan bebatuan yang keras. “kenthing”, dan berkilat. Tidak mustahil, bebatuan sekarang ini tetap
sama. Tidak berubah. Sewaktu dikunjungi
Nabi beberapa abad silam. Subhanallah.
Ketika Nabi diangkat menjadi rasul. Abu
Lahab amat murka. Kedua putranya diperintahkan dengan ancaman keras. Agar
menceraikan dua putri Nabi. Hampir setiap hari, Abu Lahab dan istrinya
mengganggu Nabi dengan kasar dan biadab. Tiada henti, mereka menyebarkan kabar
bohong, memasang duri, melontarkan kotoran, melempari dengan batu, dan
perbuatan jahat lainnya kepada Nabi. Ketika itu, Nabi diam saja, tidak
membalasnya. Abu Lahab merupakan saudara kandung ayah Nabi sendiri.
Ketika mendengar Abdullah, putra Nabi,
wafat. Abu Lahab amat gembira. Seketika itu, Ia menjumpai teman-temannya.
Berteriak dengan keras bahwa Muhammad telah terputus dari rahmat Allah.
Setelah turun surat Asy-Syuara. Surah
ke-26 ayat 214.”Dan berilah peringatan kepada kerabatmu yang dekat.” Perintah berdakwah secara terbuka. Langkah pertama, Nabi mengundang keluarga Bani
Hasyim. Yang hadir 45 orang. Sebelum Nabi bicara, Abu Lahab menyela, “Semua
yang hadir di sini adalah paman-pamanmu sendiri dengan anak-anaknya. Segeralah
bicara, jika ingin berbicara. Jangan bersikap kekanakan.”
Kemudian Abu Lahab Melanjutkan, “Ketahuilah,
tidak ada orang Arab yang berani mengernyitkan dahi kepada keluarga kami.
Dengan begitu, aku berhak menghukummu. Biarkan urusan keluarga bapakmu. Jika
kamu tetap bertahan pada urusanmu ini, maka itu lebih mudah bagi mereka
daripada semua kabilah Quraisy menyerangmu.”
“Jangan
sampai semua bangsa Arab ikut campur tangan. Selama ini tidak ada seorang pun
dari keluarga bapakmu yang berbuat macam-macam,” tegas Abu Lahab. Ketika itu,
Nabi diam saja. Nabi tidak berbicara sepatahpun.
Pada kesempatan lain. Nabi mengundang keluarga
Bani Hasyim lagi. Kali ini Nabi bersabda,”Segala puji bagi Allah, dan aku
memuji-Nya. Memohon pertolongan, percaya, dan tawakal kepada-Nya. Aku bersaksi
bahwa tiada tuhan selain Allah semata, dan tiada sekutu bagi-Nya.”
Kemudian beliau melanjutkan lagi, ”Sesungguhnya,
seorang pemandu tidak akan mendustakan keluarganya. Demi Allah yang tiada tuhan
selain Dia. Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian secara khusus. Kepada
manusia secara umum. Demi Allah, sungguh, kalian akan mati layaknya orang tidur
nyenyak. Akan dibangkitkan lagi bagaikan bangun tidur. Kita akan dihisap
terhadap apa saja yang kita perbuat. Kemudian, di sana ada surga yang abadi,
dan neraka yang kekal pula.” urai Nabi.
Abu Lahab berkata, “Demi Allah, ini kabar
buruk. Ambil tindakan terhadapnya. Sebelum
orang lain yang melakukannya.” “Demi Allah, kami akan tetap melindunginya, selama
kami masih hidup, “ jawab Abu Thalib, paman Nabi yang juga kepala suku Quraisy
saat itu.
Menurut sejarah, Abu Thalib, bapak asuh sejak Nabi usia 8 sampai
50 tahun. Ayah Nabi, Abdullah, wafat ketika Nabi belum lahir. Sedangkan Aminah,
ibu Nabi, meninggal saat usia Nabi 6
tahun. Kemudian Abdul Muththalib, kakek yang mengasuh Nabi selama 2 tahun. Umur
6 sampai 8 tahun.
Mulai saat itu. Nabi merasa yakin
terhadap janji Abu Thalib untuk melindunginya. Suatu hari Nabi mengundang semua
suku berkumpul di Bukit Safa. Nabi
berdiri di atas batu besar dan berseru, ”Wahai semua suku kaum Quraisy.
Bagaimana pendapat kalian, jika kukabarkan bahwa di sekitar lembah ini ada
pasukan yang mengepung kalian. Apakah kalian percaya kepadaku?” “Ya, benar,” jawab
mereka, “kami tidak pernah menemukan engkau
berbohong, pengalaman kami selama ini engkau selalu jujur.”
Nabi melanjutkan,”Sesungguhnya, aku
memberi peringatan kepada kalian, sebelum datangnya azab yang pedih.” Abu Lahab
murka, “Celakalah kamu Muhammad, apakah kamu mengumpulkan kami hanya untuk ini!”
Kemudian turunlah ayat, “Celakalah ke dua tangan Abu Lahab.” Inilah surat Allahab.
Ayat ini turun pada tahun ke tiga kenabian. Ayat ini diterima Nabi. Melalui
malaikat Jibril. Sepuluh tahun sebelum
Abu Lahab meninggal dunia. Yang menjelaskan dengan yakin dan gamblang. Abu
Lahab dan isterinya pasti dilemparkan ke dalam neraka Jahanam.
Ketika itu, Abu Lahab dan isterinya masih
segar bugar. Ternyata benar, Abu Lahab masih hidup selama sepuluh tahun lagi.
Semenjak ayat tersebut diturunkan. Berarti, selama sepuluh tahun, masih banyak peristiwa
yang akan terjadi. Tapi, Alquran, dengan tegas dan jelas. Sudah memastikan hal
yang akan terjadi. Menimpa Abu Lahab dan istrinya. Luar biasa.
Abu Lahab dan istrinya memiliki
kesempatan selama sepuluh tahun. Untuk membuktikan Alquran salah. Menunjukkan
Alquran keliru. Amat mudah. Gampang sekali. Abu Lahab dan atau istrinya mengikrarkan
Dua Kalimat Syahadat. Saya bersaksi tiada tuhan selain Allah, dan saya bersaksi
Nabi Muhammad utusan Allah. Tanda ucapan masuk Islam.
Hanya itu saja. Cukup itu saja. Sudah
membuktikan Alquran salah. Menunjukkan surat Allahab salah. Ayat dalam Allahab
keliru. Jika Abu Lahab atau istrinya masuk Islam. Berarti, Alquran terbukti
salah! Alquran keliru! Ternyata, hal Itu tidak pernah terjadi. Padahal, selama
sepuluh tahun, banyak saudara dan teman Abu Lahab yang berikrar masuk Islam.
Tetapi, kenyataannya sampai meninggal dunia Abu Lahab tetap kafir. Tidak
beriman kepada Allah dan rasul-Nya.
Mengapa? Karena Alquran kalam Allah.
Bukan karangan Nabi Muhammad. Juga bukan hasil literasi Nabi Muhammad. Jadi,
kisah Abu Lahab ini merupakan bukti. Menunjukkan salah satu bukti kebenaran Alquran.
Maha Suci Allah. Subhanallah.
Daftar
Pustaka.
1. Sirah
Nabawiyah. Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury. Penerjemah: Kastur Suhardi.
Penerbit Pustaka Al-Kautsar. Jakarta 1997.
2. Zakir
Naik. Iklan buku dalam facebook.
3. Peta
Mekah dan Medinah.













0 comments:
Post a Comment