Friday, June 15, 2018

890. BUKTI-1


BUKTI KEBENARAN AL-QURAN
(Seri ke-1)
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang bukti kebenaran Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
      Al-Quran mempunyai banyak fungsi, di antaranya adalah menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad dan bukti kebenaran itu ditampilkan dalam tantangan yang sifatnya bertahap.
     Ke-1, Al-Quran menantang siapa pun yang meragukan kebenarannya untuk menyusun semacam Al-Quran secara keseluruhan.
      Al-Quran surah Al-Baqarah (surah  ke-2) ayat 24.

فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا وَلَنْ تَفْعَلُوا فَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ ۖ أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ

      “Maka jika kamu tidak dapat membuat (nya) dan pasti kamu tidak akan dapat membuat (nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir”.
      Ke-2, A-Quran menantang siapa pun yang meragukan kebenarannya untuk menyusun sepuluh surah semacam Al-Quran yang dalam Al-Quran terdapat 114 surah.
      Al-Quran surah Hud (surah  ke-11) ayat 13.

أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ ۖ قُلْ فَأْتُوا بِعَشْرِ سُوَرٍ مِثْلِهِ مُفْتَرَيَاتٍ وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

      “Bahkan mereka mengatakan,’Muhammad telah membuat-buat Al-Quran itu’, Katakanlah,’(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar’.”
      Ke-3, Al-Quran menantang siapa pun yang meragukan kebenarannya untuk menyusun satu surah saja semacam Al-Quran.
      Al-Quran surah Yunus (surah  ke-10) ayat 38.

أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ ۖ قُلْ فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِثْلِهِ وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
 
    “Atau (patutkah) mereka mengatakan,”Muhammad membuat-buatnya.” Katakanlah,”(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.”
      Al-Quran surah Al-Baqarah (surah  ke-2) ayat 23.

وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

      “Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al-Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar”.
      Al-Quran surah Al-Isra (surah ke-17) ayat 88.
                                        
قُلْ لَئِنِ اجْتَمَعَتِ الْإِنْسُ وَالْجِنُّ عَلَىٰ أَنْ يَأْتُوا بِمِثْلِ هَٰذَا الْقُرْآنِ لَا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا

