Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Wednesday, January 1, 2025

38742. TANDA BADUI DICINTAI ALLAH

 


TANDA ORANG BADUI DICINTAI ALLAH

Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

 

 

 

 

Zaid Al-Khoil adalah seorang Badui pedalaman jauh dari Madinah yang telah memeluk Islam.

 

Dia berangkat menuju ke Madinah seorang diri dengan menunggang seekor unta, selama 15 hari perjalanan.

 

Zaid Al-Khoil tiba di Madinah, mengikat untanya di luar Masjid, dan masuk ke dalam masjid menjumpai Nabi Muhammad.

 

Zaid Al-Khoil berkata,

”Ya Nabi, saya telah melelahkan untaku selama 9 hari, dan menuntunnya selama 6 hari terus menerus tanpa berhenti.”

 

Zaid Al-Khoil melanjutkan,

”Saya berpuasa di siang hari, jarang tidur di malam hari, sehingga untaku sangat lelah, semuanya saya lakukan untuk menanyakan dua hal hingga saya sulit tidur.”  

 

Rasulullah  memandang si Badui dengan kagum.

 

Si Badui orang muslim biasa, orang yang sederhana telah berjuang begitu beratnya dengan menempuh perjalanan jauh, berjalan selama 15 hari untuk memperoleh penjelasan langsung dari beliau.

 

Rasulullah bersabda,

“Siapakah namamu?”

 

Si Badui menjawab, “Nama saya, Zaid Al-Khoil (Zaid, siunta)”.

 

Rasulullah tampaknya kurang berkenan dengan nama itu, sehingga beliau  bersabda,”Oh, jadi namamu Zaid Al-Khair (Zaid yang penuh kebaikan).”

 

Rasulullah ingin mengganti namanya.

 

Dia berkata,”Benar, ya Nabi, nama saya Zaid Al-Khair.”

 

Zaid Al-Khair sangat senang dengan nama barunya, karena yang memberi nama adalah Rasulullah  sendiri.

 

Rasulullah bersabda,”Sekarang, silakan bertanya kepadaku.”

 

Zaid Al-Khair berkata,” Ya, Nabi, saya ingin bertanya tentang tanda-tanda orang yang dicintai Allah dan ciri-ciri orang yang dibenci Allah.”

 

Rasulullah bersabda,”Untung, untung,…”

 

Rasulullah sangat gembira mendengar pertanyaannya, tidak keliru jika namanya Al-Khair (yang penuh kebaikan).

 

Rasulullah bersabda,”Wahai Zaid Al-Khair, bagaimanakah keadaanmu sekarang?” 

 

Zaid Al-Khair menjawab,”Saya sekarang senang dengan amal kebaikan, suka dengan orang-orang yang berbuat kebaikan, dan gembira dengan tersebarnya kebajikan.”

 

Zaid Al-Khair melanjutkan,”Saya menyesal, jika tidak ikut berbuat amal kebaikan. Saya selalu rindu untuk berbuat kebaikan, karena jika saya berbuat kebajikan, pasti Allah akan memberikan pahalanya.”

 

Rasulullah bersabda, “Ya, itulah tanda-tanda orang yang dicintai oleh Allah. Jika  Allah membencimu, maka kamu akan melakukan yang berlawanan dengan itu. Yaitu kamu akan senang berbuat keburukan, suka berbuat jahat, dan gembira dengan orang yang berbuat kejelekan.”

 

Zaid Al-Khair berkata,”Sudah cukup, ya Nabi,”

 

Seolah-olah dia tidak ingin Rasulullah melanjutkan penjelasannya.

 

Zaid Al-Khair mengucapkan terimah kasih, pamit keluar masjid, dia menunggang untanya, dan kembali pulang.

 

Wajah Rasulullah sumringah, tanda beliau amat gembira.

 

Seorang musafir datang dari jauh, tidak bergaul dengan Rasulullah, tetapi dia merasakan nuansa kasih sayang Allah yang begitu mendalam.

 

Seorang Badui berasal dari daerah pedalaman, wilayah yang “adoh kawat”, tetapi dapat menikmati kasih sayang Rasulullah.

