Thursday, March 9, 2017

8. PENUMBUHAN BUDI PEKERTI DI SEKOLAH

PENUMBUHAN BUDI PEKERTI DI SEKOLAH
Oleh Drs. H. Yusron Hadi, MM
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo
Pendahuluan
      Dewasa ini dunia pendidikan mengalami pergeseran nilai.   Perilaku oknum siswa bahkan oknum guru yang tidak mencerminkan budi pekerti yang baik marak terjadi. Kurang disiplin dalam berpakaian seragam, sering terlambat datang ke sekolah, aksi corat-coret baju seragam sekolah, sampai tawuran antarpelajar, dan tindakan tidak terpuji lainnya.  Hal ini, dilakukan oleh anasir warga sekolah yang tidak bertanggung jawab. Meskipun perilaku tidak terpuji tersebut hanya dilakukan oleh satu atau beberapa siswa yang tidak terpuji, namun dikhawatirkan dapat terjadi “karena nila setitik, rusak susu sebelanga”. Yang bermakna hanya karena kesalahan kecil yang tidak seberapa, tetapi seluruh masalah menjadi berantakan. Jangan sampai terjadi hanya karena kesalahan segelintir perilaku oknum siswa yang tidak terpuji, maka seluruh siswa yang bermoral baik dianggap rusak. Kita prihatin terhadap dekadensi atau kemerosotan moral tersebut, namun keprihatinan tersebut tidak cukup. Pendidikan membutuhkan gerakan bersama dalam penumbuhan dan pembentukan budi pekerti.
      Pendidikan adalah upaya strategis untuk menumbuhkan dan memberikan peluang maksimal bagi warga sekolah dan masyarakat untuk mengusahakan siraman ketiga kecerdasan yaitu intelektual, emosional, dan spiritual. Apabila pendidikan hanya mengejar tujuan kognitif atau pengetahuan saja, dikhawatirkan akan menghasilkan generasi penerus yang lumpuh hati dan melupakan Sang Pencipta. Namun, apabila pendidikan berhasil  menyelaraskan ketiga kecerdasan tersebut, maka akan melahirkan generasi muda yang bertakwa, pandai, dan berbudi luhur.
Pengertian Budi Pekerti
      Menurut KBBI “budi” bermakna “ akal batin yang merupakan perpaduan akal dan perasaan untuk menimbang baik adan buruk. Sedangkan “pekerti”  bermakna “perangai, tabiat, akhlak, atau watak”. Ki Hajar Dewantara sering menyebut budi pekerti sebagai akhlak, atau adab. Menurut Ki Hajar Dewantara ilmu budi pekerti mempelajari segala sesuatu tentang kebaikan dan keburukan dalam hidup manusia. Terutama mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang berupa pertimbangan dan perasaan manusia sampai penerapannya yang berupa perilaku.     
      Budi pekerti atau watak diartikan sebagai bulatnya jiwa manusia. Dalam bahasa asing disebut karakter yaitu jiwa yang berazas hukum kebatinan. Orang yang memiliki kecerdasan budi pekerti dalam perilakunya sehari-hari akan selalu menggunakan pikiran dan perasaannya dengan ukuran, pertimbangan yang pasti dan tetap.
      Permendikbud 23 Tahun 2015 Tentang Penumbuhan Budi Pekerti menjelaskan bahwa Penumbuhan Budi Pekerti adalah kegiatan pembiasaan sikap dan perilaku positif di sekolah yang dimulai sejak dari hari pertama sekolah, masa orientasi peserta didik baru untuk jenjang sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan, sampai dengan kelulusan sekolah. Sedangkan pembiasaan adalah serangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa, guru, dan tenaga kependidikan yang bertujuan untuk menumbuhkan kebiasaan yang baik dan membentuk generasi berkarakter positif.
      Adapun penumbuhan budi pekerti (PBP) di sekolah bertujuan untuk:(a) menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan bagi siswa, guru, dan tenaga kependidikan;  (b) menumbuhkembangkan kebiasaan yang baik sebagai bentuk pendidikan karakter sejak di keluarga, sekolah, dan masyarakat;(c) menjadikan pendidikan sebagai gerakan yang melibatkan pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan keluarga; dan/atau  (d) menumbuhkembangkan lingkungan dan budaya belajar yang serasi antara keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Penumbuhan Budi Pekerti Di Sekolah
