Friday, July 2, 2021

10227. PERJALANAN KE GUA TSUR DAN GUA HIRA DI MEKAH

 








PERJALANAN KE GUA TSUR DAN GUA HIRA DI MEKAH

Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

 

 

  MUSIM HAJI TAHUN 2005.

 

Pada musim ibadah haji tahun 2005, kuota jemaah haji Indonesia 205.000 orang.

  

Saya dan Haji Suherman guru Matematika SMP Negeri 4 Sidoarjo.

 

Sepakat naik ke Gua Hira di gunung Jabal Nur.

  

 Dan juga naik ke Gua Tsur di gunung Jabal Tsur. 

  

Kenapa?

  

Kami ingin mencoba merasakan dan mengenang perjuangan Nabi Muhammad pada zaman dulu.

  

Saya sudah punya peta kota Mekah dan data profil gunung Jabal Nur.

 

 Ketinggian Jabal Nur sekitar 642 m dari permukaan air laut.

  

Gua Hira dapat ditempuh lewat jalan setapak dengan bebatuan terjal.

  

Kemiringan medan bisa mencapai 60 derajat.

 

 

Hari sebelumnya.

 

 

Sehari sebelumnya, kami naik taksi keliling kota Mekah.

 

Sambil melihat Jabal Nur dari jarak jauh.

  

Pada malam hari gelap gulita.

  

Langit penuh bintang kemintang.

 

 Dari kejauhan, gunung Jabal Nur tampak seolah bercahaya.

  

Mungkin, karena gunung yang gundul tanpa pepohonan.

 

 Atau memang bahan bebatuan yang menyimpan panas matahari.

  

Yang pasti, memancarkan pemandangan mengagumkan.

 

 PERJALANAN KE GUA HIRA TAHUN 2005

  

 Hari masih pagi, kami mulai melangkahkan kaki.

  

Kami keluar dari hotel tempat menginap di Mekah.

 

 Naik taksi dari pemondokan di wilayah Al-Aziziyah, Mekah.

 

 Menuju gunung Jabal Nur.

 

Sekitar 7 kilo meter dari Mekah.

  

Turun dari taksi.

 

Kami mulai berjalan kaki mendaki gunung Jabal Nur.

 

 Berangkat pagi hari, mengapa? 

 

 Perubahan cuaca di Mekah amat ekstrem dan tidak bersahabat.

  

Pada malam hari.

 

Bulan Januari dan Februari suhu berkisar 5 - 20 derajat Celsius.

 

 Pada siang harinya melonjak 40 - 43 derajat Celcius.

 

 Pada siang hari.

 

Matahari bersinar amat terik menyengat kulit dan menyilaukan mata.   

 

Istrinya Haji Suherman dengan temannya.

 

Menunggu di kaki gunung Jabal Nur.

 

 Saya dan Haji Suherman menjadi bujangan lokal.

 

Naik gunung bersama ke Gua Hira.

 

  

Kondisi di kaki gunung Jabal Nur tahun 2005.

 

 Di kaki gunung Jabal  Nur dipasang papan pengumuman.

 

 Semacam imbauan dari Kerajaan Arab Saudi.

  

Yang ditulis dalam berbagai bahasa.

 

 Termasuk dalam bahasa Indonesia.

  

 

 

 Papan itu berisi peringatan.

 

Bahwa Nabi Muhammad tidak pernah menyarankan  umat Islam untuk ziarah ke Gua Hira.

  

Yang terletak di puncak gunung Jabal Nur. 

 

 Tapi, juga tidak melarangnya.

 

 Pemerintah Arab Saudi tidak merenovasi jalan ke Gua Hira.

  

Semuanya dibiarkan alami.

 

 Asli apa adanya.

  

Kami mulai jalan kaki mendaki  Jabal Nur.

 

Kami berjalan kaki bersandal jepit.

 

 Membawa bekal sedikit makanan, minuman, dan payung.

  

Pakai seragam jamaah haji Indonesia yang khas.

 

  

 Jaket batik Sidoarjo dan kopiah hitam.

  

Kami berdoa mohon kepada Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang.

 

Agar perjalanan lancar sampai puncak.

 

 Kemudian bisa kembali lagi ke bawah, ke hotel di Mekah.

  

Agar kami tetap sehat dan selamat. 

  Kami bejalan bersama jemaah haji dari seluruh dunia.

 

 Yang berminat dengan tujuan sama.

  

Menuju Gua Hira di puncak gunung Jabal Nur.

  

Tentu saja, yang kuat fisik.

 

 Terutama mentalnya.

  

 

Banyak jemaah dari Turki yang sudah berumur.

 

Tampak semangat mendaki gunung.

 

 Kami berjalan mengikuti jalan setapak.

 

Berderet-deret barisan manusia.

 

Mengular berjalan kaki dari bawah ke atas.

 

Dan sebaliknya.

 

Dari atas ke bawah. 

  

Berangkat naik ke Gua Hira.

 

Dan sebaliknya.

 

 Pemandangan menakjubkan.

  

Kami mengambil foto.

  

Selama di perjalanan kami sempat mengambil foto.

  

Bergantian.

 

Memakai kamera sederhana.

 

Yang kami bawa.

 

 

Beberapa kali kami menyaksikan jemaah “show of force”.

   

Mereka menunjukkan “kesaktiannya”.