 

Dia merasa dicintai oleh Allah seperti yang dirasakan oleh para sahabat yang setiap hari berada di sekitar Nabi Muhammad.

 

 

Daftar Pustaka

1.                Kisah Para Sahabat.

2.                Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.

3.                Tafsirq.com online

 

 

 

 

38741. KISAH BADUI MERASA DICINTAI ALLAH

 


KISAH BADUI MERASA DICINTAI ALLAH

Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

 

 

 

 

Zaid Al-Khoil adalah seorang Badui pedalaman jauh dari Madinah yang telah memeluk Islam.

 

Dia berangkat menuju ke Madinah seorang diri dengan menunggang seekor unta, selama 15 hari perjalanan.

 

Zaid Al-Khoil tiba di Madinah, mengikat untanya di luar Masjid, dan masuk ke dalam masjid menjumpai Nabi Muhammad.

 

Zaid Al-Khoil berkata,

”Ya Nabi, saya telah melelahkan untaku selama 9 hari, dan menuntunnya selama 6 hari terus menerus tanpa berhenti.”

 

Zaid Al-Khoil melanjutkan,

”Saya berpuasa di siang hari, jarang tidur di malam hari, sehingga untaku sangat lelah, semuanya saya lakukan untuk menanyakan dua hal hingga saya sulit tidur.”  

 

Rasulullah  memandang si Badui dengan kagum.

 

Si Badui orang muslim biasa, orang yang sederhana telah berjuang begitu beratnya dengan menempuh perjalanan jauh, berjalan selama 15 hari untuk memperoleh penjelasan langsung dari beliau.

 

Rasulullah bersabda,

“Siapakah namamu?”

 

Si Badui menjawab, “Nama saya, Zaid Al-Khoil (Zaid, siunta)”.

 

Rasulullah tampaknya kurang berkenan dengan nama itu, sehingga beliau  bersabda,”Oh, jadi namamu Zaid Al-Khair (Zaid yang penuh kebaikan).”

 

Rasulullah ingin mengganti namanya.

 

Dia berkata,”Benar, ya Nabi, nama saya Zaid Al-Khair.”

 

Zaid Al-Khair sangat senang dengan nama barunya, karena yang memberi nama adalah Rasulullah  sendiri.

 

Rasulullah bersabda,”Sekarang, silakan bertanya kepadaku.”

 

Zaid Al-Khair berkata,” Ya, Nabi, saya ingin bertanya tentang tanda-tanda orang yang dicintai Allah dan ciri-ciri orang yang dibenci Allah.”

 

Rasulullah bersabda,”Untung, untung,…”

 

Rasulullah sangat gembira mendengar pertanyaannya, tidak keliru jika namanya Al-Khair (yang penuh kebaikan).

 

Rasulullah bersabda,”Wahai Zaid Al-Khair, bagaimanakah keadaanmu sekarang?” 

 

Zaid Al-Khair menjawab,”Saya sekarang senang dengan amal kebaikan, suka dengan orang-orang yang berbuat kebaikan, dan gembira dengan tersebarnya kebajikan.”

 

Zaid Al-Khair melanjutkan,”Saya menyesal, jika tidak ikut berbuat amal kebaikan. Saya selalu rindu untuk berbuat kebaikan, karena jika saya berbuat kebajikan, pasti Allah akan memberikan pahalanya.”

 

Rasulullah bersabda, “Ya, itulah tanda-tanda orang yang dicintai oleh Allah. Jika  Allah membencimu, maka kamu akan melakukan yang berlawanan dengan itu. Yaitu kamu akan senang berbuat keburukan, suka berbuat jahat, dan gembira dengan orang yang berbuat kejelekan.”

 

Zaid Al-Khair berkata,”Sudah cukup, ya Nabi,”

 

Seolah-olah dia tidak ingin Rasulullah melanjutkan penjelasannya.

 

Zaid Al-Khair mengucapkan terimah kasih, pamit keluar masjid, dia menunggang untanya, dan kembali pulang.

 

Wajah Rasulullah sumringah, tanda beliau amat gembira.