      Ki Hajar Dewantara menyebut konsep sekolah adalah “taman belajar” yang bermakna sekolah merupakan tempat yang indah, nyaman, dan menyenangkan untuk belajar.  Ki Hajar Dewantara membedakan antara sistem pengajaran dengan pendidikan, tetapi keduanya harus bersinergi. Pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan). Sedangkan pendidikan lebih memerdekan manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas demrokratik). Ki Hajar Dewantara menggunakan konsep “sistem among” dalam pelaksanaan pendidikan budi pekerti yang menempatkan siswa sebagai pusat dalam proses pendidikan.
      Dalam sistem among, maka setiap among (guru) sebagai pemimpin dalam proses pendidikan diwajibkan bersifat ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani. Ing ngarsa sung tulada bermakna sebagai seorang pamong atau guru adalah orang yang lebih berpengalaman dan berpengetahuan hendaknya mampu menjadi teladan bagi siswa. Pendidikan budi pekerti tidak dapat terinternalisasi dalam siswa dengan sendirinya, tetapi memerlukan keteladanan yang baik dari guru terhadap siswa. Ing madya mangun karsa berarti bahwa pamong atau guru sebagai peminpin hendaknya dapat menumbuhkembangkan minat, hasrat, dan kemauan siswa untuk dapat kreatif dalam berkarya guna mencapai cita-cita yag luhur. Sedangkan dalam tut wuri handayani seorang pamong atau guru mengikuti dari belakang dengan penuh perhatian dan tanggung jawab berdasarkan cinta kasih dengan memberikan  bimbingan, perhatian, kesempatan, dan kebebasan agar siswa berdasarkan inisiatif dan pengalamannya sendiri dapat berkembang optimal sesuai dengan bakat dan minatnya.
      Untuk impementasi penumbuhan budi pekerti dalam perilaku siswa sehari-hari di sekolah, diperlukan pembiasaan. Pembiasaan dapat dimaknai sebagai proses menginternalisasi aneka perilaku positif dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembiasaan berbudi peketi yang luhur dapat diwujudkan dalam pembiasaan harian, mingguan, bulanan, setengah tahunan, dan tahunan maupun dalam bentuk pembiasaan umum dan periodik.       Pembiasaan perilaku positif tersebut diwujudkan dalam segala perilaku di sekolah, mulai hari pertama masuk sekolah, masa orientasi pengenalan lingkungan sekolah, upacara bendera, Usaha Kesehatan Sekolah, Palang Merah Remaja, Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), kepramukaan, kegiatan ekstra kurikuler, pendidikan anti narkoba, pembinaan bakat dan minat, karya wisata, pentas seni, dan kegiatan positif lainnya, sampai pengumuman hasil ujian akhir dan wisuda kelulusan.  
       Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan nilai budi pekerti luhur antara lain  menumbuhkembangkan (a) nilai moral dan spiritual, (b) nilai kebangsaan dan kebhinekaan, (c) interaksi positif antarsiswa, (d) interaksi positif antara siswa dengan guru dan orang tua, (e) merawat diri dan lingkungan sekolah, dan (f) mengembangkan potensi pribadi siswa secara utuh, serta (g) pelibatan orang tua dan masyarakat di sekolah.
Kesimpulan
      Budi pekerti yang luhur adalah salah satu karakter positif bangsa Indonesia yang wajib dikembangkan dan dimiliki oleh setiap warga Indonesia. Upaya ini dapat dimulai dari sektor pendidikan sebagai lembaga pencetak generasi penerus yang unggul di masa depan. Sungguh terpuji apabila sekolah mampu membudayakan kegiatan moral positif dalam lingkungan sekolah kemudian menyebarkan budi pekerti yang luhur tersebut ke masyarakat sekitarnya.
            Penumbuhan budi pekerti adalah ikhtiar mengembalikan nilai-nilai perangai, akhlak, tabiat, atau watak  yang baik dalam dunia pendidikan. Nilai-nilai ini merupakan warisan budaya bangsa yang melekat dalam kepribadian masyarakat Indonesia. Dengan penumbuhan budi pekerti yang luhur, maka dunia pendidikan di Indonesia diharapkan akan kembali menemukan ruhnya.
Daftar Pustaka
1.      Permendikbud 23 Tahun 2015 Penumbuhan Budi Pekerti.


2.      Pedoman Gerakan Implementasi Penumbuhan Budi Pekerti SMP. Kemendikbud. Dirjen Dikdasmen. Direktorat Pembinaan SMP, 2015

0 comments:

Post a Comment