PERJALANAN KE GUA TSUR
DAN GUA HIRA DI MEKAH
Oleh: Drs. H. M.
Yusron Hadi, M.M.
MUSIM HAJI
TAHUN 2005.
Pada musim ibadah haji
tahun 2005, kuota jemaah haji Indonesia 205.000 orang.
Saya dan Haji Suherman
guru Matematika SMP Negeri 4 Sidoarjo.
Sepakat naik ke Gua
Hira di gunung Jabal Nur.
Dan juga naik ke
Gua Tsur di gunung Jabal Tsur.
Kenapa?
Kami ingin mencoba
merasakan dan mengenang perjuangan Nabi Muhammad pada zaman dulu.
Saya sudah punya peta
kota Mekah dan data profil gunung Jabal Nur.
Ketinggian Jabal
Nur sekitar 642 m dari permukaan air laut.
Gua Hira dapat
ditempuh lewat jalan setapak dengan bebatuan terjal.
Kemiringan medan bisa
mencapai 60 derajat.
Hari
sebelumnya.
Sehari sebelumnya,
kami naik taksi keliling kota Mekah.
Sambil melihat Jabal
Nur dari jarak jauh.
Pada malam hari gelap
gulita.
Langit penuh bintang
kemintang.
Dari kejauhan,
gunung Jabal Nur tampak seolah bercahaya.
Mungkin, karena gunung
yang gundul tanpa pepohonan.
Atau memang bahan
bebatuan yang menyimpan panas matahari.
Yang pasti,
memancarkan pemandangan mengagumkan.
PERJALANAN KE GUA
HIRA TAHUN 2005
Hari masih pagi,
kami mulai melangkahkan kaki.
Kami keluar dari hotel
tempat menginap di Mekah.
Naik taksi dari
pemondokan di wilayah Al-Aziziyah, Mekah.
Menuju gunung Jabal
Nur.
Sekitar 7 kilo meter
dari Mekah.
Turun dari taksi.
Kami mulai berjalan
kaki mendaki gunung Jabal Nur.
Berangkat pagi
hari, mengapa?
Perubahan cuaca
di Mekah amat ekstrem dan tidak bersahabat.
Pada malam hari.
Bulan Januari dan
Februari suhu berkisar 5 - 20 derajat Celsius.
Pada siang
harinya melonjak 40 - 43 derajat Celcius.
Pada siang hari.
Matahari bersinar amat
terik menyengat kulit dan menyilaukan mata.
Istrinya Haji Suherman
dengan temannya.
Menunggu di kaki
gunung Jabal Nur.
Saya dan Haji
Suherman menjadi bujangan lokal.
Naik gunung bersama ke
Gua Hira.
Kondisi di kaki gunung
Jabal Nur tahun 2005.
Di kaki gunung
Jabal Nur dipasang papan pengumuman.
Semacam imbauan
dari Kerajaan Arab Saudi.
Yang ditulis dalam
berbagai bahasa.
Termasuk dalam
bahasa Indonesia.
Papan itu berisi
peringatan.
Bahwa Nabi Muhammad
tidak pernah menyarankan umat Islam untuk ziarah ke Gua Hira.
Yang terletak di
puncak gunung Jabal Nur.
Tapi, juga tidak
melarangnya.
Pemerintah Arab
Saudi tidak merenovasi jalan ke Gua Hira.
Semuanya dibiarkan
alami.
Asli apa adanya.
Kami mulai jalan kaki
mendaki Jabal Nur.
Kami berjalan kaki
bersandal jepit.
Membawa bekal
sedikit makanan, minuman, dan payung.
Pakai seragam jamaah
haji Indonesia yang khas.
Jaket batik
Sidoarjo dan kopiah hitam.
Kami berdoa mohon
kepada Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Agar perjalanan lancar
sampai puncak.
Kemudian bisa
kembali lagi ke bawah, ke hotel di Mekah.
Agar kami tetap sehat
dan selamat.
Kami
bejalan bersama jemaah haji dari seluruh dunia.
Yang berminat
dengan tujuan sama.
Menuju
Gua Hira di puncak gunung Jabal Nur.
Tentu saja, yang kuat
fisik.
Terutama
mentalnya.
Banyak jemaah dari
Turki yang sudah berumur.
Tampak semangat
mendaki gunung.
Kami berjalan
mengikuti jalan setapak.
Berderet-deret barisan
manusia.
Mengular berjalan kaki
dari bawah ke atas.
Dan sebaliknya.
Dari atas ke bawah.
Berangkat naik ke Gua
Hira.
Dan sebaliknya.
Pemandangan
menakjubkan.
Kami mengambil foto.
Selama di perjalanan
kami sempat mengambil foto.
Bergantian.
Memakai kamera
sederhana.
Yang kami bawa.
Beberapa kali kami
menyaksikan jemaah “show of force”.
Mereka menunjukkan
“kesaktiannya”.