 

Seorang musafir datang dari jauh, tidak bergaul dengan Rasulullah, tetapi dia merasakan nuansa kasih sayang Allah yang begitu mendalam.

 

Seorang Badui berasal dari daerah pedalaman, wilayah yang “adoh kawat”, tetapi dapat menikmati kasih sayang Rasulullah.

 

Dia merasa dicintai oleh Allah seperti yang dirasakan oleh para sahabat yang setiap hari berada di sekitar Nabi Muhammad.

 

 

Daftar Pustaka

1.                Kisah Para Sahabat.

2.                Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.

3.                Tafsirq.com online

 

 

 

 

38740. BADUI CALON MASUK SURGA KETEMU NABI

 


BADUI CALON PENGHUNI SURGA KETEMU NABI SAAT UMRAH

Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

 

 

 

 

 

Seorang Badui telah memeluk Islam

 

Dia mengikuti jejak kepala sukunya.

Si Badui masuk Islam berkat dakwah para pemimpinnya.

 

Dia belajar  cara beribadah agama Islam dari tokoh kabilahnya.

 

Meskipun dia tergolong miskin, tidak pintar, dan belum pernah bepergian keluar dari desanya.

 

Si Badui belum pernah ke Madinah.

 

Dia belum pernah bertemu dengan Nabi Muhammad.

Dan tidak mengenal wajah Nabi.

 

Tetapi dengan segala keterbatasannya, dia menjadi seorang mukmin yang baik.

 

Dia sangat mencintai Nabi Muhammad.

 

 

 

Badui ikut rombongan umrah

 

Pada suatu hari rombongan sukunya pergi ke Mekah untuk melakukan ibadah umrah.

 

Dan si Badui ikut dalam rombongan.

 

Ketika rombongannya melakukan tawaf.

 

Si Badui selalu mengikuti di belakang rombongannya.

 

Kemudian si Badui terpisah dari rombongannya.

Tetapi dia terus melakukan tawaf.

 

Dia tawaf sambil berzikir, “Ya, Karim… ”.

 

Berulang-ulang.

 

Dia bukan orang cerdas.

 

Dan tidak mampu menghafal doa tawaf.

 

Selama tawaf dia hanya mengucapkan: “Ya, Karim…”, berulang-ulang.

 

 

Tiba-tiba dia merasa ada yang mengikutinya.

 

Ada orang yang berjalan menempel di belakangnya.

 

Dan menirukan ucapannya, “Ya, Karim...” seperti dirinya.

 

 

Si Badui berpindah agak menjauh agar tidak diikuti orang itu.

 

Dia menyangka orang itu mengolok-oloknya.

 

Meskipun dia bergeser dan menjauh.

 

Tetapi orang itu tetap membuntutinya.

 

Kemana pun dia bergerak, orang itu selalu mengikutinya.

 

Akhirnya, si Badui menghentikan langkahnya dan memutar badannya 180 derajat.

 

 

Dan berbalik menghadap orang itu.

 

 

Si Badui berkata,”Wahai, orang yang berwajah cerah dan berbadan bagus, apakah engkau memperolok-olokku?

 

Demi Allah, engkau akan kulaporkan kepada kekasihku”.  

 

“Siapakah kekasihmu itu?” jawab lelaki itu.

 

Badui menjawab, “Nabiku, Nabi Muhammad Rasulullah”.

 

 

Lelaki itu tersenyum mendengar jawabannya.

 

 

Kemudian lelaki itu bertanya, “Apakah engkau belum mengenal dan bertemu dengan Nabimu itu, Wahai saudaraku, Badui?”

 

 

“Belum,” jawab si Badui. 

Lelaki itu berkata lagi,”Bagaimana mungkin engkau mencintainya, padahal, engkau tidak mengenalnya?

 

Bagaimana pula keimananmu kepadanya?”

 

“Aku beriman atas kenabiannya, meskipun aku tidak pernah melihatnya.

 

Aku membenarkan kerasulannya, walaupun aku belum pernah bertemu dengannya,” jawab si Badui.

 

 

Lelaki itu tersenyum lagi, “Wahai saudaraku orang Badui, aku inilah Nabimu di dunia dan pemberi syafaat kepadamu di akhirat kelak.”

