SEMUA
MAZHAB SEPAKAT RIBA HUKUMNYA HARAM
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.
HUKUMNYA RIBA
Semua ulama sepakat riba hukumnya haram berdasar ayat
Al-Quran dan ijmak seluruh ulama Islam.
Semua mazhab atau aliran
dalam Islam sepakat riba hukumnya
haram.
Ijmak adalah kata sepakat para ulama tentang suatu
hal atau peristiwa.
Muncul pertanyaan,
“Apakah yang dimaksudkan sesungguhnya oleh Al-Quran
dengan riba yang diharamkannya?”
Para ulama sejak zaman dahulu hingga sekarang.
Ketika membahas riba.
Tidak melihat esensi riba guna sekadar tahu.
Tetapi para ulama melihat dan membahas beberapa
praktik transaksi ekonomi yang terjadi.
Para ulama
ingin tahu dan menetapkan praktik ekonomi yang berlaku.
”Apakah dalam
praktiknya sama dengan riba yang diharamkan.
Sehingga menjadi haram.
Atau tidak sama?”
Perbedaan pendapat tentang riba pada transaksi
ekonomi berlangsung sejak para sahabat.
Dan diperkirakan terus berlangsung.
Selama muncul bentuk baru transaksi ekonomi.
Wahyu tentang
riba turun kepada mendekati Rasulullah wafat.
Bahkan ada yang meriwayatkan.
Ayat tentang riba turun 9 hari sebelum Rasulullah wafat.
Umar bin
Khattab berkata.
“Sesungguhnya
ayat tentang riba termasuk bagian akhir Al-Quran yang turun.
Sebelum Rasulullah
menjelaskannya.
Sebaiknya tinggalkan saja sesuatu yang meragukanmu.
Dan pilih yang tidak meragukanmu.”
Umar bin Khattab berkata,
”Karena khawatir terjerumus riba yang diharamkan.
Para sahabat meninggalkan 90 persen yang halal.”
SEJARAH
TURUNNYA AYAT RIBA
Sejarah singkat kehidupan ekonomi masyarakat Arab
zaman turunnya Al-Quran.
Thaif adalah
tempat pemukiman suku Tsaqif.
Sekitar 100 km sebelah tenggara Mekah.
Thaif tempat
yang subur.
Dan menjadi
salah satu pusat perdagangan.
Terutama suku Quraisy yang bermukim di Mekah.
Di Thaif bermukim orang Yahudi yang menyuburkan
praktik riba.
Suku Quraisy tinggal di Mekah terkenal dengan
aktivitas perdagangan.
Al-Quran mengabarkannya dalam surah Quraisy (surah ke-106) ayat 1-4.
لِإِيلَافِ قُرَيْشٍ
إِيلَافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِ
فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَٰذَا الْبَيْتِ
الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآمَنَهُمْ مِنْ
خَوْفٍ
Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu)
kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah
mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Kakbah). Yang telah memberi makanan
kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.
Kaum Quraisy biasa berdagang ke negeri Syam pada
musim panas.
Dan ke Yaman
pada musim dingin.
Selama
perjalanan mereka mendapat jaminan keamanan dari para penguasa yang dilaluinya.
Hal ini suatu
nikmat besar dari Allah.
Wajar mereka
menyembah Allah yang memberi nikmat kepada mereka.
Di lokasi perdagangan orang Quraisy mengenal praktik
riba.
Sebagian tokoh
sahabat Nabi.
Seperti Abbas
bin Abdul Muththalib (paman Nabi), Khalid bin Walid, dan lainnya.
Mempraktikkannya
sampai turun larangan riba.
Kaum musyrik heran terhadap larangan riba.
Mereka
mengganggap praktik riba sama dengan jual beli.
Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 275.
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا
كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ
بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ
الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ
فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ
فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Orang-orang yang makan (mengambil) riba
tidak bisa berdiri melainkan seperti berdirinya orang kemasukan setan lantaran
(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian karena mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli sama dengan riba, padahal Allah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka
orang itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
Dalam
penjelasan ayat diterangkan bahwa riba ada 2 macam, yaitu:
1) Riba nasiah.
2) Riba fadhl.
Riba nasiah adalah pembayaran lebih yang disyaratkan
oleh orang yang meminjamkan.
Riba fadhl adalah penukaran barang dengan barang
sejenis.
Tetapi lebih banyak jumlahnya.
Karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian.
Seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi,
dan sebagainya.
Para ulama menjelaskan riba yang dimaksud dalam ayat
ini adalah “riba nasiah” berlipat ganda.
Yang umum
terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliah.
Yang dimaksud penyakit gila adalah orang yang
mengambil riba tidak tenteram jiwanya.
Seperti orang kemasukan setan.
Dan riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun
ayat ini.
Boleh tidak dikembalikan.
Mereka menganggap kelebihan yang diperoleh dari modal
yang dipinjamkan sama dengan keuntungan.
Yaitu kelebihan yang diperoleh dari hasil
perdagangan.
Daftar Pustaka
1. Shihab,
M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2. Shihab, M.
Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat.
Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab,
M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran
Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2,
5. Tafsirq.com
online.
0 comments:
Post a Comment