  

Mungkin jemaah haji lokal.

 

 Mereka berlompatan di antara bebatuan yang terjal dengan santai.

  

Seolah mereka punya ilmu terbang.

 

 Tidak melewati jalan setapak yang biasanya.

 

 Tapi, seakan-akan mereka “menclok” di tepi bebatuan gunung.

  

 Berpindah dari ujung batu ke ujung yang lain.

  

Pemandangan menarik sekaligus mendebarkan.

  

Tindakan yang sangat berbahaya.

 

 Khawatir ada yang jatuh terpeleset.

 

Alhamdulillah.

 

Selama kami berada di gunung Jabal Nur.

 

 Tidak terjadi musibah apa-apa.

 

 Tenda tempat istirahat dan penjual makanan.

 

 Beberapa kali kami berhenti.

 

Di tempat semacam pos pemberhentian.

  

Yang beratap ala kadarnya.

  

Dipakai tempat berjualan.

 

Kami istirahat sejenak.

 

 Menikmati makanan dan minuman.

 

  Dan melihat pemandangan sekitar. 

  

Saya berusaha mengingat, menelusuri, dan membayangkan jejak Rasulullah. 

  

Sewaktu Nabi, beberapa abad lampau.

 

 Menyendiri di Gua Hira.

 

Di puncak gunung Jabal Nur.

  

Sambil melihat kota Mekah dari puncak gunung.

 

 

 Dengan kondisi alam yang masih alami, keras, dan liar.

  

Sungguh berat dan amat melelahkan.

 

Perlu mental kuat dan butuh motivasi hebat.

 

 Membutuhkan iman yang sangat kokoh.

  

Berangkat, pulang, naik, dan turun gunung terjal.

 

 Mendaki dan menuruni gunung.

 

 Hanya satu tujuan.

 

Ke Gua Hira di puncak gunung Jabal Nur.

 

 Tidak terasa, air mata menetes di pipi.

  

 

Mengenang betapa berat tugas Nabi Muhammad, masa itu.

 

 

Tiba di puncak Jabal Nur.

  

Setelah berjalan sekitar 2 jam.

  

Termasuk beberapa kali istirahat sejenak.

  

Akhirnya, kami sampai di puncak Jabal Nur.

  

Di atas Gua Hira.

 

Gua yang bersejarah.

 

 Menjelang usia 40 tahun,  Nabi sering menyendiri di gua ini.

 

 Dengan bekal roti yang terbuat dari gandum dan air minum.

 

Keluarga Nabi terkadang menyertai ke sana.

 

 Selama bulan Ramadan Nabi berada di gua ini.

  

Juga memberi sebagian bekal makanan kepada orang miskin yang berada di sekitar.

  

Beliau menghabiskan waktunya untuk beribadah.

  

Memikirkan keadaan alam sekitar.

 

  Kekuatan tidak terhingga di balik alam.

 

Tidak puas dengan kondisi kaumnya yang penuh kemusyrikan.

 Alhamdulillah, kami berhasil melaksanakan napak tilas jejak perjalanan Nabi.

  

Rasulullah menerima wahyu pertama di Gua Hira.

 

Gua Hira panjangnya sekitar 3,5 m dan lebarnya 1,5 m.

  

Berada sekitar 4 m dari tebing puncak Jabal Nur.

  

 

Batu mungkin tetap sama dengan zaman Rasulullah.

 

 Kami duduk di bebatuan.

 

 Melihat pemandangan kota Mekah yang indah dari jauh.

 

Dan pemandangan sekitar yang hebat.

 

Saya membayangkan beberapa abad lalu.

  

Nabi berada di puncak gunung melihat kota Mekah.

 

 Menyaksikan rumah beliau dari kejauhan puncak gunung.

 

 

Dengan bebatuan keras, “kenthing”, dan berkilat. 

  

Tidak mustahil, bebatuan sekarang ini tetap sama.

  

Tidak berubah.

 

Sewaktu dikunjungi Nabi beberapa abad silam.

 

 

Perjalanan turun dari gunung Jabal Nur.

 

Setelah puas duduk-duduk.

 

Dan menyaksikan pemandangan di atas Gua Hira.

 

Kami turun kembali.

  

Perjalanan turun lebih berbahaya.

 

 Banyak bebatuan licin yang harus dihindari.

  

Jalan setapak dipakai bersama.

  

Dengan tujuan berbeda.

 

Rombongan mengular naik ke atas.

 

Dan serombongan lain mengular turun ke bawah.

  

Dengan arah berlawanan.

  

Pemandangan luar biasa.

 

  Manusia bermacam-macam warna kulit, suku, ras, dan bangsa.

 

Semuanya datang dengan  tujuan sama.

 

Mengenang perjalanan Rasulullah.

  

Alhamdulillah.

 

Kami bersyukur atas semua nikmat Allah

 

Kami diberi kesempatan beribadah haji.

 

Dan bisa mengunjungi Gua Tsur dan Gua Hira di Mekah.

 

Pengalaman hidup yang tak terlupakan.

 

 

   

 CATATAN HAJI TAHUN 2005

 

Oleh:  HM Yusron Hadi  bin HM Tauhid Ismail.

Sidoarjo, Jawa Timur.


Jemaah mandiri non-KBIH

 

 

0 comments:

Post a Comment