 

 

Memang, lelaki yang “mengintili” si Badui adalah Nabi Muhammad, yang saat itu, juga sedang umrah.

 

Nabi mengikuti si Badui ketika sedang tawaf.

 

Beliau melihat si Badui yang polos dan unik terpisah darir ombongannya.

 

 

Tetapi dia tampak begitu khusuk dalam melakukan tawaf.

 

Si Badui memandang Nabi, seakan tidak percaya, kaget bercampur  gembira.

 

Dia terpana, lalu matanya berkaca-kaca.

 

Kemudian dia mendekat kepada Nabi dan merendahkan badan akan  mencium tangan Nabi.

 

Dan Nabi memegang pundaknya.

 

Nabi bersabda,”Wahai saudaraku orang Badui, janganlah engkau memperlakukanku seperti orang asing memperlakukan rajanya.

 

Sesungguhnya, Allah mengutusku bukan sebagai orang sombong dan sewenang-wenang.

 

 

Tetapi Allah mengutusku dengan kebenaran dan memberi kabar gembira, berupa kenikmatan di surga.

 

Dan memberi peringatan tentang pedihnya azab neraka.

 

 

Si Badui berdiri termangu dan tampak jelas raut wajah kegembiraannya.

 

 

Karena bisa berjumpa dengan Nabi.

 

Tiba-tiba malaikat Jibril turun kepada Nabi.

 

Dan menyampaikan beberapa kalimat kepada si Badui.

 

 

“Wahai Badui, sesungguhnya kelembutan dan kemuliaan Allah. Ya, Karim.

 

Yang Maha Pemurah. Maha Memberi tanpa diminta.

 

Akan menghisab dan memperhitungkan segala perbuatan manusia.”

 

 

Nabi menyampaikannya kepada si Badui.

 

Lalu si Badui bertanya, “Apakah Allah akan menghisabku, Ya Rasulullah?

 

Nabi bersabda, “Benar Allah akan menghisabmu, jika Allah menghendaki.”

 

 

Tiba-tiba Badui mengucapkan sesuatu yang tidak terduga.

 

“Demi kebesaran dan keagungan Allah. Jika Allah menghisabku, maka aku juga akan menghisab Allah.”

 

 

Nabi bersabda sambil tersenyum, “Wahai saudaraku, engkau menghisab Allah dalam hal apa?” 

 

 

Si Badui menjawab,”Jika Allah menghisabku atas dosaku, maka aku akan menghisab Allah dengan Maha Pengampunan-Nya.

 

 

Jika Allah menghisabku atas kemaksiatanku, maka aku akan menghisab Allah atas Maha  Pemaaf-Nya.

 

Jika Allah menghisabku atas kekikiranku, maka aku akan menghisab Allah atas Maha Kedermawanan-Nya”.

 

Nabi terharu mendengar jawaban si Badui.

 

Hingga Nabi meneteskan air mata sampai membasahi jenggot beliau.

 

 

Nabi mendengar jawaban sederhana yang menunjukkan betapa akrabnya si Badui dengan Tuhan-Nya.

 

 

Dan betapa tinggi makrifatnya kepada Allah.

 

Padahal dia belum pernah mendapat didikan langsung dari Nabi.

 

Malaikat Jibril turun lagi.

 

Dan memberitahu Nabi, “Wahai Muhammad, Allah mengirim salam kepadamu.

 

 

Dan berfirman,”Kurangi tangismu, karena bisa mempengaruhi para malaikat dalam bertasbih.

 

Dan sampaikan kepada saudaramu, si Badui bahwa dia tidak perlu menghisab Allah, karena Allah tidak akan menghisabnya, dan dia termasuk penghuni surga.”

 

 

 

 

Sumber :

1.   Katsir, Ibnu. Kisah Para Nabi. PenerbitPustakaAzzam. Jakarta 2011.

2.   Sahil, Azharuddin. Indeks Al-Quran. PanduanMudahMencariAyatdan Kata dalam Al-Quran. PenerbitMizan. Bandung 2007.

3.   Kisah Para Sahabat.