Mungkin jemaah haji
lokal.
Mereka
berlompatan di antara bebatuan yang terjal dengan santai.
Seolah
mereka punya ilmu terbang.
Tidak melewati
jalan setapak yang biasanya.
Tapi,
seakan-akan mereka “menclok” di tepi bebatuan gunung.
Berpindah dari
ujung batu ke ujung yang lain.
Pemandangan menarik
sekaligus mendebarkan.
Tindakan yang sangat
berbahaya.
Khawatir ada
yang jatuh terpeleset.
Alhamdulillah.
Selama kami berada di
gunung Jabal Nur.
Tidak terjadi
musibah apa-apa.
Tenda tempat
istirahat dan penjual makanan.
Beberapa kali
kami berhenti.
Di tempat semacam pos
pemberhentian.
Yang beratap ala
kadarnya.
Dipakai tempat
berjualan.
Kami istirahat sejenak.
Menikmati
makanan dan minuman.
Dan
melihat pemandangan sekitar.
Saya berusaha
mengingat, menelusuri, dan membayangkan jejak Rasulullah.
Sewaktu Nabi, beberapa
abad lampau.
Menyendiri di
Gua Hira.
Di puncak gunung Jabal
Nur.
Sambil
melihat kota Mekah dari puncak gunung.
Dengan
kondisi alam yang masih alami, keras, dan liar.
Sungguh berat dan amat
melelahkan.
Perlu mental kuat dan
butuh motivasi hebat.
Membutuhkan iman
yang sangat kokoh.
Berangkat, pulang,
naik, dan turun gunung terjal.
Mendaki dan
menuruni gunung.
Hanya satu
tujuan.
Ke Gua Hira di puncak
gunung Jabal Nur.
Tidak terasa,
air mata menetes di pipi.
Mengenang betapa berat
tugas Nabi Muhammad, masa itu.
Tiba di puncak Jabal Nur.
Setelah berjalan
sekitar 2 jam.
Termasuk beberapa kali
istirahat sejenak.
Akhirnya, kami sampai
di puncak Jabal Nur.
Di atas Gua Hira.
Gua yang bersejarah.
Menjelang usia
40 tahun, Nabi sering menyendiri di gua ini.
Dengan bekal
roti yang terbuat dari gandum dan air minum.
Keluarga Nabi
terkadang menyertai ke sana.
Selama bulan
Ramadan Nabi berada di gua ini.
Juga memberi sebagian
bekal makanan kepada orang miskin yang berada di sekitar.
Beliau menghabiskan
waktunya untuk beribadah.
Memikirkan keadaan
alam sekitar.
Kekuatan
tidak terhingga di balik alam.
Tidak puas dengan
kondisi kaumnya yang penuh kemusyrikan.
Alhamdulillah, kami
berhasil melaksanakan napak tilas jejak perjalanan Nabi.
Rasulullah menerima
wahyu pertama di Gua Hira.
Gua Hira panjangnya
sekitar 3,5 m dan lebarnya 1,5 m.
Berada sekitar 4 m dari
tebing puncak Jabal Nur.
Batu mungkin
tetap sama dengan zaman Rasulullah.
Kami
duduk di bebatuan.
Melihat
pemandangan kota Mekah yang indah dari jauh.
Dan pemandangan
sekitar yang hebat.
Saya membayangkan
beberapa abad lalu.
Nabi berada di puncak
gunung melihat kota Mekah.
Menyaksikan
rumah beliau dari kejauhan puncak gunung.
Dengan bebatuan keras,
“kenthing”, dan berkilat.
Tidak mustahil,
bebatuan sekarang ini tetap sama.
Tidak berubah.
Sewaktu dikunjungi
Nabi beberapa abad silam.
Perjalanan turun dari gunung
Jabal Nur.
Setelah puas
duduk-duduk.
Dan menyaksikan
pemandangan di atas Gua Hira.
Kami turun kembali.
Perjalanan turun lebih
berbahaya.
Banyak bebatuan
licin yang harus dihindari.
Jalan setapak dipakai
bersama.
Dengan tujuan berbeda.
Rombongan mengular
naik ke atas.
Dan serombongan lain mengular
turun ke bawah.
Dengan arah berlawanan.
Pemandangan luar biasa.
Manusia
bermacam-macam warna kulit, suku, ras, dan bangsa.
Semuanya datang
dengan tujuan sama.
Mengenang perjalanan
Rasulullah.
Alhamdulillah.
Kami bersyukur atas
semua nikmat Allah
Kami diberi kesempatan
beribadah haji.
Dan bisa mengunjungi Gua
Tsur dan Gua Hira di Mekah.
Pengalaman hidup yang
tak terlupakan.
CATATAN HAJI
TAHUN 2005
Oleh: HM Yusron Hadi bin HM Tauhid Ismail.
Sidoarjo, Jawa Timur.
Jemaah mandiri non-KBIH
0 comments:
Post a Comment