TAFSIR AL-QURAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang masalah tafsir ayat
Al-Quran? Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
1. Tafsir (menurut KBBI V) dapat diartikan “keterangan
atau penjelasan tentang ayat-ayat Al-Quran agar mudah dipahami”, “keterangan”
atau “penjelasan”.
2. Al-Quran
berfungsi sebagai huda (petunjuk), dan furqan (pembeda).
3. Al-Quran pada hakikatnya menempati posisi
sentral dalam studi keislaman, dan menjadi tolok ukur untuk membedakan kebenaran
dan kebatilan, termasuk dalam penerimaan dan penolakan setiap berita yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad.
4. Keberadaan Al-Quran di tengah umat Islam,
ditambah dengan keinginan mereka untuk memahami petunjuk dan mukjizatnya, telah
melahirkan banyak disiplin ilmu keislaman dan metode penelitian.
5. Hal ini dimulai dengan disusunnya kaidah ilmu
nahwu, ushul fiqh, dan lahirnya berbagai metode penafsiran Al-Quran, yang terakhir
adalah metode maudhui.
6. Tafsir metode maudhui (tematik) adalah
suatu metode penafsiran Al-Quran, dengan cara para mufasir berupaya
mengumpulkan ayat Al-Quran dari berbagai surat yang memiliki tema yang sama, sehingga mengarah kepada
pengertian dan tujuan yang sama.
7. Para ulama mempelajari berbagai disiplin
ilmu yang didorong keinginan untuk memahami petunjuk, informasi, dan mukjizat
Al-Quran.
8. Al-Quran berbicara tentang berbagai aspek
kehidupan dan menampilkan beraneka ragam masalah, yang merupakan pokok bahasan berbagai
disiplin ilmu, maka kandungannya tidak dapat dipahami secara baik dan benar tanpa
mengetahui hasil penelitian dan studi pada bidang yang dipaparkan oleh
Al-Quran.
9. Para ulama berpendapat, “Saya tidak
mengetahui bagaimana seseorang dapat menafsirkan firman Allah yang berbunyi “Kana
al-nas ummahwahidah” dalam Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 213,
kalau dia tidak mengetahui keadaan umat manusia dan sejarahnya, yaitu sejarah
dan sosiologi.”
10. Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2)
ayat 213.
كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ
النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ
لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ ۚ وَمَا اخْتَلَفَ فِيهِ إِلَّا
الَّذِينَ أُوتُوهُ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ
ۖ فَهَدَى اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ
ۗ وَاللَّهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Manusia adalah umat
yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi sebagai
pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama
mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang
perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan
orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada
mereka keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah
memberi petunjuk orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka
perselisihkan dengan kehendak-Nya. Allah selalu memberi petunjuk orang yang
dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus”.
11. Para ulama berpendapat bahwa hal ini berlaku
pula dalam hubungannya dengan ayat Al-Quran yang berbicara tentang astronomi,
embriologi, ekonomi, dan sebagainya.
12. Begitu juga dengan pembuktian tentang
mukjizat Al-Quran, para ulama berpendapat, “Tidak ada umat Islam saat ini,
apalagi yang bukan berasal dari negara berbahasa Arab, yang dapat memahami
kemukjizatan Al-Quran dengan membandingkan satu ayat dengan sepenggal kalimat
berbentuk prosa atau puisi pra-Islam”.
13. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada seorang
pun saat ini yang dapat merasakan secara sempurna keindahan bahasa Al-Quran, yang
merupakan salah satu mukjizatnya, sejak lunturnya kemampuan dan rasa kebahasaan
orang Arab sendiri.
14. Oleh karena itu, para ulama menyarankan untuk
mencari pembuktian lain yang sesuai, yaitu melalui pendekatan sejarah agama.
15. Semuanya membuktikan bahwa bahwa seluruh
kelompok dan aliran yang berpredikat Islam, selalu merujuk kepada Al-Quran dan hadis,
ketika memunculkan dan mempertahankannya pendapatnya, artinya Al-Quran
menempati posisi sentral dalam studi keislaman.
16. Sekarang ini, semua ulama dan pakar sepakat
bahwa metode ma'tsur adalah metode terbaik.
17. Tafsir metode ma’tsur adalah dengan memahami
dan menafsirkan ayat Al-Quran dengan ayat yang lain atau dengan hadis Nabi Muhammad,
dan pendapat para sahabat.
18. Masalahnya,
pendapat tersebut masih memiliki kelemahan dan memerlukan pemikiran yang
serius.
19. Misalnya, siapakah yang berwenang
menetapkan bahwa ayat A ditafsirkan oleh ayat B? Apakah hanya Nabi sendiri,
atau para sahabat, atau para ulama? Apakah kriterianya yang harus dikandung oleh
masing-masing ayat untuk maksud tersebut? Dan banyak pertanyaan lain.
20. Semuanya masih memerlukan jawaban atau
penjelasan yang konkret, karena mungkin saja terjadi penafsiran para ulama yang
menggunakan ayat Al-Quran menempati posisi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan penafsiran Nabi.
21. Para ulama terdahulu berpendapat bahwa
urutan terbaik adalah berikut ini:
a. Ke-1: penafsiran ayat Al-Quran dengan
ayat Al-Quran yang lain.
b. Ke-2: penafsiran Nabi Muhammad.
c. Ke-3: penafsiran para sahabat.
22. Al-Quran berfungsi memberikan jalan
keluar bagi setiap perselisihan dan masalah masyarakat, sehingga masyarakat menanti pedoman dan petunjuk pemecahannya, dan
tugas para ulama untuk menjelaskannya.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah
dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan
Al-Quran.
3. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital
Qur’an Ver 3.2
4. Tafsirq.com online
0 comments:
Post a Comment