      “Katakanlah,’Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain’.”
     Para ahli berkomentar bahwa tantangan yang sangat lantang seperti ini tidak akan ditampilkan oleh seseorang, kecuali apabila orang itu mempunyai satu dari dua sifat, yaitu  orang itu gila atau orang itu sangat yakin dengan kebenarannya.
      Nabi Muhammad sangat yakin tentang wahyu dari Allah, karena wahyu adalah informasi yang diyakini dengan sebenarnya memang bersumber dari Allah.
      Meskipun Al-Quran menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad, tetapi fungsi utama Al-Quran adalah menjadi petunjuk untuk seluruh umat manusia dan petunjuk yang dimaksudkan adalah petunjuk agama atau yang biasanya dikatakan sebagai syariat agama.
      Kata “syariat” dari segi pengertian kebahasaan artinya “jalan menuju sumber air”, serta jasmani manusia dan seluruh makhluk hidup pasti membutuhkan air untuk  kelangsungan hidupnya, dan rohani juga membutuhkan “air kehidupan”, sehingga “syariat” akan  mengantarkan seseorang menuju “air kehidupan” itu.
     Dalam “syariat” ditemukan banyak rambu-rambu jalan, yaitu ada yang berwarna “merah” artinya “larangan”, ada yang berwarna “kuning”, yang memerlukan “kehati-hatian”, dan ada yang berwarna “hijau” yang melambangkan “Kebolehan melanjutkan perjalanan”.
     Hal itu sama dengan lampu lalulintas, karena “lampu merah” tidak memperlambat seseorang sampai ke tujuan, bahkan “lampu merah” adalah faktor utama yang menjaga manusia dari bahaya kecelakaan, maka “lampu merah” atau “larangan” dalam agama juga berfungsi “menyelamatkan manusia”.
      Manusia sangat membutuhkan peraturan lalu lintas untuk menjaga keselamatannya, demikian juga dengan “peraturan lalu lintas” menuju kehidupan yang sangat jauh, yaitu kehidupan di akhirat sesudah kematian.
      Siapakah yang seharusnya membuat peraturan menuju perjalanan yang sangat jauh itu? Sedangkan manusia mempunyai kelemahan, yaitu manusia sering kali bersifat egoistis dan pengetahuannya sangat terbatas.
      Apabila manusia yang diserahi tugas menyusun “peraturan lalulintas” menuju kehidupan sesudah mati, maka diduga manusia hanya akan menguntungkan dirinya sendiri, bahkan bisa salah dan  keliru, karena manusia tidak mengetahui sesuatu yang akan terjadi setelah kematian.
    Sehingga pihak yang harus menyusunnya adalah “sesuatu” yang tidak bersifat egoistis, yang bebas dari kepentingan apa pun, dan yang memiliki pengetahuan yang sangat luas, maka “sesuatu” itu adalah Tuhan Yang Maha Kuasa,  dan peraturan yang dibuatnya itu dinamakan “agama”".
      Tetapi, tidak semua manusia dapat berhubungan langsung secara jelas dengan Tuhan untuk memperoleh informasi-Nya, sehingga Tuhan Yang Maha Kuasa memilih orang-orang tertentu, yang memiliki kesucian jiwa dan kecerdasan pikiran untuk menyampaikan informasi tersebut kepada manusia yang lain, dan orang yang terpilih itu disebut Nabi dan Rasul.
      Karena manusia bersifat egoistis, maka manusia tidak mempercayai informasi Tuhan yang disampaikan oleh para Nabi, bahkan tidak percaya bahwa manusia terpilih itu adalah Nabi yang mendapat tugas khusus dari Tuhan.
      Untuk meyakinkan umat manusia, para Nabi dan Rasul diberikan bukti oleh Allah Yang Maha Kuasa yang tidak mungkin dapat dijangkau oleh manusia biasa yang bukan pilihan Allah, dan bukti itu dalam bahasa agama dinamakan “mukjizat”.
     Para Nabi dan Rasul terdahulu memiliki mukjizat yang bersifat sesaat, lokal, dan material, karena tugas dan misi mereka terbatas pada daerah tertentu dan waktu tertentu, hal ini berbeda dengan misi Nabi Muhammad, karena beliau diutus untuk seluruh umat manusia, di mana pun dan kapan pun hingga akhir zaman.
      Nabi Muhammad memerlukan mukjizat yang bersifat universal, kekal, dapat dipikirkan dan dibuktikan kebenarannya oleh akal manusia, di sinilah terletak fungsi Al-Quran sebagai mukjizat.
     Paling tidak terdapat tiga aspek dalam Al-Quran yang dapat menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad dan menjadi bukti bahwa seluruh informasi dan petunjuk yang disampaikan adalah benar bersumber dari Allah.
      Ketiga aspek tersebut akan lebih meyakinkan lagi ketika diketahui bahwa Nabi Muhammad bukan orang yang pandai membaca dan menulis, serta tidak hidup dan bermukim dalam masyarakat yang relatif telah mengenal peradaban, seperti Mesir, Persia atau Romawi.
      Nabi Muhammad dibesarkan dan hidup di tengah-tengah kaum yang oleh beliau sendiri dilukiskan sebagai, “Kami adalah masyarakat yang tidak pandai menulis dan berhitung."
    Hal itulah sebabnya, angka tertinggi yang mereka ketahui adalah tujuh, sehingga  mereka mengartikan “tujuh langit” maksudnya adalah “banyak langit”. Al-Quran juga menyatakan bahwa seandainya Nabi Muhammad pandai membaca dan menulis pasti akan ada yang meragukan kenabian beliau.
      Al-Quran surah Al-Ankabut (surah ke-29) ayat 48.

وَمَا كُنْتَ تَتْلُو مِنْ قَبْلِهِ مِنْ كِتَابٍ وَلَا تَخُطُّهُ بِيَمِينِكَ ۖ إِذًا لَارْتَابَ الْمُبْطِلُونَ


      “Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al-Quran) sesuatu Kitab pun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu, andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari (mu)”.
     Ketiga aspek yang menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad dan kebenaran Al-Quran adalah berikut ini.
      Ke-1, Aspek keindahan dan ketelitian redaksi ayat Al-Quran. Agak sulit untuk menguraikan masalah keindahan dan ketelitian redaksi Al-Quran terhadap orang  yang tidak memahami dan memiliki “rasa bahasa Arab”, karena keindahan diperoleh melalui “perasaan" bukan melalui penalaran.
      Tetapi terdapat beberapa hal yang dapat membantu memahami keindahan dan ketelitian redaksi Al-Quran, yaitu sering kali Al-Quran “turun” secara spontan untuk menjawab pertanyaan dan mengomentari peristiwa yang terjadi.
     Misalnya pertanyaan seorang Yahudi tentang hakikat roh, dan pertanyaan ini dijawab secara langsung yang tentunya jawaban spontan itu tidak memberikan peluang untuk berpikir dan menyusun dengan redaksi yang indah dan teliti.
     Tetapi setelah Al-Quran rampung diturunkan dan kemudian dilakukan analisis dan  perhitungan tentang redaksinya, ternyata ditemukan hal-hal yang sangat menakjubkan dan mengherankan.
     Yaitu ditemukan adanya keseimbangan yang sangat serasi antara kata-kata yang digunakannya, seperti keserasian jumlah dua kata yang bertolak belakang.
Daftar Pustaka
1.    Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2.    Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3.    Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4.    Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5.    Tafsirq.com online.       

Related Posts:

0 comments:

Post a Comment