ORANG
BADUI “MENGHISAB” ALLAH
Oleh:
Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala
SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo
Dikisahkan, seorang Badui telah memeluk
Islam. Sudah mengikrarkan “Dua Kalimat Syahadat”. Saya bersaksi tidak ada tuhan
selain Allah. Saya bersaksi Nabi Muhammad utusan Allah. Mengikuti jejak kepala
sukunya.
Si Badui masuk Islam. Hasil dakwah para
pemimpinnya. Dia belajar cara beribadah agama Islam dari tokoh kabilahnya. Dia
tergolong “ekonomi lemah”. Tidak pintar. Belum pernah bepergian ke luar dari
“desa”nya. Dia orang “ndeso”. Tempat tinggalnya terpencil dan “adoh kawat”.
Si Badui belum pernah ke Madinah. Belum
pernah bertemu dengan Nabi. tidak mengenal wajah Nabi. Tetapi, dengan segala
keterbatasanya. Dia sudah menjadi seorang
mukmin “yang baik”. Dia amat
mencintai Nabi Muhammad.
Rombongan kabilah pergi ke Mekah.
Melaksanakan ibadah umrah. Si Badui ikut dalam rombongan. Rombongan melasanakan
tawaf. Berkeliling Kakbah. Sebanyak tujuh kali. Berjalan kaki berlawanan arah
jarum jam. Si Badui selalu “mengintil”. Mengikuti di belakang rombongannya.
Si Badui terpsah dari rombongan. Dia tetap
melaksanakan tawaf. Dia berjalan sambil berzikir, “Ya, Karim. Ya, Karim.”
Berulang-ulang. Dia bukan orang cerdas. Tak mampu menghafal doa tawaf. Dia hanya
membaca “Ya, Karim.” berulang-ulang.
Tiba-tiba dia merasa ada yang
mengikutinya. Berjalan “menempel” di belakangnya. Juga, mengucapkan “Ya, Karim.”
seperti dirinya. Si Badui bergeser. Berpindah agak menjauh. Agar tidak diikuti
orang tersebut.
Dia menyangka orang itu mengolok-oloknya.
Meskipun dia bergeser dan menjauh. Orang itu tetap “menempelnya”. Kemana pun
dia bergerak. Orang itu selalu mengikutinya.
Akhirnya, Si Badui berhenti. Berputar 180 derajat.
Berbalik menghadap orang itu. Si Badui berkata,”Wahai, orang yang berwajah cerah,
dan berbadan bagus. Apakah engkau memperolok-olokku? Demi Allah, engkau akan
kulaporkan kepada kekasihku.” “Siapakah
kekasihmu itu?” jawab lelaki itu. Si Badui menjawab, “Nabiku, Nabi Muhammad Rasulullah.”
Lelaki itu tampak tersenyum. Mendengarkan
jawabannya. Lelaki itu bertanya, “Apakah engkau belum mengenal dan bertemu
dengan Nabimu itu. Wahai saudaraku Badui?” “Belum,” jawab Si Badui.
Lelaki itu berkata lagi,”Bagaimana
mungkin engkau mencintainya. Padahal, engkau tak mengenalnya? Bagaimana pula
keimananmu kepadanya?” “Aku beriman atas kenabiannya, walaupun aku tak pernah
melihatnya. Aku membenarkan kerasulannya, meskipun aku tak pernah bertemu
dengannya,” jawab Si Badui.
Lelaki itu tersenyum lagi, “Wahai
saudaraku orang Badui. Aku inilah Nabimu di dunia. Pemberi syafaat kepadamu di akhirat kelak.”
Memang, lelaki yang “mengintili” Si Badui adalah Nabi Muhammad. Nabi juga
sedang melaksanakan umrah.
Nabi mengikuti Si Badui tawaf. Beliau
melihat Si Badui “polos” dan “unik”. Terpisah dari rombongannya. Tetapi, tampak
begitu khusuk dalam melaksakan tawaf.
Si Badui memandang Nabi. Seakan tak
percaya. Kaget bercampur gembira. Dia
terpana. Matanya berkaca-kaca. Dia mendekat kepada Nabi. Si Badui merendahkan
badan, akan mencium tangan Nabi. Nabi
memegang pundaknya.
Nabi berkata,”Wahai saudaraku orang
Badui. Janganlah memperlakukanku, seperti orang asing memperlakukan rajanya.
Sesungguhnya, Allah mengutusku bukan sebagai orang yang sombong dan sewenang-wenang.
Allah mengutusku dengan kebenaran. Memberikan kabar gembira. Berupa kenikmatan
di surga. Juga, memberikan peringatan. Pedihnya azab neraka.
Si Badui berdiri termangu. Tampak jelas
wajah kegembiraannya. Bisa berjumpa dengan Nabi. Tiba-tiba malaikat Jibril
turun kepada Nabi. menyampaikan beberapa kalimat kepada Si Badui.
“Wahai Badui, sesungguhnya. Kelembutan dan
kemuliaan Allah. Ya, Karim. Yang Maha Pemurah. Maha Memberi tanpa diminta. Akan
menghisab dan memperhitungkan segala perbuatan manusia.”
Nabi menyampaikannya kepada Si Badui. Badui berkata, “Apakah Allah
akan menghisabku, Ya Rasulullah? Nabi menjawab, “Benar Allah akan menghisabmu.
Jika Allah menghendaki.”
Tiba-tiba Badui mengucapkan sesuatu yang
tak terduga. “Demi kebesaran dan keagungan Allah. Jika Allah menghisabku. Aku
juga akan menghisab Allah.” Nabi bersabda sambil tersenyum, “Wahai saudaraku,
engkau menghisab Allah dalam hal apa?”
Si Badui menjawab,”Jika Allah menghisabku,
atas dosaku. Aku akan menghisab Allah dengan Maha Pengampunan-Nya. Jika Allah
menghisabku atas kemaksiatanku. Aku akan menghisab Allah atas Maha Pemaaf-Nya.
Apabila Allah menghisabku atas kekikiranku. Aku akan menghisab Allah atas Maha
Kedermawanan-Nya.”
Nabi terharu mendengarkan jawaban Si
Badui. Nabi meneteskan air mata. Sampai membasahi jenggot beliau. Jawaban yang
sederhana. Menunjukkan betapa “akrabnya” Si Badui dengan Tuhan-Nya. Betapa
tinggi “makrifatnya” kepada Allah. Padahal, dia belum pernah mendapatkan
didikan langsung dari Nabi.
Malaikat Jibril turun lagi. Memberi tahu Nabi, “Wahai Muhammad, Allah
mengirim salam kepadamu, dan berfirman,”Kurangi tangismu. Karena dapat
mempengaruhi para malaikat dalam bertasbih. Sampaikan kepada saudaramu, Si
Badui. Dia tak perlu menghisab Allah. Karena Allah tak akan menghisabnya. Dia
termasuk penghuni surga.”
Sumber
1. Katsir,
Ibnu. Kisah Para Nabi. Penerbit Pustaka Azzam. Jakarta 2011.
2. Sahil,
Azharuddin. Indeks Al-Quran. Panduan Mudah Mencari Ayat dan Kata dalam Al-Quran.
Penerbit Mizan. Bandung 2007.
3. Kisah
Para Sahabat.
0 comments:
Post a Comment